Menikah?

1.4K 94 9
                                    

Matahari sudah teramat condong di sebelah barat, membuat langit disebelah sana memaparkan bentangan warna jingga, indah sekali.  Aku tak menyangka Bani akan membawaku ke tempat ini, tempat dimana dia pertama kali menyatakan cinta untukku.

"Ban, ini?" Aku terperangah menyaksikan gubuk reyot yang dulu menjadi saksi percintaan kami. Kini gubuk itu telah berubah menjadi rumah mungil kokoh, meski masih sama yaitu terbuat dari anyaman bambu, namun arsitekturnya keren, kekinian namun tetap mempertahankan sentuhan tradisional nan klasik.

"Ini gubuk bersejarah kita, sebulan yang lalu aku merenovasinya. Sebenarnya lahan di sini milik ayahku, tapi sudah dialihkan atas namaku. Aku punya mimpi kita tinggal disini, dan lahan ini akan aku sulap menjadi kebun buah dan sayur " ucapan Bani itu seketika membuatku masygul, ternyata dulu sudah sejauh itu Bani merencanakan masa depan kami sebelum segala-galanya kandas.

"Kita menginap disini" tambah Bani.

"Apa?" Kaget sekali aku mendengarnya.

"Kenapa? Kau takut?" Ledek Bani.

"Bukan, aku lebih takut sama manusia dari pada sama setan" Bantahku seketika.

"Kenapa? Kau masih takut samaku? Kau takut kalau aku membunuhmu? Semarah-marahnya aku, tak akan pernah terlintas di pikiranku kau akan pergi apalagi mati, jikapun mati aku ingin kita mati bersama" Bani berucap sambil membuka pintu rumah bambu itu.

"Ah kau ini, ucapanmu terlalu mengerikan. Udah jangan bahas-bahas masalah mati" ucapku bersamaan dengan suara kereketan pintu yang terkuak.

Mataku langsung tertuju ke dalam rumah, Bani menarik tanganku masuk. Rumah kecil itu hanya ada tiga ruang, yaitu ruang depan sekaligus yang terbesar, disisi kirinya ada kasur bantal dan selimutnya, tak ada kursi di ruang ini, yang ada hanyalah tikar pandan dan sebuah meja kecil. Satu ruang dibelakang sebagai dapur, lalu satu lagi sebagai kamar mandi.

"Huahhh capeknya" begitu selesai membuka sepatunya, Bani langsung merebahkan tubuhnya di atas kasur, sambil berbaring dia mencopot bajunya, hingga kini bertelanjang dada.

"Duduk bang, gak usah malu-malu"

Aku menurut, aku membuka sepatu dan duduk di sebelahnya, diatas kasur itu. Sepasang mata Bani menatap padaku dengan manja.

"Bang, capek nih, pijitin dong" Ucap Bani sambil menepuk-nepuk pundaknya yang kokoh.

"Glekk" aku menelan ludahku sesaat sedangkan mataku memandang pada pundak dan punggung Bani. Kegagahan yang diam-diam masih sering ku rindukan.

Dengan tangan bergetar aku menempelkan kedua tanganku disana. Meski ini bukan kali pertama aku menyentuh tubuh pria ini, namun entah mengapa sekarang nuansa nya benar-benar beda.

Dengan hati-hati aku memijat bahu dan punggung itu, sesekali kudengar erang halus bercampur desah kecil keluar dari mulut Bani, entah karena sakit atau karena nyamannya pijatanku. Ketika tanganku bergerak turun ingin menyentuh pinggangnya seketika Bani balikkan tubuhnya, menarikku jatuh kedalam pelukannya, dan sekejap kemudian posisi kami kembali berubah, dia kini menindihku.

"Aku merindukanmu Bang, tolong izinkan aku menyentuhmu malam ini. Untuk mengobati keringnya dahaga dan hasrat kasih sayangku"
Setelah itu kedua mata kami saling menatap, debar di dadaku semakin keras, dan sekian detik berikutnya wajah Bani turun menghampiri wajahku, lalu terjadilah kemesraan itu, dua bibir kami bertemu dan menempel dengan hangat. Sementara tubuh kami semakin melekat erat. Aku terhanyut dalam gairah yang telah lama tak kurasakan. Aku telah mengawang-awang hingga tak sadar kalau tubuhku telah polos tanpa sehelai benangpun yang menutupi. Ku biarkan Bani menyentuhku, kubiarkan Bani menjamahku, kubiarkan dia menuntaskan haus dan dahaganya akan sosokku. Semakin lama semakin panas saja permainannya meski tubuh kami telah banjir oleh keringat.
***

DIA ADALAH BANIKU (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang