Manik amethyst itu mengerjapkan matanya perlahan, ia tersentak lalu langsung bangkit dari posisinya semula. Terduduk memandang seisi ruangan sudah jam berapa ini? Pikirnya
Jam yang tergantung di dinding sudah menunjukan pukul 9 pagi, Hinata lalu berdiri dengan segera menuju kamar mandi guna mencuci wajahnya lalu bersiap untuk memasak sarapan, meskipun sepertinya sudah sangat terlambat untuk sarapan.
"Oh sudah bangun?"
Melihat Naruto dari pantulan kaca, Hinata masih membasuh wajahnya diwastafel. Ia lalu mengangguk kecil "m-maaf Naruto-kun, aku belum membuat sarapan"
"Tidak masalah, lagi pula aku tidak akan makan dirumah hari ini." Menjeda ucapannya "kau habis melayani siapa sampai lelah sekali sepertinya"
Menunduk, bahkan Hinata tidak sanggup menatap wajah pria yang tak lain adalah suaminya "a-aku menunggu Naruto-kun"
Naruto terkekeh geli "wow.. terimakasih, tapi sungguh itu tidak perlu" berjalan menjauh dari sang wanita "hati ku tidak akan tersentuh dengan secuil perhatian yang kau berikan"
Menggenggam erat lengannya sendiri, kali ini apakah tetap harus bertahan?
Mengusap kasar air mata yang sempat turun membasahi pipi, Hinata lalu menyelesaikan acara mencuci wajahnya, dan bergegas keluar dari kamar mandi.
Melihat prianya sudah duduk disofa ruang tengah, menyalakan televisi dan menonton satu acara yang entah apa itu. Hinata berjalan kecil mendekati Naruto, berniat menanyakan apakah dirinya menginginkan sesuatu.
"Kenapa?"
"Apakah kau ingin minum sesuatu?"
"Aku ingin jus saja."
"Baik." Menjeda ucapannya "Naruto-kun.."
"Yaa.."
"Semalam kau kemana saja?"
"Kenapa?"
Hinata lalu menundukan kepalanya "tidak apa-apa, aku hanya khawatir dan menunggu mu pulang"
"Lalu?"
"Ak—"
"Aku tidak peduli, Hinata" sela Naruto
Berdiri dari posisinya "pulang malam, pagi, siang, bahkan jika aku tidak pulang itu bukan urusanmu. Kau sekarang sudah berani, eh?"
"Tidak bukan seperti itu"
"Hinata, ingat statusmu"
"Aku selalu mengingatnya" semakin menundukan kepalanya "karena aku istrimu, aku berhak menanyakan k-kau pergi kemana"
Menatap wanita yang masih terus menunduk "justru" mendekatkan diri kepada Hinata "karena kau istriku, tidak usah terlalu ikut campur dengan kehidupanku."
"Naruto-kun" mengangkat wajahnya "apakah aku pernah melakukan kesalahan? Karena— aku terus berpikir.."
Pria itu masih terus mendengarkan wanita yang masih berdiri didekatnya, menatapnya dengan malas.
"Aku berpikir— apa aku pernah melakukan kesalahan yang tidak aku sengaja, makanya kau sangat b-benci kepada ku" mencoba sekuat tenaga menatap safir dihadapannya. Hinata sungguh ingin tahu kenapa Naruto sangat membenci dirinya.
"Kau?" Lalu pria itu terkekeh kecil. "Mungkin lahir saja kau sudah salah Hinata" lalu sudut bibir pria itu terangkat "lihat dirimu.. tidak punya siapapun— terlahir miskin, orang tuamu meninggal saat kecelakaan.. dan satu hal yang sangat aku benci dari dirimu" menjeda ucapannya "kau ingin tahu apa itu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Painful Love
FanfictionApa yang lebih menyakitkan dari di tinggalkan? Maka Hinata akan menjawab- Tetap bertahan meskipun tak di inginkan. Mencoba kuat meskipun terus menerus di sakiti. Bodoh? Tentu saja. Wanita mana yang ingin di perlakukan seperti itu? Tidak ada, tidak a...