10|| Terpesona serta iba

319 31 3
                                    

Ada banyak senyum yang tertangkap mata.
Ada banyak tawa yang tertangkap telinga.
Namun, senyum dan tawa yang satu ini itu spesial.
_____


"Iya, besok aku temuin kamu." Ujar gadis itu kepada orang yang ada di sambungan telfon.

Nizar berusaha mendekat ke arah Ulfa yang sedang menelepon. Ia sangat penasaran dengan seseorang yang ditelepon oleh pacar dari sahabatnya itu. Karena tumben saja Ulfa menelfon sampai harus mengangkat dan berbicara jauh dari Abay, biasanya setiap ada yang menelponnya maka dia akan langsung mengangkatnya di depan Abay.

"Sayang, jalan yuk!"

"Enak aja, hari ini Nizar jalan bareng aku."

"Gue yang bakalan nge-date sama Nizar hari ini."

Begitulah riuh perdebatan dari beberapa cewek yang memperebutkan dan membuat Nizar kaget, karena dihadang oleh gadis-gadis sexy nan bahenol di sekelilingnya.

Kaget akan hal itu, Ulfa dengan cepat ingin mengakhiri sambungan telfonnya. "Udah dulu ya, nanti aku telfon lagi." Ujarnya, kemudian buru-buru pergi karena takut Nizar mendengarnya.

Melihat Ulfa pergi membuat Nizar mendengus kasar, sebab Ia tidak sempat mengetahui siapa orang yang ditelepon oleh Ulfa gara-gara pacar-pacarnya ini.

Mereka menghadang Nizar, seolah memperebutkan sembako gratis yang hanya tersisa satu.

Beberapa ada yang menarik lengan kanan dan kirinya, ada yang bergelayut memeluk lehernya dari belakang dan ada yang memeluknya dari depan. Ini hanya pacar yang berada di kampus yang sama dengannya, entah bagaimana jika semua pacar yang berada di luar kampusnya juga datang. Bisa-bisa Nizar tremor.

"Aduh kalian apa-apaan sih?! Lepasin-lepasin!" Titahnya dengan tegas yang membuat semua pacarnya melepaskan pegangannya.

"Hari ini kita ada janji kan buat jalan bareng?" Tanya Salsa kembali memegang tangan Nizar, meminta kepastian dari yang dijanjikannya.

Tak mau kalah, Lia menghempaskan tangan Salsa dari Nizar. "Enak ajah, lo itu seharusnya ngalah. Lo kan udah sekelas sama Nizar, pasti ketemu tiap hari. Ingat lo juga cuman pacar ketiga! Jadi sebagai pacar keduanya Nizar, seharusnya hari ini gue yang berhak jalan sama Nizar." Omel Lia yang membuat semua pacar Nizar memutar kedua bola matanya.

Sangat pusing. Itulah yang dirasakan Nizar saat ini. Ternyata, memiliki banyak pacar tak seindah yang Ia bayangkan.

"Tapi, aku juga di janji sama Nizar."

"Iya gue juga."

"Sama gue juga."

"STOP!!" Gertaknya, membuat semuanya terdiam.

Ia menghela nafas panjang lalu menghembuskannya. "Gue gak mau jalan hari ini,tidak dengan lo, lo, lo, dan kalian semua." Putusnya menunjuk pacarnya satu persatu. Bisa dilihat ekspresi kecewa dari wajah pacar-pacarnya.

"Tapi kamu kan udah jan—"

"Gak jalan atau putus?" Tanyanya dengan cepat memotong keluhan Salsa dan yang lainnya.

Banyak dari mereka memilih untuk pergi daripada harus putus dengan Nizar. Entah pelet apa yang dimiliki Nizar sehingga banyak wanita tergila-gila padanya.

Kini tinggal Salsa, Lia dan beberapa orang tersisa.

"Kenapa kalian masih disini?"

"Te—terus kalo bukan hari ini, kapan kita bisa jalan sama kamu?" Tanya Salsa sedikit takut.

"Nanti gue atur jadwal siapa yang akan jalan sama aku di hari itu, di pagi itu, di siang, sore, maupun malam." Balasnya, entah apakah Nizar hanya berjanji atau berniat untuk membuat jadwal itu. Tapi, dengan begitu semua pacarnya yang tersisa tadi, tersenyum dan pergi dengan harapan yang tinggi.

Nizar menghembuskan nafas lega. "Nasib jadi orang ganteng, cobaannya ada-ada saja." Kekehnya memuji diri sendiri.

