Cinta Yang Berdarah

1.5K 98 4
                                    

"Yotak, bolehkah aku bersandar padamu lebih lama lagi?" Tanyaku sambil menekankan kepalaku di bahunya, sungguh aku tak ingin kehilangan rasa tentram ini terlalu cepat.

Yoga menggeser sedikit kepalanya agar aku lebih leluasa bersandar di bahunya.

"Justru aku ingin kau bersandar padaku selamanya" Dia menggenggam tanganku, sejuta kehangatan nan syahdu merambat dari ujung jariku menuju relung hatiku.

"Terkadang hatiku menyesal, mengapa bukan kau saja yang aku cintai? Maaf Ga, aku hanya bisa sebatas ini, menganggapmu sebagai teman" Keluhku.

"Menjadi temanmu saja sudah cukup buat aku senang kok, aku tak mau egois memaksakan perasaan, gimana nyamanmu begitulah nyamanku" Sahut Yoga.

Jawabannya itu membuatku mengangkat kepalaku dari atas kepalanya. Kasihan juga sudah sedari tadi aku bersandar di sana, pasti bahunya pegal. Sementara di lantai aula, berserakan bungkus roti cokelat yang sudah lama kami lahap.

Sepasang mataku memandang lekat ke wajah dengan rahang tegas milik Yoga. Sumpah, entah mengapa malam ini dia terlihat ganteng sekali.
Yoga sendiri balas menatap sepasang mataku. Seketika kami terdiam, hanya saling menatap seperri ini.

Ada bias harap dan cinta yang hangat terpancar di sepasang bola mata itu. Ada rindu yang berharap aku sentuh.

"Aku sayang kamu Drigo, sayang dengan sebaik-baiknya sayang. Beri aku kesempatan untuk merasakan sedikit saja ruang di hatimu. Walau bukan sebagai kekasihmu. Aku mohon" Bibir tipisnya pun tersenyum getir setelah berucap. Dan akhirnya bola mata miliknya berubah menjadi berkaca-kaca, air mata angan-angannya siap tumpah berharap untuk ku hapus.

Perih, ada rasa itu yang mencabik-cabik hatiku. Selama ini aku hanya pernah melihat Yoga dengan segala kekonyolan dan senyuman. Kini di hadapanku sosoknya menunjukkan sisi lain, sosok yang tenggelam dalam kehampaan dan haus akan cinta.
Air mataku pun tumpah. Dan aku pun menubruk tubuhnya, memeluk erat-erat tubuh gagah itu dengan segenap perasaanku.

"I'm sorry Ga, Sorry" Aku mengisak di dekapannya.

"Sssss, jangan nangis lagi dong. Kan udah aku obati" Suara Yoga begitu meneduhkanku

"Aku merasa berdosa jika tidak membalas perasaanmu Ga" Rintihku.

"Udah jangan dipikirin, kan aku bilang aku gak apa-apa" Jawabannya itu membuatku melepaskan pelukanku.

Sekali lagi aku menatap matanya. Benar-benar berbias sendu, laksana kelip lilin di gelap gulita. Yakinlah Adri, yakinlah, kapan lagi kau temukan kenyamanan seperti sekarang.
"Ambillah dan bawa hatiku, Ga. Bisakah?"

Sepasang mata Yoga yang tadinya sendu langsung mengerjap membulat bersahaja, laksana bintang yang baru terbit.
"Benarkah itu, Dri? Benarkah kau mau mencobanya denganku?"

Aku mengangguk pelan.

"Oh Adri, aku bahagia sekali" Wajah tampan itu seketika secerah mentari, luapan bahagia yang tak pernah kusaksikan sebelumnya. Saking tak percayanya Yoga meramas rambut sebahunya. Lalu huppp cepat sekali dia memelukku lagi. Bahkan kali ini lebih lama, dan akhirnya pelukan itu berakhir dengan ciuman kami. Satu ciuman di bibir, inilah kali pertama kami berciuman bibir.

Entah berapa detik bibir kami saling bertaut, hingga begitu bibir itu lepas nafas kami sedikit tersengal.

"Bang Dri, ayo pulang. Aku ingin merayakan momen bahagia ini di tempat yang romantis, bukan di kuburan" Ucapnya gokil

Ya Tuhan, saking terhanyutnya aku sampai lupa kalau kami masih di pemakaman China, aku tertawa kecil. Gak lucu kan kalau kami jadian disaksikan hantu dan siluman.

DIA ADALAH BANIKU (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang