Langsung Bertengkar?

2.6K 152 8
                                    

"Mau sampai kapan kau berbaring di pahaku?" Tanyaku yang mulai merasakan kebas dibagian paha akibat terlalu lama menopang kepala Bani yang rebahan disana.

"Sampai aku puas memandangi wajahmu" Jawab Bani yang memang dari posisinya terus saja melihat ke arahku.

"Tapi pahaku pegal dan kebas Ban? Salah sendiri, ada dipan malah dipatahkan" Ketusku sambil melirik dipan bambu disebelahku yang telah hancur akibat tindihan Bani tadi.

"Duh kasiannya pacarku ini, iya maaf ya sayang. Sini abang obatin" Ucap Bani menggodaku dengan manis.

Benar saja, diapun mengangkat kepalanya dari bantalan pahaku, lalu..
Cup, cup, cup. Bertubi-tubi dia menciumi pahaku yang dibalut celana coklat muda selutut.

Aku tersenyum bahagia, tak menyangka ternyata Bani bisa seromantis ini.

"Gimana? Udah ilang belum pegalnya?" Tanyanya sambil menatapku dengan menaikkan sepasang alisnya. Bibir tipis merahnya tersenyum lebar. Oh Tuhan, ini bukan mimpikan? Pria tampan ini benar-benar pacarku kan?

"Belum, lu rebahannya hampir sejam, masa ciumnya cuma segitu" Protesku menggodanya.

"Ya udah, sini aku cium lagi" Dengan cepat Bani menciumi pahaku lagi, bahkan kali ini lebih menggila dari yang tadi, dia menaikkan sedikit kaki celana selututku hingga pahaku yang cerah kekuningan dan ditumbuhi bulu terpampang. Disanalah dia menciumi pahaku hingga menimbulkan sensasi geli yang membuat bulu romaku meremang.

"Udah puas belum? Kalau belum nih aku kasi bonusnya" Celetuk Bani, lalu cupp cepat sekali Bani menempelkan bibirnya di selangkangan celanaku. Aku tergugup, ada desah kecil karena kaget sekaligus geli yang menggelitik.

"Gila kau!" Ucapku pura-pura jengkel, walau aslinya senang sekali.

"Hehehe" Bani cekikikan kecil, renyah sekali, mungkin dia lucu melihat ekspresi wajahku yang senang bercampur malu.

"Makasih ya bang, udah mau jadi pacarku, sungguh gak nyangka" Ucap Bani sambil duduk disebelah ku, dengan bahagianya dia menyandarkan kepalanya di pundakku. Kami masih di gubuk kosong itu, bersandar di dindingnya yang sudah mulai lapuk. Aku meliriknya dengan bahagia, wajah yang masih ditempeli plaster luka  di pelipis dan sudut bibir yang sedikit memar masih terlihat begitu mempesonaku.

"Udah sore, Ban. Pulang yuk!" Ajakku setelah melihat matahari mulai condong ke barat dan langit mulai kejingga-jinggaan.

"Gak mau!" Ucapnya dengan nada manja.

Sumpah hari ini aku banyak mendapati sifat Bani yang selama ini tak ku ketahui, posesif, romantis dan manja.

"Kenapa?" Tanyaku ingin tahu.

"Di rumah aku sendirian, keluargaku lagi ke rumah sodara dari semalam"

"Bagus deh, aku nginep di rumahmu ya?" Pintaku.

"Hah, serius?" Bani langsung terlonjak kaget.

"Iya, mau ditaruh kemana mukaku kalau pulang ke rumah? Tak lihat apa, akibat bibir jalangmu itu ada bekas cupang di leherku. Kalau mereka nanya leherku, duh malunya" Ucapku sok protes.

Bani mengekeh kecil, matanya melirik ke arah leherku yang memang telah dinodainya dengan bekas cupangan.

"Bagus deh, justru aku senang abang mau main ke rumahku, itu artinya, nanti malam bisa dong?" Ucap Bani pula.

"Bisa apa?" Tanyaku lagi

Bani rapatkan bibirnya ke telingaku.
"Cetak gol" Bisiknya.

"Cetak gol pantatmu itu!" Ucapku jengkel, segera aku bangkit dan ingin berjalan, namun limbung. Ya Tuhan, kakiku kesemutan dan kebas, aliran darahnya masih kacau. Untung saja Bani cepat menangkap tubuhku, kalau tidak pasti aku sudah terjatuh.

DIA ADALAH BANIKU (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang