Beberapa bulan telah berlalu, kandungan Hinata semakin besar dan bulan ini diperkirakan adalah bulan Hinata akan melahirkan. Namun sampai saat ini Hinata hanya beberapa kali merasakan kontraksi palsu.
Shora dan Genma sudah kembali ke rumah mereka sebulan setelah pemakaman Kushina dan Minato, sebelumnya Shora selalu berpesan untuk terus menghubunginya setiap hari. Shora ingin sekali tinggal bersama Hinata dan Naruto namun dirinya sudah cukup lama meninggalkan anak semata wayangnya bersama orang tua Genma. Shora merasa segala keputusan yang ia ambil tidak ada yang cukup baik untuknya.
Namun disela kebimbangan Shora, Hinata terus meyakinkan Shora bahwa dirinya akan baik-baik saja dan Naruto pun juga akan selalu baik-baik saja. Hinata berharap dengan mengatakan hal itu setidaknya akan membuat Shora sedikit lega dan tidak lagi bimbang dengan keputusannya untuk kembali pulang ke rumah dan bertemu sang anak. Hinata tidak ingin membebani siapapun lagi, semuanya sudah cukup bagi Hinata.
Dengan perasaan yang berat dan setengah hati akhirnya Shora pun mencoba untuk percaya terhadap ucapan Hinata, dirinya berharap keputusannya meninggalkan kedua adiknya kini adalah keputusan yang tepat.
• • •
Hinata kini terduduk, memandang langit dari jendela kamarnya. Hari-hari yang panjang telah gadis itu lalui, entah sudah berapa banyak air mata yang menghantarkan tidurnya setiap malam, entah seberapa berisik nya kepala sang wanita kala malam datang berkecamuk dengan pikirannya sendiri, dan entah sudah berapa ratus kali hatinya selalu mencoba untuk menguatkan dirinya agar tidak menyerah dan pulang tanpa dijemput oleh sang Pencipta.Sepi selalu Hinata rasakan, menangis sendirian, bercerita pada dirinya sendiri, hingga harus menguatkan hati nya seorang diri. Iya.. kini Hinata dan Naruto berpisah kamar, Naruto yang kini terus tidur di kamar orang tuanya, sedangkan Hinata masih bertahan di kamar yang penuh kenangan indah bersama Narutonya dulu. Semua sudah tidak sama lagi.
Sejak kepulangan Naruto dari pemakaman kedua orang tuanya yang sudah dipindahkan, Ia benar-benar tidak mengatakan apapun kepada Hinata. Dan kebungkaman itu terus berlanjut sampai Shora dan Genma pamit untuk kembali ke luar negeri, pulang kembali ke rumah mereka.
Bahkan ketika Hinata bertanya apakah Naruto lapar, sepatah kata pun tidak Hinata dapatkan. Naruto terus mendiamkan dirinya, membuat Hinata berpikir apakah ini semua benar-benar salahnya.
Hinata belum sepenuhnya percaya bahwa Naruto benar-benar tidak mencintainya. Bahkan sejak hari itu, hari dimana Naruto mengatakan akan menceraikannya tidak pernah terjadi sampai hari ini. Hinata tahu harusnya ia menyerah, sudah tidak ada lagi yang harus ia pertahankan dan perjuangkan. Narutonya telah mencampakkan dirinya, namun ketika perasaan lelah itu datang bukannya menyerah— Hinata justru tersadar bahwa ini bukanlah kali pertama untuk dirinya di perlakukan seperti tidak ada oleh Naruto, justru karena perlakuan itu sudah ada sejak dulu membuat Hinata merasa akan mampu terus bertahan entah sampai kapan.
Aku yakin, dia mencintaiku. — pikir Hinata. Sungguh wanita yang naif.
Suara ketukan pintu membuyarkan lamunan Hinata, ia lalu berjalan perlahan menuju pintu yang tertutup rapat. Membukanya dengan hati-hati, menatap seorang maid yang sudah berdiri dengan senyum ramah memandangnya.
"Nyonya, ini susu nya." Ucap maid yang kini membawa satu gelas susu coklat untuk sang ibu hamil.
"Terimakasih kak." Hinata menatap dengan teduh, ia memang selalu memanggil para maid dengan sebutan 'kakak' karena merasa mereka jauh lebih tua dari dirinya dan tidak etis jika Hinata memanggil dengan hanya nama saja.
"Tuan?"
Mengangguk lalu tersenyum. "Sudah saya antarkan makan siang untuk tuan, namun seperti biasa tuan tidak mau keluar kamar."
KAMU SEDANG MEMBACA
Painful Love
FanfictionApa yang lebih menyakitkan dari di tinggalkan? Maka Hinata akan menjawab- Tetap bertahan meskipun tak di inginkan. Mencoba kuat meskipun terus menerus di sakiti. Bodoh? Tentu saja. Wanita mana yang ingin di perlakukan seperti itu? Tidak ada, tidak a...