•••••

Nizar memicingkan matanya dari kejauhan saat melihat gadis yang beberapa hari terakhir ini menyita perhatiannya, hendak pulang.

"Hai, Jauza." Nizar menghampiri Jauza dan menyapanya.

"Iya kak Nizar." Balasnya namun dengan memasang raut wajah sedih.

"Lo kenapa?"

"Ini kak, ban sepeda saya kempes."

Nizar mengalihkan pandangannya ke arah ban sepeda gadis tersebut dan benar saja ban sepedanya kempes.

"Iya, ban sepeda lo kempes, dua-duanya lagi. Mau gue bantu bawain ke bengkel?" Tawarnya.

Dengan cepat Jauza menggeleng. "Tidak usah kak, makasih. Saya bisa sendiri kok."

"Gapapa, gue bantuin yah?"

"Gak usah kak, makasih." Kekeuh Jauza dengan pendiriannya.

"Gue cuman mau bantuin lo bawa ini ke bengkel, gue gak ada maksud lain kok, sumpah." Nizar menampakkan wajah serius, sembari menaikkan jari telunjuk dan tengahnya membentuk peace.

Jauza tersenyum. "Tidak apa-apa kak, saya bisa sendiri kok. Lagian, ibu melarang saya untuk berinteraksi dengan orang asing apalagi cowok." Jelasnya lembut dengan tetap menunduk.

"Astaga Jauza, lo kira gue bule? Orang asing? Gue orang pribumi kok, asli produk lokal."

"Hehehe, iya yah. Tapi beneran gak usah kak, makasih. Saya duluan yah kak, Assalamualaikum." Pamit Jauza berlalu pergi menuntun sepedanya.

Wait-wait! Bukannya menahan Jauza, Nizar malah mematung. Jangankan menjawab salam, mengedipkan matanya saja tidak.

Ia sungguh terpesona dengan cara Jauza tertawa dan tersenyum. "Ada apa dengan gue? Kok gue terpesona dengar dia ketawa? Padahal, gue kan udah sering dengar suara cewek ketawa, tapi yang ini kok beda yah? Kayak nyentil hati, gitu." Gumam Nizar dengan memegang dadanya.

"Gue ikutin Jauza deh, takutnya nanti dia butuh bantuan." Dengan cepat, Nizar melajukan motornya mengikuti Jauza. Namun, tanpa sepengetahuan Jauza.

•••••

Setelah mengikuti Jauza, mulai dari ke bengkel, ngambil gorengan yang dititipkan di warung, sampai pulang pun, Nizar ikuti dengan sangat niatnya, tanpa diketahui oleh Jauza sama sekali.

Dan sekarang, di sinilah Ia berada. Di depan rumah kontrakan kumuh tempat Jauza tinggal bersama ibunya.

Ada sedikit rasa iba Nizar melihat kondisi rumah yang ditinggali Jauza ini. Bukan apa-apa, rumah kontrakan yang seharusnya layak huni, namun ini ada banyak bolong-bolong di gentengnya, tembok yang hampir retak, jendela yang di tambal dengan papan dan pintu yang diganjal dengan paku.

Mengapa ada orang yang tega mengontrakkan rumah tidak layak huni ini kepada orang lain? Sungguh tidak berperikemanusiaan.

Apalagi, rumahnya Jauza ini berada di lorong sempit yang hanya terdiri dari satu jalur saja.

"Oh jadi ini rumah Jauza?Kok gue kasihan ya sama cewek itu? Padahal gue kan baru kenal dia?"

"Kok gue ngerasa, gue harus selalu jaga dan ngebantu dia yah? Emang nih otak tau ajah yang cantik-cantik." Monolog-nya menggetok kepalanya sendiri.

"Mas tolong majuin motornya! Gerobak saya gak bisa lewat nih." Suruh bapak-bapak yang berada di belakang motor Nizar.

"Iya-iya maaf pak." Dengan cepat Ia melajukan motornya, takut jika Jauza mengetahui kalau dia telah mengikutinya.

Mendengar suara yang tak asing di telinganya, Jauza dengan cepat keluar dari rumahnya, celingak-celinguk mencari sumber suara, tapi tidak melihat siapa pun.

"Tadi seperti suara kak Nizar. Astagfirullah, kok malah mikirin hal seperti ini sih." Ujarnya polos, menutup pintu rumahnya.

______

Gak tau mau ngomong apa:v
Intinya, Vomment yang banyak💃🌼

Page 365 of 365
Happy new year 2022

Zaruza ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang