"Drigo bego? Mau kau pakaikan apa aku?" Siang itu Yoga kembali menggerutu saat aku pulang-pulang dari minimarket membawa sesuatu yang mengejutkannya.
"Yotak, aku repot kalau harus menemanimu kencing terus, apalagi kalau boker. Kau sehari bisa 2 bahkan 3 kali boker. Belum lagi kencingnya" Aku memberi alasan sambil menunjukkan satu bungkus besar pampers untuk orang dewasa.
"Bangke kau Drigo. Gak! Aku gak mau pake itu!" Tolak Yoga sambil menjauh dengan mendorong kursi rodanya.
"Alah lebay, udah seminggu masih pakai kursi roda. Yang sakit itu kan belikatmu apa hubungannya dengan kakimu" Ledekku. Dengan mudah aku menangkapnya. Benar saja Yoga langsung bangkit dari kursi rodanya tapi tubuhnya langsung terhuyung, hampir jatuh. Cepat aku memeluknya.
"Badanku masih sakit Dri, kau gak tau apa kalau mantanmu itu gak cuma menghajar punggungku?" Protes Yoga.
"Iya aku tau kok, tadi aku cuma menggodamu" Jawabku sambil teringat betapa beringasnya Bani menghajar Yoga, masih ada bekas lebam di beberapa bagian tubuh Yoga, termasuk kakinya.
Aku pun membawa Yoga kembali ke kursi rodanya. Mendorongnya kembali ke kamar.
"Aku mohon pakai ini ya Yog, bukan maksudku mengerjaimu, tapi aku kasihan samamu, gimana kalau gak ada aku, atau pas aku keluar dan kau kebelet kencing atau boker?" Kembali aku merayu Yoga agar mau pakai popok yang biasanya dipakai oleh orang tua yang sakit atau sudah uzur.
"Aku masih kuat ke kamar mandi, sekalipun harus merangkak"
"Jangan keras kepala Yoga. Ayolah, kau gak kasihan apa aku belinya mahal lho" Tetap aku merayu mencoba memaksanya agar mau memakai popok.
"Alah, palingan cuma 70ribu, tuh ambil di dompetku. Aku ganti" Yoga tetap menolak.
"Pakai gak? Atau mau ku pakaikan softex?" Ancamku seketika. Karuan saja Yoga kembali menaikkan alisnya. Padahal apa hubungannya coba popok dengan pembalut.
"Gila kau? Benar-benar ya becandamu keterlaluan, runtuh harga diriku"
"Almarhum ibuku dulu juga saat sakit pakai ini kok. Gak usah malu, aku udah biasa kok ngurus yang begini"
"Entar kau malah jijik" Ucap Yoga mulai melunak.
"Sumpah, buat orang-orang spesial aku gak pernah jijik" Jawabku manis.
"Ya udah deh, demi kamu ini lho" Akhirnya Yoga berkata sambil sedikit merenggangkan kaki di atas kursi rodanya.
Aku segera bertindak, melorotkan dan melepas boxernya, dan segera memakaikan sebuah popok.
"Bilang saja kalau kau sebenarnya mau lihat kontolku yang panjang ini kan?" Celetuk Yoga.
"Anjir, mulutmu cabul sekali" Omelku sambil mencubit perut Yoga.
Memang kalau dibandingkan Bani dan Yoga, sebenarnya untuk kesopanan Bani lebih unggul. Bani cuma toxic kalau saat sedang marah atau cemburu saja. Tapi kalau Yoga, bercandanya saja penuh dengan hal-hal yang jorok.
Yoga cuma mengekeh.
"Eh kok nyaman ya popoknya, pantatku serasa empuk""Kalau gitu entar kalau pipis, kencing saja langsung gak usah ke kamar mandi" Aku pura-pura memainkan ponsel padahal diam-diam aku menyetel kamera.
"Klik" Suara itupun berbunyi.
"Drigo setan, apa yang kau lakukan?" Teriak Yoga saat sadar aku mengambil gambarnya yang memakai popok.
"Aji, lihat ini Yoga pake popok" Teriakku langsung kabur.
Dengan tergopoh-gopoh Yoga segera menggerakkan kursi roda mengejarku, takut aibnya benar-benar tersebar. Padahal aku kan cuma bercanda, lagian jam segini Aji mah di grosir bukan di rumah. Gak apa-apa kan sesekali menjahili balik si kupret ini.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
DIA ADALAH BANIKU (SELESAI)
RomanceSeorang pemuda yang tergila-gila dengan sahabat adiknya bernama Bani. Apakah perasaannya akan terbalas? Apakah Bani straight atau gay? Bagaimanakah akhir dari perasaan sayang itu?