Dua Puluh Empat

94 10 0
                                    

        
         Di kantor Alika, suasana tidak begitu ramai dengan pelanggan. Namun Alika tetap berusaha menyibukkan diri dengan kegiatan apapun. Semua itu demi mengusir bayang wajah mantan kekasih dari pikirannya.

Kebiasaan langka itu, tentunya menyita perhatian orang yang ada di kantornya. Namun demikian, mereka sama membiarkan Alika melakukan apa pun yang ia kerjakan.

          Melirik jam digital di ponselnya, ia agak terkejut. Karena jam sudah menunjukkan waktu istirahat. Dan entah mengapa, matanya meminta di istirahatkan. Jadilah ia berpamitan pada sahabatnya untuk tidur sejenak.

"Arvi, gue istirahat dulu ya?. Mata gue nggak tahu kenapa ngantuk banget,"

"Iya. Elo istirahat aja, dari pagi gue lihat elo nggak baik-baik aja. Tidur gih, siapa tahu baikan"

"Iya. Kayaknya gue kecapaian. Ya udah, gue masuk dulu. Entar kalau ada yang butuh gue, bangunin aja" pesannya.

"Iye."

Alika pun segera masuk ke dalam ruangannya. Ia ingin tidur sejenak. Rasa kantuk benar-benar tidak bisa ia toleransi lagi.

                               💔💔💔

           Sekitar tiga puluh menit dari Alika tidur, dua mobil nampak masuk ke halaman kantor Alika. Hal itu tentu mengundang tanya bagi orang-orang Alika dan beberapa pelanggan yang kebetulan ada disana.

Dua mobil itu sama-sama terbuka pintunya. Seorang perempuan paruh baya nampak keluar dari mobil sebelah kanan. Dan dari sebelah kiri, nampak seorang pemuda ber jas juga keluar dari mobilnya.

Kedua orang yang tidak saling kenal itu, saling melempar senyum. Sebelum akhirnya si ibu paruh baya lebih dulu masuk. Sementara sang pemuda masih berdiri di samping mobilnya untuk menerima telpon.

        Ibu paruh baya tersebut masuk ke dalam gedung. Arvi yang melihatnya segera menyambut kedatangan ibu tersebut.

"Selamat siang Bu" sapa Arvi sembari mengulurkan tangan yang di sambut si ibu.

"Siang mbak. Emm, nak Alika ada?" tanya si ibu.

"Alika?. Oh ada Bu, tapi dia baru saja pamit istirahat," ucap Arvika.

"Wah sayang sekali, padahal saya kepingin banget ketemu" sesal si ibu.

*Oh maaf Bu, mari duduk dulu."
Si ibu pun duduk dan di ikuti Arvika.

"Ibu mau ada pesan sesuatu?" tanya Arvi.

"Oh nggak mbak, saya mau ketemu nak Alika aja" kekeh si ibu.

"Baik Bu, kalau begitu saya bangunkan Alika sebentar."

Arvi masuk ke dalam untuk membangunkan Alika. Sementara si ibu menunggu dengan gelisah.

         
                             💔💔💔

            Di atas sofa di dalam ruangannya, Alika bergerak gelisah dalam tidurnya. Keringat dingin membasahi tubuhnya. Matanya yang terpejam terlihat mengeluarkan air mata.

Arvika masuk, dan keheranan begitu melihat keadaan Alika yang diluar kewajaran. Agak tergesa ia mendekat untuk membangunkan sahabatnya itu.

"Abang.." ceracau Alika.

"Al, bangun Al" panggil Arvika sembari mengguncang pelan pipi Alika.

"Abang.. jangan pergi.." ceracaunya lagi. Membuat Arvi terpaksa mengguncang pipinya agak keras.
Berhasil. Alika perlahan membuka matanya. Namun pandangannya kosong dan ke sembarang arah. Membuat Arvika kebingungan.

"Abang..." panggilnya lagi.

"Al, elo kenapa?!" tanya Arvika. Namun Alika tidak merespon.

Ia malah bangkit dan berjalan tergesa membuka pintu. Alika terus berjalan keluar.

"Al, elo mau ke mana?!" teriak Arvika yang tidak di gubris sama sekali.

"Mbak, Alika kenapa?!" tanya si ibu, yang rupanya masih ada di ruang tunggu.

"Nggak tahu Bu, saya mau kejar dia dulu."

"Saya ikut mbak."

Arvi dan si ibu mengejar Alika dari belakang

Fadil yang masih ada di parkiran terkejut dengan kegaduhan tersebut.
Ia melihat Alika berjalan ke sana kemari dengan tampang yang berantakan. Pandangan matanya ke sambarang arah dan kosong.

"Al!"

"Nak Alika!"

Suara teriakan dari dalam gedung. Hal itu membuat Fadil mau tak mau akhirnya mendekat. Alika berlari kecil menuju ke gerbang.

Abang.., Abang di mana?!" Panggilnya berteriak. Langkahnya semakin cepat, Fadil tak mau kalah. Alika sudah sampai di badan jalan. Dari arah kanan, Fadil melihat ada motor yang melaju cukup kencang.

"Kak Alika awas!!" teriak Fadil seraya berlari secepat mungkin untuk meraih tubuh Alika.

Berhasil.

Fadil berhasil meraih tubuh Alika dalam pelukannya. Detak jantung keduanya berpacu begitu juga dengan semua orang yang melihat peristiwa itu.

Alika masih bertahan di dada Fadil. Nafasnya pun masih memburu, seirama dengan nafas Fadil.

"Abang mana?!" tanyanya sembari terisak kecil.

"Abang siapa kak?" tanya Fadil.

"Abang katanya kemarin mau nikah. Dia ninggalin Alika" ucapnya.

Dari sinilah Fadil memahami, tangisan Alika semalam karena hubungannya dengan sang kekasih berakhir. Hatinya sedih dan marah mengetahui kebenaran ini.

Dengan hati-hati, ia membujuk kak Alika nya untuk duduk di dalam mobilnya. Beruntungnya Alika menurut dengannya.

                               💔💔💔

Faidatul Mar'ah

Jember, 16 Desember 2021

Finally Sah (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang