17|| Bukan Mahram

257 25 3
                                    

Kata orang, sabar itu memang ada batasnya.
Yang unlimited cuman isi saldo ATM Rafathar.
___

"Pagi, Jauza." Sapa Nizar saat melihat Jauza sedang duduk di halaman kampus.

"Siang kak Nizar," jawabnya.

Nizar mengerutkan keningnya. Buru-buru Ia melirik jam tangannya yang memang sudah menunjukkan pukul 12 siang.

"Hehe, maksud gue itu. Boleh gue ikut duduk?" Tanyanya saat melihat samping bangku yang ditempati Jauza masih kosong.

Mendengar itu, Jauza melihat sekeliling. Ada cukup orang di sana, jadi Jauza tak perlu khawatir ada fitnah. Lagipula, itu adalah tempat umum yang bebas di tempati orang-orang.

Sekian detik kemudian Jauza mengangguk sebagai jawaban. Mendapat persetujuan, Nizar langsung duduk.

"Lo baca buku apa?" Tanya Nizar basa-basi.

"Ini lagi baca materi buat praktikum sebentar, kak." Jawab Jauza tak memalingkan wajahnya dari buku.

Merasa penasaran, Nizar berniat untuk ikut melihat buku tersebut tanpa mau mengganggu Jauza yang tengah serius.

Perlahan namun pasti  Nizar menggeser duduknya yang sebelumnya berjarak agar lebih dekat dengan Jauza.  Namun, Jauza yang menyadari hal itu merasa kurang nyaman dan menggeser duduknya agar lebih berjarak.

Melihat Jauza menghindar, Nizar kembali menggeser duduknya, begitupun dengan Jauza yang memilih untuk bergeser menjauhi Nizar. Begitu seterusnya, sampai Jauza tidak menyadari jika kini Ia telah berada di ujung bangku dan nyaris saja terjatuh andai Nizar tak menarik tangannya.

"Astagfirullah, bukan mahram." Kaget Jauza melepaskan tangannya. Tanpa sepatah kata apapun, Ia mengambil tas dan bukunya lalu melenggang pergi begitu saja.

"Lho, kok pergi sih? Padahal gue cuman mau ikut baca bukunya. Apa karena Jauza marah ya sama gue?" Monolog-nya. "Tapi, marah kenapa ya?" Tanyanya dengan memain-mainkan jarinya.

"Woi, ngapa tuh muka lo kusut gitu?" Ujar seseorang yang siapa lagi kalau bukan Abay.

"Jauza kayaknya marah deh sama gue."

Abay ikut duduk di samping Nizar. "Kok bisa? Pasti lo ada salah. Gak mungkin Jauza marah tanpa sebab," duganya.

"Gue gak tau salah gue apa, tadi gue cuman nolongin dia karena hampir jatuh." Jelas Nizar.

"Jauza tadi hampir jatuh?" Nizar mengangguk. "Karena apa?" Tanyanya lagi.

"Gimana yah ceritanya? Gue cerita dari awal aja deh."

Nizar mulai menceritakan semua kejadian yang baru saja terjadi. Ia menceritakan semua dengan sejelas-jelasnya tanpa sedikitpun ia lewatkan.

Nizar menghela nafas setelah menceritakan apa yang terjadi. "Jadi gitu ceritanya, Bay. Gue cuman heran ajah, salah ya kalau gue nolongin dia?"

"Pantas ajah dia marah. Lo nggak salah nolongin dia. Yang salah adalah, cara lo karena udah buat dia jatuh." Jelas Abay yang masih berusaha dicerna oleh Nizar.

"Jauza adalah perempuan sholehah. Dia sangat menjaga kehormatannya, makanya dia memakai pakaian tertutup untuk menghindari kejahatan. Tapi, tanpa izin tadi lo udah berani mau duduk lebih deket dengan dia, karena dalam Islam itu disebut bukan mahram, makanya dia menghindar." Jelas Abay panjang lebar.

"Apalagi saat dia hampir jatuh, walaupun secara gak sengaja, lo udah memegang pergelangan tangannya langsung, tanpa pembatas sedikitpun.  Mungkin karena pergelangan bajunya terdorong keatas." Jelasnya lagi, Nizar mengangguk-angguk mencoba memahami.

"Jadi, gue salah yah?"

"Yaiyalah, pake nanya lagi."

