Paranoid

1.5K 105 6
                                    

Nuansa lebaran telah berlalu, kini aku kembali masuk bekerja di grosir milik Aji. Oh iya Riski dan Ridho dua sahabatku itu juga telah sibuk dengan kegiatan semula, Riski kembali ke perantauan, sedangkan Rido kembali bekerja di sebuah pabrik pengolahan minyak kelapa. Terus bagaimana dengan Bani? Hmmm pacarku itu aduh gimana ya bilangnya, jujur aku memang suka dan sayang sama dia, namun sifatnya sering labil, terkadang lembut bahkan kelewat manis, namun juga bisa kelewat keras dan kasar. Apalagi sifat pencemburunya itu sering kali memicu pertengkaran diantara kami, misalnya saat tengah jalan-jalan dan ada cowok tampan yang kami temui dan aku memandang lama sedikit itu sudah cukup bisa membuat Bani memarahiku. Bahkan lebih parahnya lagi kalian tau sendiri kan Bani itu kalau marah suka main tangan. Seperti yang ku alami sekarang, aku meringkuk di pemakaman China dengan dahi sobek berdarah, semua terjadi hari ini:

Siang itu saat jam istirahat di grosir, Aji dan Yoga datang membawakan makan siang untuk para pekerjanya, termasuk aku. Oh iya Yoga juga akhirnya bekerja dengan Aji, cuma di cabang grosir yang lain. Entah kenapa  siang ini Yoga bisa muncul di sini, mungkin karena diajak Aji, maklum Yoga kan masih sodaraan dengan big bos.

Sialnya, di saat bersamaan tanpa memberitahuku terlebih dahulu Bani juga muncul dengan membawa kotak bekal. Karuan saja wajahnya langsung semerah bara melihatku yang saat itu tengah makan bersama Yoga. Tanpa sepatah katapun Bani pergi, masih sempat ku lihat diluar toko pemuda itu membuang bekal yang dibawanya dan langsung memacu motor seperti kesetanan.

Aku yang semula berniat ingin mengejarnya langsung saja menciut nyali, aku yakin Bani benar-benar murka sekarang. Dari pinggir jalan aku hanya sempat menyaksikan sosoknya yang mengecil di ujung jalan.

"Ah biarlah dulu, mudah-mudahan nanti marahnya mereda, baru aku bicara menjelaskan" Begitu pikirku.
***

Jam setengah 6 sore, grosir pun tutup. Dengan perasaan kalut aku melajukan motorku kembali ke kos-an. Dan ternyata dugaanku benar, Bani tidak akan membiarkan masalah kecil ini berlalu begitu saja. Suasana kos yang sepi karena rata-rata penghuninya para pekerja yang biasa pulang malam mendadak membuatku tercekat. Semua karena sosok yang tengah duduk di depan pintu kamar kosku menatapku dengan teramat tajam, wajah tampan itu memancarkan aura yang mencekam hingga membuatku takut melihatnya. Dengan langkah gemetar aku mendekati sosoknya. Jantungku langsung berdetak menderu. Semakin dekat semakin aku takut.

"Maaf Ban, udah lama nunggu?" Hufff akhirnya kuberanikan buka suara untuk mengurangi keteganganku.

"Buka pintu itu cepat!" Suara yang menyahutiku itu begitu dingin.

Dengan tangan bergetar aku mengeluarkan kunci dari saku celana untuk membuka pintu.

"Kreek" Liang pintu kos_anku pun terkuak. Baru saja selangkah aku masuk satu tangan kokoh telah mendorongku dengan kasar, hampir saja aku terjerembab jatuh.

"Brakk" Terdengar pintu ditutup dengan keras, lebih tepatnya dibanting.

"Adri... Sudah berapa kali kau kuperingatkan! Jauhi Yoga!" Sepasang tangan kekar telah merenggut kerah leherku.

"Ban, tenanglah dulu, biar aku jelaskan" Ucapku terbata-bata.

"Jelaskan apa lagi? Apa kau mau bilang kalau kalian makan suap-suapan?!" Gelegar suara Bani itu nyaris membuat copot jantungku. Bani lepaskan cekalan di kerah kemejaku, namun disusul dengan kekerasan lainnya

"Plakkk" Keras sekali tamparan itu mendarat di pipi kiriku. Saking kerasnya kepalaku langsung oleng ke samping sedang telingaku mendadak tuli sesaat karena dilanda suara berdenging yang hebat. Kurasa wajah sebelah kiriku pedas dan panas.  Dengan tangan bergetar dan mata berkaca-kaca aku memandang ke pada Bani.

"Sakit Ban" Keluhku, berharap hatinya akan melunak. Namun aku salah, senyum sinis yang justru mengembang di bibirnya.

"Sakitkan? Tapi asal kau tau Adri, hatiku jauh lebih sakit melihatmu berduaan dengan si Anjing itu!"

DIA ADALAH BANIKU (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang