Kisah Yoga

1.5K 91 9
                                    

Hari pertama bersama Yoga benar-benar menyenangkan, meski dia dalam keadaan sakit tapi dia tetap saja punya bahan cerita yang bikin aku ngakak, bisa ku bilang Yoga ini punya selera humor yang tinggi. Bahkan kadang cerita-cerita humor nya cenderung mengarah ke hal yang berbau porno.

"Dasar otak mesum!" Makiku ketika lagi-lagi Yoga menceritakan humor joroknya.

"Namanya juga laki-laki" Celetuk Yoga.

"Jadi kau pikir aku ini bukan laki-laki?" Aku langsung pelototkan mata.

Yoga memandangku dengan konyol.
"Mana ku tahu? Kan aku belum pernah lihat anumu, pedangkah? Atau malah seperti belahan martabak?"

"Tak berotak" Makiku lagi.

Yoga cuma nyengir lalu dia memberi isyarat agar aku ikut rebahan di sebelahnya. Aku pun merangkak naik ke ranjang dan berbaring di sebelahnya, kepalaku berbaring di atas bantal nan empuk dengan sarung bermotif Naruto. Yoga geser posisinya sedikit hingga kepalanya ada di atas lenganku hingga aku bebas membelai rambut gondrongnya. Tiba-tiba aku teringat pada penuturannya yang lalu kalau dia itu udah suka samaku sejak lama, aku pun penasaran.

"Tak, dulu kau bilang kau udah suka samaku sejak lama, jauh sebelum aku kenal samamu, itu ceritanya gimana?" 

"Ohhh kenapa emangnya?" Tanyanya sambil melirikku.

"Penasaran aja" Sahutku pendek.

"Jadi beneran pengen tau?"

"Ya iyalah, kalau gak buat apa aku nanya?" Lama-lama jengkel juga.

"Ada syaratnya, kalau aku udah cerita kau harus tunjukkan burungmu" Yoga langsung senyum mesum.

"Babi! Syarat seperti apa itu?" Saking gemesnya aku menoyor kepalanya.

Yoga sendiri kembali ngakak, meski tertawa mimik wajahnya terkesan aneh karena seperti menahan sakit. Ya iyalah, tulang belikatnya kan cedera, kalau dia tertawa tulang belikatnya ikut kontak.

"Iya-iya aku cuma bercanda. Jadi itu ceritanya...."
***
Flashback:

Di studio kecil milik band Aji di samping gudang rumahnya, siang itu terlihat riuh dengan berkumpulnya seluruh personil Band D'Good Sinner.

"Ayolah Yog, bantu kami kali ini saja. Aku lagi sakit, gak mungkin aku tetap jadi vokalis sedangkan waktu festival semakin dekat" Aji, pemuda berperawakan tinggi itu tengah membujuk seorang pemuda berambut gondrong sebahu yang tak lain adalah sepupunya sendiri.

Di sisi lain Rico sang penggebuk drum tengah memainkan stik drum di jari-jarinya dengan lihai, lalu Yudi sang gitari tengah menyetel gitar akustik. Hanya Aji dan Alex yang serius berbicara dengan Yoga.

"Ogah, lu kira aku gak malu apa menyanyi ditonton banyak orang. Mana di depan kampusku pula. Bisa-bisa aku diledek teman sekelas" Si gondrong yang tak lain adalah Yoga itu menampik bujukan Aji.

"Tapi Yog, suara kamu itu bagus, tampilanmu juga keren, kalau kau gabung pasti penonton cewek pada ngebantu vote lewat SMS" Alex turut pula melancarkan jurus memghasutnya.

"Halah, festival kelas teri aja pada belagu pake vote SMS, emangnya dangdut Indosiar apa?" Yoga cuek saja , direbahkannya tubuhnya di atas sofa mungil, sedangkan Aji dan Alex duduk di depannya dengan tatapan penuh harap.

"Ayolah Yog, sekali saja. Kalau kau mau aku akan belikan kamu handphone baru" Aji kembali menghasutnya.

"Bodoh amat. Suaraku mahal, cuma orang-orang tertentu yang boleh mendengar aku nyanyi" Cuek Yoga. Karuan saja yang lain langsung mencemoohnya.

"Kreekk" Tiba-tiba pintu studio mini itu terbuka, pria ganteng lain pun masuk, Fadli.

"Sorry telat, belum mulai kan latihannya?" Tutur Fadli sambil mendekati galon air minum, agaknya dia tengah kehausan.

"Mulai apanya? Orang yang kita harap mau jadi vokalis malah gak mau" Celetuk Rico sambil menunjuk Yoga dengan stik drum. Yoga tetap acuh.

"Hmmm" Setelah bergumam dan meneguk air di gelas, Fadli cepat memghampiri Aji, lalu dia juga memberi isyarat pada anggota yang lain agar ikut nimbrung.

