Dua Puluh Sembilan

98 8 0
                                    

       
       Alika sudah berada di kamarnya.
Ia kembali membuka macbooknya, untuk mencocokkan beberapa jadwal even dan wedding beberapa bulan ke depan.

Perut yang berbunyi karena lapar ia tahan. Karena ia masih merasa sungkan dengan abangnya.

Beberapa kali fokusnya terpecah. Dan berulangkali ia melempar pulpen yang ia pegang dengan gemas.

Merasa lelah, Alika meletakkan MacBook, kalender, dan pulpen yang ia pegang. Ia lantas beralih menuju balkon untuk menghirup udar malam sejenak.

Tanpa menghidupkan lampu balkon, Alika duduk di kursi malas.

Merebahkan setengah badannya, ia membuka ponsel yang ia pegang.

Memberanikan diri, ia buka kembali galeri yang di sana banyak menyimpan kenangannya bersama sang mantan.

Mau tak mau, senyumnya terbit. Meneliti betapa manisnya foto-foto kenangan mereka berdua.

Satupun belum ada yang ia hapus, karena belum sempat dan ia masih tak sanggup kehilangan sisa kenangan mereka berdua

Semakin di lihat, semakin terasa sesaknya.

Sakit.

Perpisahan mereka tetap menyakitkan baginya. Memejamkan mata ia seperti tak sanggup. Dalam tidurpun, suara dan bayangan Catur seperti meracuni akal sehatnya.

Suara pintu kamar yang dibuka, membuat Alika segera menutup galerinya.

Menghela nafas pelan, Alika beranjak masuk kembali ke dalam kamarnya.

Di sana, ia dapati papa dan mamanya sudah duduk di sofa dalam kamarnya.

Pasangan romantis itu meminta Alika duduk di tengah keduanya. Dengan senang hati Alika menuruti dan duduk di sana.

"Ada apa pa, ma?" tanya Alika.

"Nggak ada kak. Papa sama Mama, cuma kepingin ngobrol santai sama kakak" jawab papa.

"Oh oke. Papa sama Mama mau ngobrolin apa?" tanyanya.

"Kerjaan kamu gimana, kak?" tanya mama.

"Baik ma, padet seperti biasa, Alhamdulillah.. " jawabnya.

"Sini kak, papa pingin di glendotin anak gadis papa" pinta papa sembari membawa kepala Alika bersandar di bahunya.

Bukan hanya bersandar, Alika merangkulkan tangannya di perut berisi papanya.

"Hubungan kamu sama Catur gimana, kak?" tanya ayah.

"Baik kok yah. Cuma ya, memang jarang ketemu aja. Karena waktu free kami sering benturan. Kenapa, pa?" tanyanya penasaran.

"Nggak kok kak, papa cuma tanya aja."

"Tadi ada ngapain sama abang, kok kayak perang dingin gitu?" selidik mama.

"Ah nggak kok ma. Nggak ada apa-apa, sedikit salah paham aja" aku Alika.

"Ya udah, kalau nggak ada apa-apa. Tapi, bentar lagi Abang pergi lho" pancing mama lagi.

"Pergi?, Ke mana ma?."

"Honeymoon kak, ke Bali"

"Oh. Kenapa berangkat malem, ma?"

"Abang milih perjalanan malem kak, ya kurang jelas juga apa maksutnya. Abang nggak ada bilang?" tanya mama.

"Belum ma, mungkin Abang belum sempat."

"Oke. Ya udah mama keluar dulu ya?. Kamu boleh sama papa dulu" ucap mama Irena sembari melangkah keluar kamar.

Alika masih bertahan dalam rangkulan sang papa. Ia ingin berbagi cerita.

Lisannya berulangkali terbuka, namun ia tutup kembali. Kata-kata seperti sulit keluar dari lidahnya.

"Entah, papa merasakan sesuatu sedang terjadi di diri kakak. Tapi papa berdoa, semoga nggak ada apa-apa, baik-baik aja. Apa kakak ingin cerita?."

"Emm.. nggak ada apa-apa yang mau kakak ceritain. Semua baik-baik aja kok. Nanti kalau kakak kesulitan, kakak juga pasti minta bantuan papa kok. Tenang aja" ucap Alika menenangkan papanya.

"Ya udah kalau nggak ada apa-apa, Alhamdulillah. Yuk, papa temenin tidur."

"Ah, oh, emm.. makasih pa. Kakak belum mau tidur, masih banyak kerjaan" elaknya.

"Oke deh kalau gitu. Tapi jangan larut-larut ya, istirahatnya?" pesan papa sembari mengecup kening sang putri dengan sayang.

"Iya pa."

Papa Hendra keluar dari kamar Alika. Sementara sang empunya kamar, kembali mengambil keperluan bekerjanya.

Ia ingin mengusir kantuk, karena ia berencana tidak tidur. Takut jika ia tidur, bayangan sang mantan kembali menghantui.

                           
                               💔💔💔

  Satu jam kemudian, di saat ia sudah bisa mengembalikan fokus, pintu kamarnya di ketuk.

Pintu terbuka, nampak di ambang pintu, Abang dan iparnya berdiri. Alika hanya memandang sekilas, setelahnya kembali menekuri MacBook di tangannya.

Mereka berdua mendekati Alika yang sedang duduk di ranjang.

"Kakak" panggil Ahsan sembari duduk di depan Alika.

"Iya bang, kenapa?" tanya Alika dengan tetap mempertahankan pandangan pada macbooknya.

"Abang minta maaf soal tadi sore. Abang udah ngebentak kakak."

"Kakak maafin. Kakak juga minta maaf, kalau udah kekanakan tadi."

"Nggak kak, kakak nggak kekanakan. Abang yang nggak memahami kakak" sesal Ahsan.

"Anin minta maaf juga ya?" ucap Anin.

"Ipar nggak salah kok," jawab Alika singkat tanpa memandang ke arah Abang dan iparnya.

Ahsan mengambil MacBook dalam genggaman adiknya. Ia tak tahan dengan sikap adiknya yang menghindar.

Alika membiarkan perlakuan abangnya. Ia juga membiarkan tubuhnya di peluk erat, tanpa berniat membalas.

"Abang tau ada yang kakak pendam. Abang minta maaf nggak bisa jadi pelipur lara buat kakak," sesal Ahsan.

"Kakak nggak apa-apa bang."

"Semoga begitu. Emmm kak, malam ini Abang sama istri mau terbang ke Bali. Abang minta doa supaya kami selamat sampai tujuan dan balik lagi ke rumah dengan selamat juga."

"Amin.. iya bang, selamat honeymoon. Hati-hati."

"Kamu nggak ikut anter kami ke bandara?" tanya Anin.

"Maaf, aku masih capek. Biar di anter yang lain aja" tolak Alika.

"Ya udah. Kamu hati-hati di rumah, ya?."

"Iya."

"Kami akan seminggu di sana. Kakak jaga diri baik-baik" pesan Ahsan.

"Iya bang. Gih sana berangkat, supaya nggak ketinggalan pesawat."

Akhirnya pasangan pengantin baru itu keluar kamar Alika.

Mereka berdua segera membawa keperluan honeymoon mereka.

Di iringi tatapan Alika dari kamarnya di lantai atas, mobil milik papa membawa keluarganya mengantar pasangan Ahsan dan Anin ke bandara.

                       
                            💔💔💔

Faidatul Mar'ah

Jember, 25 Desember 2021

Selamat natal 2021 bagi yg merayakan, semoga dlm kedamaian..

Vote dan komennya ramein dong...

Maksa nih..🤭🤭🤭

Makasih..

Finally Sah (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang