Kita tidak pernah tau masa depan kita akan seperti apa.
_____Luka di pergelangan tangan Jauza ternyata cukup dalam. Untungnya, cepat di obati. Kini lukanya sudah dibalut perban, Jauza dibantu oleh cewek berkacamata dalam mengobati lukanya.
"Makasih ya, Cristy." Ungkap Jauza pada gadis yang membantunya itu dengan senyum merekah.
Cristy mengangguk. "Sama-sama, kalau gitu gue duluan yah." Jawabnya beranjak pergi.
"Nih buat lo, thanks ya." Ungkap Nizar pada Cristy. Kemudian memberinya beberapa lembar uang 100 rb sebagai tanda terimakasih. Nizar yang tadinya pergi membeli minum untuk Jauza, memang sebelumnya telah menyuruh Cristy untuk membantu Jauza.
Pasalnya, Nizar juga takut menyentuh Jauza seperti kejadian beberapa hari yang lalu.
"Jauza ini lo minum dulu!" Titahnya menghampiri Jauza dan Abay yang masih duduk di bawah pohon.
"Makasih banyak kak Nizar." Tak menjawab, Nizar hanya memperhatikan Jauza yang sedang minum. Melihat tangannya terluka yang disebabkan karenanya, membuatnya sangat sedih dan takut jika hal itu terjadi lagi.
"Kak Nizar be—belum jawab pertanyaan saya yang tadi. Kenapa kakak bilang kalau saya calon istri kakak?"
"Itu gue lakuin biar Lia ngelepasin dan nggak nekad ke lo. Lagian kita juga gak tau kan ke depannya akan seperti apa? Udah nggak usah dipikirin yah! Yang penting lo nggakpapa. Ini gue juga udah beli obat tadi di apotek, nanti jangan lupa rutin di olesin ke luka lo." Balas Nizar lembut, yang juga di balas anggukan oleh Jauza.
Abay mendorong bahu Nizar kuat. "Makanya jangan playboy lo! Punya mantan pacar kelakuannya absurd semua. Riska frustasi sampai masuk rumah sakit jiwa, Dewi selingkuhin lo, sekarang Lia yang hampir saja buat Jauza kenapa-napa. Tobat lo braderr!" Ucapan Abay ini mendapatkan cubitan panas di pinggangnya.
"Adididih, sakit woi." Ringisan Abay membuat Jauza kasihan sekaligus menahan tawa.
"Oiya, kok kak Nizar sama kak Abay tadi bisa ada di sana?"
"Iya, karena tadi nih curut kebelet katanya sudah di ujung jadi gak keburu ke toilet karena jauh. Alhasil gue temenin dia nih ke belakang kampus buat jagain orang. Tapi, belum sempat dia buang hajat, kita malah dengar suara minta tolong dari arah gudang." Nizar menceritakan kronologi selengkapnya sembari membayangkan.
"Syukurlah kak Nizar sama kak Abay tadi datang, kalau tidak, saya tidak tahu bagaimana nasib saya."
"Malah saya yang bersyukur karena bisa nolongin lo. Kalau nggak, gue bisa jadi manusia paling menyesal di dunia."
Jauza sedikit berkerut mendengar pernyataan Nizar. "Anyway, lesnya kita tunda dulu sampai lo benar-benar pulih. Jangan lupa istirahat yang cukup!"
"Gapapa kok kak, saya masih bisa ajarin les hari ini. Lagian, tangan saya kan sudah diobatin."
"Serius lo nggakpapa?"
"Serius kak Nizar."
"UHUK! UHUK! Disini masih ada gue loh, gak dianggep banget." Gerutu Abay pura-pura batuk. Hal itu membuat keduanya tertawa.
"Yaudah, lesnya di tempat kemarin yah!"
Jauza mengangguk. "Kalau begitu, saya mau pamit ke kelas dulu kak. Sekali lagi terimakasih banyak, Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam." Jawab Abay. "Lo tuh ya! Kalau udah sama Jauza, gue lo lupain." Lanjutnya.
"Yaiyalah, Jauza kan jodoh gue."
KAMU SEDANG MEMBACA
Zaruza ✓
Fiction générale[FOLLOW SEBELUM MEMBACA!] "Dalam islam, pacaran itu dilarang dan haram hukumnya. Kalau perihal jodoh, itu sudah diatur oleh Allah dan tentu saya punya. Entah itu dia yang tertulis di Lauhul Mahfuz atau maut." Jauza menjelaskan panjang lebar. "Lauhu...