Kini kami semua di dalam sebuah boat, aku masih meringkuk di belakang di dalam pelukan Yoga, semua mata kini penuh khawatir tertuju padaku.
"Adri, kau kenapa? Kalau kau ada masalah ngomong samaku Dri, aku pacarmu. Kau membuatku takut tadi. Kenapa kau nekat mau bunuh diri? Argghh tak terbayangkan rasanya jika itu terjadi, aku takut kehilanganmu Dri" Astaga karena saking khawatirnya Yoga kelepasan bicara, menyebutku sebagai pacarnya di depan Diah dan Rindi.
Tentu saja kedua gadis yang tak tahu status hubungan kami itu saling pandang kebingungan. Memang di dalam boat itu hanya ada kami-kami saja. Kini kami dalam perjalanan pulang dari pulau itu. Liburan itu menjadi kacau bahkan menakutkan, semua karena ketololanku. Aji dan Ridho segera menarik pacar masing-masing ke depan boat, membiarkanku yang masih shock di dalam pelukan Yoga, agaknya kedua orang itu berusaha menjelaskan maksud ucapan Yoga barusan pada kedua cewek itu.
"Maaf, Yog. Maaf" Dengan bibir bergetar aku berucap dengan mata terpejam, masih ada lelehan air mata di sana. Kurasakan ada tangan yang membelai rambutku, bahkan mencium keningku
"Aku capek Yog, aku mau pulang" Keluhku.
"Iya sayang, ya udah istirahat ya. Biar aku peluk. Tidurlah" Suara lembut itu keluar dari bibir mungil milik Yoga. Tak butuh waktu lama akupun terlelap.
***Kami tiba di darat, dan langsung menuju mobil milik Aji, kami dalam perjalanan pulang, sudah jam delapan malam.
"Sebenarnya sudah mau sampai, tapi aku udah lapar kita singgah di supermarket dulu ya. Sekalian cari makan" Tawar Aji, para cewek langsung kegirangan, biasa, cewek kan emang hobi belanja.
Yoga membantuku turun dari mobil.
"Udah Yog, aku bisa jalan sendiri kok. Aku udah kuat" Ucapku karena ku lihat Yoga terlalu over perhatian."Tapi" Yoga masih mau membantah.
"Percaya padaku, gak akan terjadi seperti yang tadi" Ucapku pelan.
Kami berenam pun masuk ke supermarket yang megah, tak klah dengan mall, mencari-cari barang, Aji dan Ridho menemani pacar masing-masing menuju pajangan pakaian. Sedangkan aku dan Yoga lebih suka mencari aneka makanan ringan dan snack.
Mataku langsung berbinar ketika melihat deretan snack favoritku dengan varian aneka rasa.
"Jangan jauh-jauh ya Dri, aku pilih-pilih parfum dulu" Ucap Yoga. Tempat kami memang bersebelahan.
Aku mengiyakan, sambil dengan semangat mengambili snack favoritku, rasa keju, rumput laut, rasa barbeque, ah pokoknya aku harus beli semua varian rasanya. Tapi ketika aku ingin mengambil satu bungkus lagi, satu tangan halus nan lembut juga meraih bungkusan yang sama. Seketika aku berpaling ingin melihat pemilik tangan berkulit putih nan halus itu. Ya Tuhan, dia... Aku menggigit bibirku.
"Putri...." Sahutku menyebut satu nama. Ah tidak bagaimana mungkin perempuan perebut Bani ini berada di sini, atau jangan-jangan mereka habis berbulan madu. Seketika pikiranku langsung menduga-duga.
"Eh bang Adri" Putri juga kaget, memang kami tak dekat, tapi setidaknya kami pernah bertemu dan saling kenal nama.
"Adri..." Serrrrrr darahku berdesir dahsyat tatkala di belakangku melantun lembut suara seseorang. Segenap jiwa ragaku bergetar. Akupun putar tubuh. Benar, tepat dibelakang sosok itu berdiri dengan gagah. Memakai jaket kekinian dengan celana jeans sobek, khas style nya.
"Bani" Ucapku teramat pelan.
Ku lihat Bani tersenyum padaku, ya Tuhan, senyum itu masih sanggup melelehkan jantung dan mengguncang rasa. Manis, teramat manis.
Jantungku seketika bergemuruh dahsyat laksana dilanda gempa tatkala sosok itu melangkah mendekatiku. Lalu sosok itu tiba-tiba memegang kedua bahuku, segenap jiwa ragaku laksana terbang, apalagi ketika tubuhku telah dipeluknya.
"Bang Adri, aku kangen samamu, sumpah. Kangen banget" Astaga, bagaimana mungkin Bani berani memelukku seerat ini di depan publik, bahkan di depan Putri, istrinya. Aku melirik sekilas pada Putri takut perempuan itu salah duga, namun ku lihat Putri malah tersenyum manis.
