Riski

2.6K 174 4
                                    

Lebaran telah berlalu dua hari, namun rumahku masih ramai oleh sanak saudara yang datang. Keempat abangnya juga pulang kampung. Malam itu ketika tengah bercengkrama semua, ayahnya mengumpulkan mereka untuk saling bercerita. Tampak semuanya lepas bicara, hanya aku yang diam dan tak banyak bicara, cuma sesekali menanggapi obrolan. Tiba-tiba Abangku yang pertama membahas
sesuatu yang sangat tak kuinginkan.

"Ku dengar Adri sudah kerja, berarti sudah ada penghasilan. Abang rasa di usiamu sekarang sudah pantas kalau kau menikah?"

"Benar, kau yang mau kayak gimana Dri, bilang sama abang biar dicarikan" Sahut yang lain pula.

Aku yang bermaksud akan meneguk teh batalkan niat. Moodku langsung punah.

"Belum berpikir untuk menikah bang" Jawabku lesu.

"Adikmu saja sudah tinggal kamu yang belum" Sambung abangku yang lain.

"Aku belum siap" setelah mengeluarkan kata-kata itu aku langsung pergi keluar, membawa motorku dengan tujuan ngasal.
***

Ke pusat kota kabupaten, itulah tempat yang akhirnya ku tuju, lalu ke alun-alun yang malam itu tengah ramai oleh pengunjung, selain banyak
wahana permainan buat anak-anak ada pula pentas musik.

Aku memutuskan mojok disebuah warung penjual sate. Setelah memesan sate aku membuka ponselnya untuk mengecek media
sosial.

"Bang!" Tegur seseorang yang ternyata adalah Bani.

Sepasang mataku langsung berbinar cerah, namun hanya sesaat karena di samping Bani tegak berdiri seorang gadis cantik. Aku merasakan gejolak dada ini mulai bergemuruh karena cemburu.

"Jalan-jalan ya Ban?" tanyaku berbasa-basi setelah berhasil menindih gejolak rasa perih sambil melirik perempuan yang bersama Bani, cantik dan tinggi.  Benar-benar pantas buat Bani.

"Iya Bang, oh iya kenalin ini putri cewekku" Ucap Bani memperkenalkan pacarnya.

"Putri"

"Adri"

Perkenalan yang kurang menyenangkan, dingin dan cenderung acuh, ada kesan saling tak ingin tau diantara aku dan Putri.

Bani dan Putri duduk di meja sebelahku. Mereka juga memesan sate.

Aku pun pasang aksi cuek dan malas untuk melihat mereka.

"Hallo bro, sombong ya!" Tiba-tiba terdengar suara riang seseorang menegurku.

Aku langsung menaikkan wajah untuk melihat orang yang
menegurku barusan.

"Riski" seru aku girang begitu mengenali orang itu. Cepat aku melompat bangkit dan memeluk orang yang kupanggil Riski itu.

"Anjay, segitu kangennya sampe peluk segala" Goda Riski sambil balas memeluk erat.

"Bodoh ah, udah lama kagak jumpa, kapan pulang?" Tanyaku. Kami berdua pun duduk di meja yang sama, bersiap akan cerita panjang tentang kisah dan pengalaman kami.

Riski adalah sahabat akrabku selain Ridho, namun sudah empat tahun dia merantau dan tak kunjung pulang kampung, agaknya lebaran kali ini barulah dia punya waktu untuk menengok kampung halamannya lagi.

"Sehari sebelum lebaran, sebenarnya aku mau ke rumah mu, tapi pasti rumahmu lagi rame. Tunggu sepi dulu" Ucap Riski sambil
menaikkan alisnya. Riski pemuda dengan tubuh bagus itu tersenyum, rambutnya ikal dengan wajah yang sedap dipandang.

"Ngacok kau, katanya udah sukses nih di perantauan?" Aku kembali bertanya.

"Dibilang sukses sih enggak, tapi lumayanlah. Eh udah pesan makanan belum? Biar aku yang bayar" ucap Riski sumringah.

DIA ADALAH BANIKU (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang