Apa yang lebih indah dari dicintai? Untuk ku sepertinya tidak ada.
Lalu bagaimana dengan saling mencintai? Itu lebih tepat disebut anugerah.
Ketika kamu telah mencintai seseorang dan seseorang juga memiliki rasa yang sama, itu bukanlah keberuntungan tapi anugerah yang Tuhan berikan kepada sepasang hati yang akhirnya telah menemukan satu sama lain.
Bagaimana rasanya dicintai dan saling mencintai? Maka aku akan menjawab.. aku sangat bahagia. Terlebih memiliki seorang wanita seperti Hinata.
Terimakasih Kami-sama, aku benar-benar bahagia.
"Naruto-kun."
Panggilan merdu dari wanita yang masih terus berada di hadapannya membuyarkan lamunan Naruto.
"Kenapa diam saja? Apakah tidak enak?"
Pria itu segera menggelengkan kepalanya "tidak.. ini enak sekali, aku hanya sedang berpikir saja tadi."
"Kalau begitu segera dimakan, karena tidak akan enak kalau mienya sudah dingin.."
"Iya, sayang."
Semu merah terlihat di pipi seputih susu milik Hinata, nyatanya panggilan-panggilan manis itu belum sepenuhnya terbiasa di telinga sang wanita. Hinata masih terasa asing dan juga malu jika mendengar panggilan itu dari Naruto.
"Kenapa?"
"Ti-tidak.. Naruto-kun tadi memikirkan apa?"
Melirik pada wanita yang masih terus menatapnya, Naruto lalu meletakan sumpitnya di atas piring tanda bahwa ia telah selesai makan.
"Aku?"
Wanita itu mengangguk.
"Aku memikirkan dirimu." Lalu "Hinata boleh tambah lagi tidak?"
Mengangguk dengan cepat, Hinata begitu takjub kala melihat nafsu makan Naruto. Nyatanya beberapa hari ini pria bersurai kuning itu selalu pilah pilih makanan.
Setelah selesai berdoa di makam kedua orang tua Hinata, Naruto terlihat lesu. Hinata paham bahwa Naruto menyesal dengan masalalu yang telah terjadi di antara mereka, namun bukan itu maksud Hinata mengajak Naruto bertemu kedua orang tuanya.
Hinata hanya ingin memperkenalkan suami serta anaknya kepada ayah juga ibunya, Hinata sangat bahagia karena sekarang ia telah merasakan rumah tangga yang selama ini ia impikan dan karena itulah dirinya membawa Naruto bertemu dengan kedua orang tuanya walaupun hanya nisan yang mereka jumpai.
Setelah melihat ekspresi Naruto yang begitu berantakan Hinata akhirnya mengajak sang suami pergi makan ke salah satu kedai langganan dirinya dan juga kedua orang tuanya dulu. Kedai ramen yang begitu lezat dan juga penuh kenangan, Hinata membawa Naruto untuk makan bersama di kedai itu.
"Apakah kita bisa setiap hari datang kesini?"
Wanita itu tersenyum "boleh saja, tapi makan ramen setiap hari tidaklah bagus untuk tubuh Naruto-kun."
Masih terus mengunyah beberapa mie yang berada di dalam mulutnya pria itu lalu menggeleng perlahan "jangan mulai menjadi seperti ibu, Hinata.. ini sangat enak kamu tidak boleh melarangku makan makanan seenak ini."
"Ka-kalau begitu apakah masakan ku kurang enak?"
Menatap manik amethyst di hadapannya "tentu saja tidak!"
"Ah begitu y-"
"Maksud ku tentu saja tidak benar! Masakanmu yang paling enak dari semua tempat makan yang ada dikota ini Hinata.." ucap Naruto menggebu-gebu membuat Hinata sedikit geli melihat tingkah sang suami.
KAMU SEDANG MEMBACA
Painful Love
FanfictionApa yang lebih menyakitkan dari di tinggalkan? Maka Hinata akan menjawab- Tetap bertahan meskipun tak di inginkan. Mencoba kuat meskipun terus menerus di sakiti. Bodoh? Tentu saja. Wanita mana yang ingin di perlakukan seperti itu? Tidak ada, tidak a...