"Waktu kami nikah kenapa abang gak datang, Bang Bani nyariin terus lho" Ucap Putri dengan ramah.
"Katanya bang Adri itu spesial, udah dianggap seperti abang sendiri, aku juga berharap abang datang, gimanapun juga Bang Bani kan anak tertua jadi gak punya seorang abang, katanya dia pengen punya seorang abang seperti bang Adri. Jika bang Adri abangnya Bang Bani, itu artinya abang juga jadi abangku, iyakan?" Ucapan Putri itu manis sekali. Jadi itu cerita Bani pada Putri, ah ternyata dia belum jujur. Tapi baguslah, paling tidak Putri tak akan terluka.
Tapi tiba-tiba, trangggg, terdengar suara sesuatu terjatuh. Seperti kaleng.
Kamipun berpaling ke arah asal suara, tampak Yoga tengah memungut kaleng parfumnya yang terjatuh. Tanpa sepatah kata dia melangkah menjauhiku.
"Yoga" Keluhku. Astaga, dia pasti kecewa dan cemburu melihatku dipeluk oleh Bani.
"Yoga" Panggilku, aku geliatkan tubuh agar terlepas dari Bani, terasa olehku betapa berat gelungan tangan Bani untuk melepasku. Sebelum aku meninggalkannya keempat mata kami masih sempat kembali bertemu.
"Maaf" Hanya itu yang bisa ku ucapkan padanya.
Aku mempercepat langkah, kulihat Yoga telah meninggalkan kasir, aku sendiri segera menuju kasir, untung lagi gak antri, setelah selesai dihitung dan membayar aku segera menyusul Yoga. Ternyata dia kembali ke mobil.
Aku mencoba menarik pintu, namun terkunci. Ku ketuk-ketuk kaca jendela. Namun Yoga tak juga membukanya, aku pun menangis, ternyata Yoga luluh juga. Dibukanya kunci pintu dan segera aku masuk. Tubuh Yoga langsung ku tubruk dan kupeluk.
"Maafkan aku Yog, maaf"
"Udahlah Dri, aku harus bagaimana lagi untuk memenangkan hatimu. Kau masih cintakan sama dia, kau masih sayangkan sama dia?" Suara Yoga mulai memberat dan mengisak.
"Yog, maaf. Maafkan aku. Aku lemah Yog, aku tak bisa melawan perasaanku. Aku salah aku minta maaf, aku"
"Stttt, kau gak salah Dri. Cinta itu tak boleh egois. Aku tau kau masih sulit buat move on dari dia. Justru aku salut padamu, itu artinya kau punya cinta yang teramat kuat. Aku gak marah, cuma aku sedih dan sedikit cemburu saja" Ah Yoga, aku tau kau juga sakitkan? Kita sama-sama tersakiti sekarang, semua karena cinta. Ini permainan yang menyakitkan.
"Tapi aku mohon Dri, apapun yang terjadi jangan tinggalkan aku. Maaf aku belum bisa melepasmu, aku belum siap merasakan luka yang paling dahsyat itu" Nah kan, akhirnya Yoga mengakuinya.
"Yog, kau lihatkan Bani sekarang? Dia sudah punya istri, cantik dan baik pula. Mau ditaruh kemana mukaku jika masih mengharap suami orang" Ucapku mencoba tenang, padahal aslinya aku ah, jujur aku masih mengharapkannya, masih teramat sangat mengharapkan.
"Makasih Dri" Seru Yoga, dia menarikku kedalam pelukannya, dan kemudian kamipun berciuman. Beberapa detik kemudian ponsel Yoga berbunyi.
"Eh Dri, kita ditunggu Aji dan lainnya di resto Vietnam di dalam sana" Ucap Yoga.
"Vietnam?" Tanyaku heran.
"Iya, kau belum pernahkan makan makanan Vietnam? Kau harus coba. Enak sekali" Promo Yoga.
Kamipun keluar dari mobil, dan berjalan kembali ke mall, beriring-iringan. Sialnya mataku justru berputar-putar mencari pemuda yang tadi bersama istrinya.
Aku mendesah kecewa, karena kulihat sosok Bani dengan dirangkul Putri telah naik keatas dengan eskalator.
"Bannn, aku sayang kamu" Hanya itu yang kuucapkan, itupun cuma di dalam hati.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
DIA ADALAH BANIKU (SELESAI)
Roman d'amourSeorang pemuda yang tergila-gila dengan sahabat adiknya bernama Bani. Apakah perasaannya akan terbalas? Apakah Bani straight atau gay? Bagaimanakah akhir dari perasaan sayang itu?