🥀 (35)

688 90 10
                                    

Kami berangkat hari ini..
Mungkin lusa akan sampai.
Jadi jaga putri ku dengan baik.

Pria itu terus tersenyum mambaca pesan yang sang ibu kirimkan kepadanya, sesekali menatap wanita yang masih fokus pada makanan yang di hidangkan di atas meja.

Kini waktu sudah menunjukan pukul satu siang, Naruto yang memang sudah berencana tidak pergi bekerja hanya diam di rumah dan menemani sang istri.

Hinata sempat marah, karena nyatanya Naruto sudah hampir seminggu tidak menengok Perusahaan yang kini ia bebankan kepada Sekertarisnya yaitu Shikamaru.

"Ada apa?"

Pria itu melirik Hinata sekilas, lalu kembali menatap layar ponsel "tidak ada apa-apa." Menaruh ponsel itu di atas meja makan.

"Perasaanmu hari ini bagaimana?"

Wanita yang masih terus mengunyah makanannya menatap kosong ke arah depan.

"Kesal."

Pria yang berada di sampingnya terkekeh geli, Naruto ingat pagi tadi Hinata sudah berteriak membangunkan dirinya agar segera berangkat menuju kantor. Namun Naruto punya 1000 alasan untuk menolaknya.

"Kalau Ayah dan Ibu pulang baru aku bisa tenang bekerja, Hinata."

Menoleh ke arah samping, Hinata lalu meletakan sendok yang sebelumnya ia genggam.

"Kapan?"

"Apanya?" Tanya Naruto tidak mengerti.

"Ayah dan Ibu pulang."

Mengedikkan bahunya "tidak tahu."

"Jangan berbohong nanti hidung Naruto-kun panjang."

"Sedikit lebih mancung?"

Hinata menggeleng "susah berbicara dengan Naruto-kun."

Kembali terkekeh, Naruto kini telah selesai menghabiskan makanannya.

"Kenapa kau sekarang menjadi pemarah sih?"

"Bawaan bayi mungkin."

"Anak ku tidak mungkin pemarah, aku yakin dia anak yang tampan.. setampan ayahnya." Ucap Naruto lalu menaik turunkan alisnya.

"Iya.. iya semua mirip Naruto-kun, aku tidak perlu di bagi."

"Kan.. kan.. kau benar-benar jadi Hinata si pemarah ya?"

"Biarkan saja, aku mau jadi wanita galak."

"Bagus."

Menoleh dengan cepat. Hinata tidak mengerti kenapa Naruto malah mendukungnya untuk menjadi wanita yang pemarah dan galak.

"Biar si setan merah tidak perlu dekat-dekat dengan mu lagi."

"Tapi.. tapi Gaara-kun kan teman ku."

"Hanya kedok." Ucap Naruto asal.

"Tapi setidaknya Gaara-kun jauh lebih penge— mmhhh.." ucapan Hinata terhenti kala mulut sang wanita harus di bekap paksa oleh tangan Naruto.

"Haaahh.." hembusan napas itu terdengar di paksakan.

"Bagaimana kalau aku mati Naruto-kun!"

"Aku juga akan mati."

"Ish."

"Makanya jangan puji laki-laki lain di hadapan ku."

Memajukan bibir bawahnya, Hinata lalu seketika tersenyum ke arah Naruto.

"Di belakang ku juga tidak boleh!"

"Naruto-kun cenayang yaa? Aku bahkan belum mengucapkan apapun." Bibir mungil itu lalu membentuk lengkungan ke bawah.

Painful LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang