Kalau do'i milih orang lain,
Seriusan kamu gapapa?
____"Kayak lagu Feby Putri, Halu lo."
Saking kagetnya Nizar pada seseorang yang meneriakinya pas di telinganya, Ia sampai meninju perut orang tersebut saking refleksnya.
"Aww!! Nizar, lo gak kira-kira yah kalo mukul." Ringis Abay memegangi perutnya.
Nizar mendengus kasar. Ternyata, yang mengagetkannya adalah sahabatnya sendiri. "Siapa suruh lo ngagetin gue," geramnya. "Lagian gue heran, di mana gue pergi, lo pasti ada aja ngegangguin. Ngapain sih lo ke sini?" Tanya Nizar.
"Rumah gue deket sini, kalo lo lupa. Yang seharusnya nanya itu gue, lo ngapain ada di sini?"
"Suka-suka gue lah. Gue mau ke sini kek, gue mau ke situ kek, urusan gue. Sekali lagi gue nanya, mau ngapain lo ke sini?" Ujar Nizar sensi.
Nizar menatap sahabatnya itu dari atas sampai bawah, pasalnya baru kali ini Ia melihat Abay memakai peci, baju koko dan juga sarung. Menurutnya, itu bukan Abay banget.
"Lo pikir ajah gue ke sini mau buat apa? Masa iya gue mau maksiat."
Nizar tak memperdulikan lagi perdebatannya dengan Abay, karena saat ini dia sedang serius memperhatikan seseorang yang tengah bersama Jauza di dalam sana.
"Kenapa lo diam? Lo pasti terkesima kan dengan gue? Yaiyalah, gue gak kayak elo. Walaupun nakal, gue masih mentingin pendidikan dan agama tentunya. Itung-itung ada amal yang ngeringanin dosa gue."
Cowok yang duduk tidak jauh dari Jauza, bersama-sama mengajar anak-anak mengaji, sangat menyita perhatian Nizar sekarang.
Abay yang paham arah pandang sahabatnya itu, seolah mengerti apa maksud dari pernyataan tersirat yang ada di matanya.
"Dia Ikhsan anaknya Ustadz Ibrahim, pemilik Masjid ini." Ujar Abay memberitahukan sembari merangkul pundak Nizar.
"Gue denger-denger katanya dia itu dekat sama Jauza. Wajar ajah sih, mereka kan ketemu tiap hari. Ngajar anak-anak ngaji bareng, gak heran sih gue. Tapi, kalau soal hubungan mereka, gue belum tau pasti sih." Tambah Abay yang semakin membuat wajah Nizar memerah menahan sesuatu.
Melihat raut wajah yang ditampakkan oleh sahabatnya itu membuat Abay terkekeh geli.
"Sakit yah, Karena tau ada yang lebih deket?" Abay sangat menikmati ledekannya terhadap sahabatnya itu. Itung-itung buat balas dendam atas perlakuan Nizar padanya saat di pasar malam waktu itu.
Nizar hanya diam. Ia tidak ingin meladeni Abay, sebab Ia tahu jika Abay hanya ingin bermain-main dengannya. Tapi pertanyaannya, mengapa dia harus bersikap seperti ini? Seolah-olah ada yang mengganjal hatinya pakai batu kerikil.
"Are you jealous?" Tanyanya menahan tawa.
Nizar menatapnya sinis. "Menurut lo?"
"Kok cemburu sih, kan bukan siapa-siapa." Ledek Abay.
"Bangs*t Lo!!" Umpat Nizar mendorong lengan Abay.
"Gak boleh toxic di tempat suci."
"Bodo amat. Mending gue cabut," ujar Nizar menaiki motornya.
"Ga mau sholat dulu? Udah hampir masuk waktu Maghrib nih. Itung-itung lo bisa doa buat dapatin Jauza di sujud terakhir sholat lu."
"Gue gak percaya sama hal gituan."
"Coba ajah dulu! Walaupun sebanyak apapun do'a lo, tidak akan pernah ada yang pulang dengan tangan kosong."
"Bacot!" Timpal Nizar melenggang pergi. Memacu motornya dengan kecepatan tinggi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Zaruza ✓
General Fiction[FOLLOW SEBELUM MEMBACA!] "Dalam islam, pacaran itu dilarang dan haram hukumnya. Kalau perihal jodoh, itu sudah diatur oleh Allah dan tentu saya punya. Entah itu dia yang tertulis di Lauhul Mahfuz atau maut." Jauza menjelaskan panjang lebar. "Lauhu...