"Yaudah kalo gitu gue mau minta maaf sama dia," ujarnya hendak pergi. Namun pergelangan tangannya dicekal oleh Abay.

"Jangan sekarang! Kasih dia waktu untuk sendiri dulu." Saran Abay, Nizar pun hanya mengangguk.

"Yaudah, gue cabut dulu. Yayang Ulfa mungkin udah nungguin gue di depan," sahut Abay melenggang pergi.

"Bay, mahram itu apa sih?" Tanyanya.

Abay mendengus kesal. Ia pikir sahabatnya itu telah mengerti. Namun nyatanya belum sama sekali.

"Kata Pak Sultan, jadi Mahasiswa itu bukan lagi waktunya disuapin. Itu artinya, lo harus cari tau sendiri, definisikan sendiri dan pahami sendiri." Ujar Abay membuat Nizar mendengus geram.

"Kok lo malah ninggalin gua sih? Gue kan masih pengen cerita."

"Siapa suruh lo ninggalin gue juga tadi pagi di warungnya Mas Joko, wle." Ujar Abay menjulurkan lidahnya, lalu memacu motornya dengan kecepatan tinggi.

Ternyata Abay balas dendam.

"Damn it!" Umpat Nizar kesal.

•••••

Sudah larut malam, tapi Nizar belum juga bisa melelapkan matanya. Ada banyak hal yang menghantui fikirannya saat ini dan itu semua adalah Jauza.

Nizar melirik jam digital di meja nakas yang sudah menunjukkan pukul 03.45 dini hari. "Mending gue telfon Caca deh. Lumayan buat sleepcall, suara dia kan manja-manja gitu." Gumamnya mengotak-atik ponselnya.

📲 "Halo," ujar seseorang dari seberang sana. Suara serak yang membuat Nizar mengerutkan keningnya. Apakah Salsa sedang bersama pria lain?

📱 "Halo, siapa ini?"

📲 "Lo yang nelfon, malah lo yang nanya." Jawabnya, sepertinya seseorang dari seberang sana masih mengantuk.

Nizar kemudian menatap layar ponselnya. Benar saja, bukannya menelfon Salsa, Nizar malah menelfon Abay. Jarinya memang sungguh sangat meresahkan.

📱 "Sorry, Bay. Gue salah sambung. Seharusnya gue nelfon Salsa."

📲 "Nizar, ini Lo?" Tanya Abay dari seberang sana. Sepertinya Ia juga baru sadar kalau yang menelfonnya adalah Nizar.

📱 "Iya, udah dulu yah! Gue mau telfon Caca."

📲 "Astaga Nizar, saking semangatnya yah lo dengan hari spesial itu? Sampai-sampai lo gak mau keduluan ngucapinnya. Sabarlah, ini masih tanggal 18 kok."

📱 "Tanpa lo ingatin, gue juga udah tau kali hari ganti oli motor gue. Udah deh, bikin gue makin pusing ajah."

📲 "Maksud gue bukan it-"

Tut.. tut.. tut..

Nizar mematikan panggilannya sepihak. Berbicara dengan Abay membuat dirinya tidak mood lagi untuk menelfon Salsa. Dan mungkin saja, dia akan begadang untuk hari ini.

Karena bosan, kenapa dia tidak searching saja mengenai apa itu mahram? Daripada dia gabut begini.

"Mahram adalah deretan orang-orang yang haram untuk dinikahi." Bacanya pada salah satu article yang didapatkannya.

Nizar mencari article lainnya. "Deretan mahram bagi wanita, Ayah kandung, Kakek, Saudara laki-laki baik seayah-ibu ataupun hanya salah satunya, paman dari saudara ayah maupun ibu, ayah mertua, saudara sepersusuan dan keponakan dari saudara kandung." Bacanya dengan seksama.

"Berarti selain ini adalah bukan mahram? Jadi, mahram itu haram untuk dinikahi, sedangkan bukan mahram itu bisa kita nikahi." Argumennya.

"Berarti gue bisa nyentuh Jauza kalau gue nikahin dia dong." Ujarnya, kemudian tersenyum penuh arti.

Hanya Tuhan lah yang tahu apa yang ada difikiran Nizar saat ini. Bahkan author pun tak tahu lhoo.

____

TO BE CONTINUED 🥰📌

Zaruza ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang