Di sore hari ini, seperti kebanyakan atlet pada umumnya, aku melakukan latihan sesi kedua. Latihan sesi dua kali ini lebih berat dari biasanya sehingga peluhku pun jauh lebih deras, lengket rasanya badan ini. Aku putuskan untuk segera kembali ke kamar seusai sesi latihan selesai. Tak tahan ingin segera mandi.
Tiba tiba hapeku bergetar setelah aku selesai mandi. Sebuah pesan masuk.
Rian Jombang
Daftar pertanyaan interview fajri
BURUAN LU ISI, KALO LU GAMAU KIRIM KE EJA KIRIM AJA KE SINI BIAR GUE YANG FORWARD KE DIA.
Begitulah bunyi pesannya dengan sebuah file berisi daftar pertanyaan yang diajukan Eja untuk artikel tentang Fajri.
Senja Adriana, aku kira dengan mengabaikannya selama ini dia akan menyerah dan menjauh. Ternyata dia malah muncul dimana mana, sekarang menjadikan Rian sebagai perantara pula.
Kembali ku letakkan hapeku di meja tanpa berniat membalas pesannya. Rasa lapar yang sedari tadi muncul tiba tiba lenyap begitu saja. Ini semua karena Eja.
Aku menjatuhkan badanku ke atas kasur. Hembusan angin dingin dari AC memberikan kesejukan sendiri di tengah panasnya udara petang ini. Ku raih hapeku kembali, ku baca satu per satu pertanyaan yang dituliskan Eja untuk bahan wawancara. Haruskah aku menjawab semua pertanyaan ini? Bukannya dia sudah interview Rian, seharusnya itu saja sudah cukup.
Pikiranku kembali melayang ke waktu dimana aku tahu bahwa Arik adalah anakku. Jujur saja, ada perasaan senang dan lega mengetahui itu. Selama ini aku memang sudah sangat sayang kepada Arik. Tentu menjadi hal yang membahagiakan bagiku begitu tahu ternyata dia adalah darah dagingku. Namun, egoku sudah terluka. Aku masih tidak bisa menerima kenapa Eja menyembunyikan semuanya selama ini. Apa dia menganggapku bodoh sehingga aku tidak perlu tahu kenyataan yang sebenarnya?
Entahlah, isi pikiranku terlalu kacau sekarang. Semua berkecamuk memenuhi kepalaku. Meski sebenarnya tak mengantuk, ku coba memejamkan mata dan tak memikirkan apapun. Berharap beban di kepalaku menjadi lebih ringan. Namun tetap saja, bayangan tentang Eja mengusikku.
Tiba tiba, bunyi hapeku membuyarkan semua lamunanku, mengacaukan segala isi pikiranku. Terpampang jelas nama pemanggil di layar hapeku, panggilan dari Firly kekasihku.
Segera ku angkat panggilan tersebut
"Assalamualaikum"
"Waalaikum salam. Kemana aja sih? Daritadi ga ada kabar" gerutunya begitu ku jawab panggilannya
"Kan latihan sore, ya ga bisa angkat telfon" jelasku padanya
"Ya kan bisa begitu selesai latihan, kabarin aku" rutuknya kesal
"Sayang.. aku begitu selesai latihan langsung mandi, belum sempat buka hape. Jangan ngomel terus napa sih" jelasku mencoba sabar
"Abisnya kamu sekarang susah banget dihubungin. Alesannya latihan latihan terus" merajuk untuk yang kesekian kalinya.
Jujur, capek juga lama lama harus menanggapi omelan dan ngambekannya dia. Sekali dua kali aku masih bisa sabar. Namun jika hampir setiap hari dia merajuk gara gara masalah yang sama, ya bisa habis juga akhirnya stok sabarku.
"Ya kan emang kenyataannya aku latihan. Sekarang porsi latihanku ditambah. Kamu tahu sendiri kan kalo aku sama Rian lagi ga bagus performanya. Makanya kita dikasih tambahan terus. Kamu juga udah ku kasih tahu kan sebelumnya. Masa masih ngambek aja"
"Kan kemaren udah dapet medali. Masa iya masih harus latihan tambahan terus. Aku sebenernya punya pacar ga sih" katanya ketus
Lagi dan lagi, dia sama sekali tidak mau mengerti keadaanku. Hanya dia terus yang minta diperhatikan. Jika ada yang memintaku untuk memakluminya karena dia masih bocah. Dulu Eja juga seusia dia waktu menjadi pacarku. Tidak pernah sekali pun mengeluh ketika aku sibuk dengan program latihanku. Dia justru mendukungku dan menyemangatiku ketika aku sudah mulai terasa lelah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Are You Really The One (?)
Fanfiction"Ga nyangka gue kalo lu udah punya anak. Jadi janda pula" - Fajar Alfian, 24 tahun "Andai kamu tau, ini anak siapa. Pasti kamu ga akan bisa ngomong gitu" - Senja Adriana, 24 tahun "Kata ibu ayah Arik kerja di luar negeri. Masa sampai sekarang ga pul...