"Kalau dia gak mau gak usah dipaksa. Aku punya usul lain" Fadli segera merogoh kantung celana mencari ponselnya, setelah ketemu segera di bukanya menu galeri. Tak lama kemudian tersajilah video seorang pria tengah menyanyi. Semua orang langsung hening menyaksikannya, termasuk Yoga yang entah mengapa ikut terhipnotis melirik pada layar ponsel Fadli.

"Gila boy, suaranya memukau" Komentar Yudi begitu video itu usai.

"Jarang-jarang ada penyanyi yang bisa ngenakin lagu tanpa melebih-lebihkan improve" Aji segera pula memuji.

"Dia teman SMP ku, namanya Adri. Kalau kalian setuju ideku, aku akan ke rumahnya ajak dia gabung, suaranya cocok buat lagu yang akan kita bawakan di festival nanti"

"Lebay?" Celetuk Yoga tiba-tiba.
"Suara kaya kerupuk pecel gitu dibilang bagus"

"Huuu dasar sirik" Sorak yang lain.

"Kalian tunggu apalagi? Cepat nego pria itu, kalau dia minta bayaran bilang, aku akan bayar dp_nya 2 juta" Perintah Aji penuh semangat dari atas kursi rodanya.

"Siap bos" Teriak yang lain.

Fadli, Yudi, Alex dan Rico segera pamit tancap gas untuk menemui calon vokalis mereka. Diikuti tatapan mata Aji yang duduk di kursi roda karena kakinya yang patah tulang, juga Yoga yang tengah memandang kepergian mereka dengan senyum aneh.
***

Kembali ke kamar Yoga.

"Bangke kau Yotak. Beraninya kau bilang suaraku kayak kerupuk pecel?" Aku merengut kesal saat mendengar ceritanya itu.

Yoga tertawa lagi.
"Waktu itu aku asal bunyi karena gengsi. Tapi sumpah saat mendengar suara nyanyianmu itu hatiku langsung bergetar, ada daya tarik yang meruntuhkan kesombonganku hingga aku ikut menyaksikan video itu, dan ternyata itu langsung membuatku terpana, kalau kau mau tau ekspresiku waktu itu gimana? Lihat nih! Kayak gini" Yoga menunjuk ke mukanya, memintaku memandang lekat pada wajahnya. Wajah Yoga menunjukkan raut bengong dengan mulut melongo, sedangkan matanya membulat dengan sorot mata penuh kagum.

Aku tersenyum melihatnya.
"Kayak kadal" Celetukku.

"Kampret" Sahut Yoga, lalu dia sambung ceritanya,
"Dari situ aku langsung kepikiran kamu terus, bahkan diam-diam aku mencuri file videomu itu. Bahkan ketika kau datang latihan, diam-diam aku mengintip dari luar. Soalnya aku malu kalau ikut gabung. Kau tau untuk mengintip kau latihan di studio itu aku harus rela manjat tembok pakai tangga" Yoga meraih ponselnya dan menunjukkan semua hasil  paparazzi nya, ada foto-fotoku juga videoku latihan band.

Aku jadi senyum-senyum sendiri melihatnya, ternyata seorang cowok seperti Yoga bisa juga ya stalking dengan cara-cara bodoh saat dilanda bucin.

"Terus kenapa kau gak berani jumpain aku?" Tanyaku lagi.

"Malulah, apa kata Aji nanti? Ku tolak tawarannya buat jadi vokalis, eh gitu mereka udah dapat vokalis dan barang bagus, aku malah merecoki studio mereka. Entar dikira mereka aku sirik" Tutur Yoga lagi.

"Tapi saat festival aku nonton kok, malah ikut melambai-lambai kan tangan hanyut dalam lagumu. Saat kau usai tampil aku malah pengen ngasi kamu bunga, tapi aku akhirnya sadar, apa kata orang masa cowok ngasi bunga ke sesama cowok. Akhirnya bunga itu gak jadi aku berikan. Bunga itu aku simpan dan sekarang bisa kau lihat dia ada di dalam pot kecil di meja itu" Yoga menunjuk meja yang dimaksud dengan bibirnya.

Benar saja disana di atas meja yang penuh buku dan miniatur aneka motor KING ada satu pot mungil berisi setangkai mawar hias.

"Dan ternyata, Tuhan menjawab semua isi hatiku. Aku akhirnya ketemu kamu secara langsung ya walaupun dalam momen yang tak enak. Tapi sumpah waktu itu aku senang setengah mati, deg-degan nya gak kehitung" Tambah Yoga lagi, akupun mengingat momen pertemuan pertamaku dengan Yoga saat aku mencegat motornya malam-malam ingin menumpang.

"Bahkan saking bahagianya, begitu sampai di rumah aku jingkrak-jingkrak joget tak menentu, sampai Aji keheranan melihatnya" Yoga pun menutup ceritanya. Aku pun langsung tersenyum malu, cerita yang manis. Apakah Bani juga mengalami hal yang sama saat melihatku pertama kali, ah kenapa dulu aku tak pernah menanyakannya.

DIA ADALAH BANIKU (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang