Die Together

2.5K 130 70
                                    

20 tahun kemudian.

"Ban, jika tau hubungan kalian bisa berakhir tragis seperti ini tak akan aku izinkan kau buat mendekati abangku. Dia abangku yang paling baik, sedari kecil dia tak pernah senang, Ban. Dia pengalah, sering kali dia mengorbankan kesenangannya buatku, tiap mengingatnya aku ingin menangis. Kau tau, ingin rasanya aku membunuhmu melampiaskan marahku padamu. Tapi aku tau abangku juga sangat menyayangimu. Meski dia tak pernah cerita, tapi aku tau kalau dia gay sejak lama. Aku adik terdekatnya,aku kenal abangku luar dalam. Ketika kau minta izin buat mendekati abangku, ku biarkan itu, dengan harapan agar abangku bisa merasakan cinta yang selama ini dia impikan. Tapi ternyata aku salah. Tapi sudahlah semua sudah menjadi bubur, kita harus ikhlas, membiarkannya beristirahat dengan tenang" ucap Wawan pada Bani tatkala secara tak sengaja mereka bertemu menziarahi kuburan Adri. Mereka telah sama tuanya, sama-sama empat puluh tiga tahun, namun kenangan pahit itu masih menimbulkan luka di hati keduanya, apalagi kedua keluarga mereka.

Bani dengan ditemani anaknya, bergerak pergi meninggalkan pemakaman itu dengan mobilnya.
"Nak, sampai sekarang Ayah masih merasa sangat bersalah, ayah adalah pembunuhnya secara tidak langsung, sungguh besar dosaku padanya nak" keluh Bani pada pria keren yang menyetir disebelahnya. Namanya Rian, umurnya 19 tahun, tak lain dan tak bukan adalah anak kandungnya.

"Pak, mau sampai kapan bapak masih merasa bersalah dan bersedih begitu? Andaikan paman Adri masih ada, dia pasti kecewa sama bapak" sahut si anak.

Ya, kepada anaknya ini Bani memang telah membuka rahasia kelamnya di masa lalu,dan sejauh ini anaknya menanggapinya dengan positif, maklum anaknya berpandangan luas dan open minded, apalagi dia kuliah di jurusan hukum hingga sering ikut kegiatan yang membela hak asasi manusia.

"Seumur hidup bapak" jawab Bani pendek. Meski sudah tua dan tubuh mulai sedikit berlemak, namun sisa-sisa ketampanan dan kegagahannya dimasa muda masih membekas di wajahnya.

"Awalnya bapak depresi, bahkan ingin bunuh diri, namun bapak ingat, bapak masih punya tanggung jawab untuk membesarkanmu. Begitu kau lahir bapak beri nama kau Riansyah Arya Perdana. Nama depan yang mirip bukan dengan Adriansyah"

"Ohh mantan pacar bapak itu memang tampan, suatu kehormatan namaku dibuat mirip dengannya" goda Rian pada bapaknya.

Bani mengekeh bahagia, sungguh memiliki Rian, Bani seolah menemukan cintanya kembali. Siapa sangka takdir menyuratkan demikian, karna hampir enam puluh persen wajah Rian mirip dengan Adri, bahkan suara nya sama persis dan hobi mereka juga sama, yaitu menyanyi. Dengan suara yang sama merdu. Bani yang awal-awal kepergian Adri sempat putus asa dan depresi merasa hidup kembali, dia seakan menemukan Adriansyah nya kembali lewat sosok anaknya. Anaknya itu pendiam, sama seperti Adri cuma meski pendiam Rian berpikiran terbuka dan tak segan-segan blak-blakkan mengutarakan keinginan dan pendapat. Kalau Adri kan pemalu dan tertutup.

Makanya terhadap Rian, Bani melimpahkan kasih sayang yang hebat, kasih sayang yang belum sempat dicurahkannya pada Adri, tentu saja kasih sayang sebagai seorang ayah dan anak.

"Jangan lupa yah, nanti malam aku dan teman-teman akan meresmikan kafe modal patungan kami, ayah, ibu dan eyang harus datang"

"Lah, kafe itukan punya anak muda, masa dihadiri kakek-kakek " seru Bani menggoda anaknya.

"Hahaha, usia boleh tua, semangat harus jiwa muda" senyum anaknya disusul tawa.

"Terima kasih Tuhan, Kau anugrah kan Rian sebagai anakku, dia mirip sekali dengan Adri, seolah-olah dia adalah buah cinta dari mimpi pernikahan kami"

"Nak, jika bapak mati, bapak mau dikubur di samping makam Adri" celetuk Bani seketika.

"Lho kok gak nyambung, bahas kafe kok malah bahas makam. Pokoknya Riyan doakan bapak panjang umur, sampai Rian bisa kasi cucu dua puluh orang"

DIA ADALAH BANIKU (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang