And you know —for you, I would ruin myself a million little times.
******
"Jadi gimana? Ikut Ti?"
Tatiana menoleh pada Lily. Gadis itu datang bersama Syaena dan Zaski. Ketiganya kemudian mengambil duduk di dekat Tatiana.
Tatiana menatap brosur karyawisata angkatannya ke Lombok. Karyawisata ini akan dilaksanakan sekitar satu minggu sudah termasuk perjalanan pergi dan pulang. Tatiana tentu saja tertarik. Apalagi ini karyawisata yang cukup menarik. Angkatannya pada tahun lalu hanya melakukan karyawisata ke Bandung.
Ia kemudian menatap ketiga temannya. "Kalian?" tanyanya.
"Ikut lah. Gue mau nyari cowok sekalian," ucap Lily sambil tertawa.
Syaena terkekeh. "Masa nggak ikut sih Ti? Ini karyawisata terakhir loh,"
Tatiana mengangguk mengerti. "Nanti gue coba izin dulu," jawabnya. Mereka bertiga mengangguk.
"Ti, lo gimana sama Mars?" tanya Zaski sembari menunjukkan keberadaan Mars dengan dagunya.
Tatiana menoleh. Melihat Mars yang sedang duduk sendirian sembari memainkan ponselnya. Bahkan dari kejauhan seperti ini, Tatiana dapat merasakan aura ketampanan lelaki itu.
Tatiana lalu menaikkan kedua bahunya. Ia tidak tahu. Terakhir ia berbincang dengan Mars adalah kejadian di dapur dan itu sudah hampir seminggu yang lalu. Tatiana tahu Tuhan sedang baik padanya sehingga setiap di rumah, ia belum pernah bertemu lagi dengan Mars. Setiap Tatiana sudah berangkat sekolah, Mars masih tertidur dan setiap Tatiana sudah berdiam diri di kamarnya, Mars baru pulang dan langsung ke kamar lelaki itu. Sehingga tidak ada kesempatan bagi keduanya untuk bertemu selain di sekolah.
"Gue nggak tahu," jawab Tatiana.
"Nggak tahu gimana Ti?" tanya Lily.
Tatiana mengangkat kedua bahunya. "Gue rasa Mars udah mulai mau nerima kenyataan aja. Nggak mau berusaha lagi —dan nggak ada yang bisa gue lakuin selain mengikuti kemauan dia,"
"Nggak mungkin! Mars itu kelihatan banget sayang sama lo Ti,"
"I know. Tapi, mau dibilang apa juga ujung-ujungnya gue sama dia adalah saudara. Gue juga bisa ngelihat kok dia sesayang itu sama gue —gue juga. Cuma emang nggak ada yang bisa kita lakuin. Pada akhirnya kita cuma sepasang saudara —nggak lebih,"
Tatiana dapat merasakan usapan di bahunya. Ia pun tersenyum kecil.
"Sebagian diri gue merasa gue nggak perlu milikin dia. Rasa sayang gue udah cukup bagi gue dengan ngelihat dia bisa bebas sama kehidupannya. Bagi gue itu udah cukup,"
******
Tatiana mengetuk pintu besar ruang kerja Dhiya Tjandrata. Gadis itu mendorong pintu tersebut ketika sudah dipersilakan. Matanya tidak bisa tidak langsung bertatapan dengan mata Mars yang ternyata sudah duduk di hadapan sang oma dan menatapnya.
Tatiana bergeming sebentar. Ada apa ini? Kenapa Dhiya Tjandrata memanggilnya bersama Mars? Apa yang lelaki itu lakukan di sini?
"Tatiana, please seat,"
Tatiana berjalan pelan. Ia kemudian mengambil duduk di samping Mars yang hanya diam menatap pada sang oma.
"Oma panggil Tati?" tanya Tatiana pelan.
Ia melirik pada Mars yang hanya diam. Lelaki itu seperti enggan menatapnya.
"Iya, oma mau bertemu dengan dua cucu oma," jawab Dhiya Tjandrata sembari merapikan selendang pada bajunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
All Too Well
Genç Kurgu[ON GOING] [FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA CERITA INI!] "I don't want you to get hurt. No- in fact, I don't want us to get hurt. We will never make it Mars. Admit it," Tatiana Aulia Arshandra. Gadis dengan sejuta misteri bagi siapapun yang mengenalnya...