Sebulan telah berlalu, namun belum juga ada kabar tentang dimana Kushina ataupun Minato berada. Beberapa mayat korban pesawat ada yang sudah di temukan dan segera di kembalikan kepada keluarganya.
Selama itu pula Naruto menjadi berubah, Shora dan Genma sudah berada di Jepang meskipun nyatanya wanita bersurai merah yang begitu mirip dengan sosok sang ibu merasakan sakit yang sama dengan sang adik. Namun dirinya mencoba kuat ia telah menerima apapun takdir yang akan ia dapatkan.
Naruto selalu tidur di kamar Kushina juga Minato dan meninggalkan Hinata yang tidur di kamar mereka seorang diri, kandungan yang semakin lama semakin membesar membuat sang wanita semakin kesulitan untuk beraktifitas.
Shora sesekali datang berkunjung ke kamar sang wanita, meskipun mereka tinggal di satu atap yang sama nyatanya semenjak kejadian yang menimpa orang tua Shora membuat Hinata sedikit menutup dirinya. Mungkin juga ini akibat dari perubahan sikap sang adik.
"Hinata."
"Iya Kak."
"Bagaimana Naruto?"
Wanita berparas cantik itu tersenyum. "Baik, seperti yang kak Shora lihat."
"Bukan." Shora menarik napas panjang "apakah dia mengatakan hal-hal yang bodoh kepada dirimu?" Menjeda ucapannya lalu sedikit mendekatkan duduknya dengan Hinata.
"Hinata, aku sangat yakin bukan hanya Naruto ataupun aku yang merasa kehilangan Ayah dan Ibu.. tapi juga dirimu, lalu kenapa rasanya Naruto seperti menjaga jarak?"
"Bukan maksud ku menambah permasalahan yang ada, tapi melihat kalian seperti tidak menguatkan satu sama lain membuat hati ku semakin remuk."
Hinata terdiam, lalu senyum manis itu muncul di wajah cantik wanita bermanik amethyst di hadapannya.
"Kak, aku tidak tahu harus berbuat apa. Naruto-kun berpikir aku bahagia atas kejadian yang menimpa ayah dan ibu.. aku.. bahkan rasa kehilangan untuk kedua orang tua ku pun belum hilang, mana mungkin aku merasa bahagia atas musibah yang menimpa mereka yang sangat menyayangi diriku layaknya anak mereka sendiri."
Menatap manik yang begitu mirip dengan Kushina.
"Aku menyayangi ayah dan ibu, kak."
Shora seketika memeluk tubuh mungil wanita hamil di depannya, tidak ada hitungan menit isakan itu terdengar sangat jelas. Hinata menangis mengeluarkan rasa sakit yang mungkin sudah ia simpan untuk waktu yang lama.
Shora berpikir di saat dirinya terpuruk seperti sekarang ada Genma yang selalu mensupport dirinya, Genma selalu berada di samping Shora, menjadi suami dan pendengar yang baik saat dirinya berkeluh kesah.
Shora sangat paham bagaimana menjadi wanita hamil dan tidak ada seorang pun yang sudi mendengar keluh kesahnya. Sangat sulit menjadi Hinata, di saat dirinya sudah membayangkan akhir yang bahagia namun kenyataan pahit justru menimpa dirinya.
"Lepaskan.. keluarkan semua yang mengganjal."
"Kuatlah demi dirimu sendiri dan anak yang kini sedang tidur di dalam rahim mu, Hinata."
Mengeratkan pelukan yang ada, Shora sungguh tidak bisa membayangkan bagaimana berada di posisi Hinata saat ini.
"Maafkan Naruto.. maafkan adik ku yang bodoh itu." Ucap Shora terdengar sangat tulus.
"Maafkan aku kak, harusnya peran ku di sini adalah menguatkan kakak.. tapi mengapa sebaliknya.."
"Tidak peduli peran apa yang harus kita mainkan saat ini, yang terpenting kita harus sama-sama menguatkan.. Ayah dan ibu pasti juga menginginkan hal itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Painful Love
FanfictionApa yang lebih menyakitkan dari di tinggalkan? Maka Hinata akan menjawab- Tetap bertahan meskipun tak di inginkan. Mencoba kuat meskipun terus menerus di sakiti. Bodoh? Tentu saja. Wanita mana yang ingin di perlakukan seperti itu? Tidak ada, tidak a...