You're the only one I choose, even though you break my heart.
*****
"Jangan nangis. Gue nggak bisa lihat lo nangis,"
Tatiana mendongak dan mengusap air matanya. Ia membuang pandangannya. Tak ingin menatap Mars yang baru saja menghampirinya.
Setelah kejadian di kantin, Tatiana memilih menyendiri di halaman belakang sekolah. Jauh dari kantin dan jauh dari tatapan kebencian orang-orang padanya. Tatiana sungguh muak dengan orang-orang yang memandangnya rendah.
"Apa yang lo pikirin Ti sampai lo nangis kayak gini,"
Tatiana menoleh. Gadis itu mengucap dengan suaranya yang serak. "Kenapa lo peduli Mars?" tanyanya dengan lirih.
"Kenapa lo masih ada di sini? Kenapa lo masih peduli sama gue? Gue udah nyakitin lo Mars. Gue udah—gue udah mainin lo. Lo seharusnya pergi. Lo seharusnya benci gue kayak semua orang benci sama gue,"
Mars duduk di samping gadis itu. Menarik Tatiana ke dalam pelukannya. Membiarkan gadis yang ia sayangi menangis di pelukkannya. Ia hanya ingin menjadi orang yang dicari Tatiana ketika gadis itu membutuhkan seseorang. Mars ingin membuat Tatiana selalu nyaman. Mars ingin Tatiana tahu kalau ia akan selalu ada di samping gadis itu. Memastikan bahwa Tatiana bahagia.
"Gue ngelakuin ini semua buat siapa Mars sebenarnya? I worked very hard untuk siapa sebenarnya? Gue belajar mati-matian, ikut lomba sana sini, —trying to make my name as good as possible, untuk siapa sebenarnya? Nggak ada yang menghargai gue pada akhirnya Mars,"
"Apapun yang gue lakuin, apapun yang gue raih, —All the achievements yang gue dapatin, nggak akan bisa menutup fakta kalau gue cuma anak dari bandar narkoba. Selamanya semua orang akan mandang gue dengan gelar itu,"
"Siapa yang lo bilang semua orang Ti? —Because I am not like them. Gue nggak pernah lihat lo sebagai anak siapapun —in fact gue nggak pernah lihat lo serendah mereka melihat lo karena bagi gue lo adalah Tatiana versi terbaik yang pernah gue temuin. Jadi jangan kayak gini Ti. Ada orang yang sayang sama lo Ti, — itu gue,"
"You have to know, kita nggak akan pernah bisa memuaskan semua orang. Kita nggak akan pernah bisa menuhin ekspektasi semua orang. Seribu kebaikan yang lo lakuin, orang-orang mungkin nggak peduli. Tapi nggak semua Ti. Gue bisa jamin, —nggak semua. Lo masih punya gue. Punya Lily dan yang lain. Oke —well at least lo masih punya gue,"
"Gue akan jadi orang yang selalu tepuk tangan setiap lo dapat medali. Gue akan jadi orang yang selalu senyum atas semua pencapaian lo. Dan —dan gue akan jadi orang yang selalu bangga sama lo Ti. If no one do it for you, I would do it for you. Biarin gue yang mengisi kekosongan itu,"
Tatiana menggeleng pelan. Ia kemudian menatap Mars dengan mata yang masih mengalirkan air matanya.
"What if I ask you to leave Mars?"
Tatiana menatap Mars dengan serius. "Mars, gue benar-benar nggak akan pernah bisa balas perasaan lo Mars —it would have be wasting your time. Lo ganteng, pintar, dari keluarga terpandang, you should have living your best life, jangan nunggu gue Mars,"
Mars menggeleng. "Gue nggak terima permintaan atau penolakan apapun sebelum gue dapat alasan yang benar-benar masuk akal kenapa lo nggak akan sama gue. Tatiana, orang akan mudah jatuh cinta karena terbiasa bersama. Gue yakin lo juga akan seperti itu. So if you asked me to leave just because you don't love me yet, gue nggak akan pernah mau pergi. Gue percaya kapanpun itu you will feel the same way as I did,"
KAMU SEDANG MEMBACA
All Too Well
Teen Fiction[ON GOING] [FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA CERITA INI!] "I don't want you to get hurt. No- in fact, I don't want us to get hurt. We will never make it Mars. Admit it," Tatiana Aulia Arshandra. Gadis dengan sejuta misteri bagi siapapun yang mengenalnya...