Everything is my fault, I'll take all the blame.
*****
Tatiana mengerjapkan matanya. Hal pertama yang ia lihat saat bangun adalah langit-langit kamarnya. Tatiana menarik napasnya. Mencoba mengingat apa yang terjadi malam kemarin.
Gadis itu bangun dari tidurnya untuk duduk dan kembali merenung. Tatiana kemudian beranjak dan bersiap. Pagi ini ia sudah harus sampai di sekolah untuk karyawisatanya. Bahkan ia tidak tahu apakah seluruh isi rumah sudah pergi dan disibukkan dengan acara pertunangan Mars atau bagaimana.
Sejenak Tatiana mematung. Bagaimana keadaan Eldeiska? Apakah gadis itu baik-baik saja dan dapat melaksanakan pertunangannya hari ini?
Tatiana menghela napasnya. Mencoba berpikir positif agar dirinya tidak terjerumus hal-hal yang tidak diinginkan. Hari masih terlalu pagi untuk berpikir negatif.
Setelah selesai dari persiapannya, ia mendorong satu koper kecil yang di atasnya sudah ia kaitkan dengan tas ransel kecil. Tatiana berjalan perlahan keluar kamarnya menuju halaman depan rumah besar kediaman Tjandrata. Sengaja ia tak ingin pergi ke meja makan. Tatiana tidak ingin bertemu siapapun.
"Keadaan rumah ini lagi berduka dan lo bisa-bisanya tetap pergi liburan?"
Tatiana mematung. Ia reflek membalikkan badannya dan mendapati Mars yang berdiri dengan penampilan yang jauh lebih acak-acakan dari biasanya. Wajah dan mata lelaki itu tampak lelah.
Tatiana mencoba menarik napasnya. Tidak, ia tidak akan goyah lagi kali ini. Bahkan dengan keadaan lelaki itu yang cukup memprihatinkan.
"Lo lupa siapa yang buat gue milih keputusan untuk ikut karyawisata? Jangan pura-pura nggak tahu apa-apa Mars,"
Mars terkekeh pelan. Matanya menatap tajam pada Tatiana sebelum akhirnya melangkah mendekati gadis itu.
"Wow. Pertunangan abang lo terancam gagal karena calonnya lagi koma dan lo bisa-bisanya masih tetap mau ikut karyawisata?"
Tatiana balas terkekeh. "Mungkin lo lupa kalau gue memang nggak dibutuhkan di acara pertunangan kalian. Jadi ataupun nggak jadi acara itu —gue tetap nggak boleh muncul," balas Tatiana dengan santai.
"Lo terlalu santai untuk orang yang terakhir kali ngobrol sama calon tunangan gue sebelum dia terbaring koma kayak gini, Tatiana,"
Tatiana bersidekap. Tanda bahwa ia tidak mau terintimidasi oleh tatapan tajam itu. "Sedangkan lo tampak kacau mengingat lo yang mengutus dia untuk ketemu gue —sebelum dia terbaring koma kayak gini, Mars. Apa sih sebenarnya mau lo?!"
"Apa yang dia bilang sama lo Ti? Apa yang lo bilang sama dia?"
Tatiana mengerutkan keningnya. "Lo kan yang ngutus dia untuk ketemu sama gue? Lo seharusnya tahu apa yang dia bilang ke gue,"
Mars menggeleng lemah. "Apa yang lo lakuin Ti sama dia?"
Tatiana membulatkan matanya. "Lo nuduh gue?! Apa yang bisa gue lakuin Mars?! Lo pikir gue sengaja buat dia kecelakaan supaya acara hari ini nggak kejadian? Lo gila!"
"Ti, lo orang terakhir yang ngobrol sama dia sebelum dia pergi dan berakhir kecelakaan. Lo orang terakhir yang lihat dia pergi—"
"Bukan berarti gue yang nyebabin dia kayak gitu! Gue nggak peduli lo percaya atau enggak sama gue. Sore itu pulang kelas gue ke ruang musik. Mana tahu dan peduli gue ada yang nungguin gue. Sampai akhirnya gue pulang dan ketemu El di parkiran. Dia bilang dia nungguin gue buat ngasih sesuatu—"
Tatiana merogoh tas kecilnya dan melempar tiket kemarin pada Mars. "That fucking ticket! Dia kasih gue itu dan dia pergi setelah gue nerima itu. Orang bodoh kayak gue menurut lo bisa gitu mencelakakan dia setelah otak gue cuma bekerja untuk pergi ke alamat yang dia suruh untuk ketemu sama lo?! Satu-satunya yang gue pikirin saat itu adalah lo! Gimana bisa gue nyelakain El?!"
KAMU SEDANG MEMBACA
All Too Well
Teen Fiction[ON GOING] [FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA CERITA INI!] "I don't want you to get hurt. No- in fact, I don't want us to get hurt. We will never make it Mars. Admit it," Tatiana Aulia Arshandra. Gadis dengan sejuta misteri bagi siapapun yang mengenalnya...