Setelah dilakukan observasi selama 2 hari di ruang ICU, Arik sudah bisa dipindah ke ruang inap. Hari ini terhitung sudah 3 hari Arik berada di ruang inap. Kondisinya semakin membaik setiap harinya. Hanya saja kadang masih menangis kesakitan jika reaksi obatnya sudah habis. Namanya juga anak, toleransi terhadap rasa sakit tidak lebih baik dari orang dewasa.
Beberapa teman dari pelatnas sudah silih berganti mengunjungi Arik. Teman teman di kantor ku pun juga menjenguk Arik. Bahkan mas pram memberi robot robotan yang besarnya hampir sama dengan Arik. Untuk teman tidur katanya.
Kabar tentang Arik adalah anak Fajar sudah menyebar ke seluruh penjuru pelatnas. Namun tidak ada yang berani mempertanyakan kebenarannya. Aku dan Fajar pun enggan memberi penjelasan dulu. Kami masih fokus pada penyembuhan Arik. Hanya kepada cik susy dan coach herry kami beri penjelasan, itu pun belum secara detail. Mereka memberi kami waktu sampai kondisi Arik membaik. Setelahnya, kami diharapkan menghadap pada mereka untuk menjelaskan sejelas jelasnya.
"Makan dulu Ja, nasi goreng" Fajar yang baru pulang dari solat magrib ternyata sekalian membelikanku makan malam
"Udah makan?" Tanyaku sambil membuka bungkusan yang ia beli. Aroma kari kambing menyeruak begitu ku buka bungkusnya. Seporsi nasi goreng kambing yang menggelitik cacing cacing di perutku.
"Makan aja dulu Ja" sahutnya
Aku menepuk tempat kosong di sebelahku, meminta Fajar untuk duduk. "Sini, makan bareng. Kamu belum makan kan"
Tanpa bicara apa apa, Fajar duduk di sebelahku. Posisi duduknya melorot nyaris tiduran. Wajah lelahnya tak bisa ditutupi. Fajar berusaha untuk memenuhi janjinya bahwa kita akan melewati semuanya bersama. Dia sedang mengupayakan itu. Tepat setelah latihan usai, ia akan langsung menuju ke sini. Menunggui Arik dan bermain dengannya. Dan akan kembali ke pelatnas sebelum jam malam habis. Rasa capek tak dia hiraukan. Tak sekali dua kali ku dapati dia tertidur di sofa panjang ini. Ada benarnya dia memaksaku untuk pindah ke kamar yang bagus. Agar Arik dan aku lebih nyaman. Setidaknya di sini aku bisa tidur dengan layak.
"Duduk yang bener. Makan dulu" tegurku sambil menyodorkan satu suapan nasi goreng padanya. Hanya ada satu sendok di sini, sehingga aku harus menyuapi dia.
Dia kunyah perlahan sambil matanya terkadang memejam sejenak.
"Habis ini pulang aja. Capek kan"
Dia hanya terdiam sambil tetap menerima suapan suapan nasi goreng dari ku.
"Besok kalo capek gausah ke sini Jar. Kasian kamunya"
"Siapa yang capek?" Tanyanya
"Situlah. Siapa lagi emangnya?"
"Ngga capek Ja. Kalopun capek tar sampe sini ketemu Arik juga capeknya ilang" bantahnya
"Emangnya ngga kena tegur tiap hari keluar?"
"Nggak, kan udah ijin. Lagian udah pada tau kok kalo aku keluar karena nungguin anakku"
"Hmmm.. yaudah"
Kami pun kembali berkutat dengan nasi goreng yang tinggal sedikit lagi akan habis ini.
"Ja, besok mama sama papa mau kesini"
"Mama papa?"
"Mama papaku. Aki nininya Arik" tegasnya
Aku yang sedang membereskan bekas makanan yang kami makan barusan, menjeda kegiatanku sebentar.
Kemarin, Fajar akhirnya memutuskan untuk memberi tahu apa yang terjadi kepada orang tuanya. Mau bagaimanapun mereka berhak tahu karena Arik cucu mereka. Reaksi mereka hampir sama seperti ketika Fajar mengetahui kenyataan itu. Terkejut dan sempat marah. Sangat wajar tentu saja. Tidak pernah ada kabar berita sekian lama. Tahu tahu datang memberi tahu kalau mereka sudah punya cucu sebesar ini. Aku sangat memahami itu.
"Tapi jar.."
"Kenapa Ja?" Tanyanya sambil merangkul bahuku
"Kalau mereka masih marah terus ngga mau ketemu Arik gimana?" Gusarku
"Ngga bakalan. Mereka ngga marah ke Arik. Mereka cuma kecewa sama kita. Buktinya mereka mau kesini kan, ketemu cucunya"
Aku hanya terdiam, mengusap wajahku kasar. Berharap besok akan baik baik saja.
Tiba tiba tangan kirinya menarik badanku, meraihku dalam pelukannya. Hobi banget ya bikin hati deg deg an.
"Udah kamu ngga usah kawatir. Mama sama Papa pasti sayang sama Arik"
"Kamu besok di sini kan pas mereka dateng?" Tanyaku kawatir.
"Iyaa.. besok habis latihan langsung ke sini sampai malem juga ditemenin. Takut ketemu mereka?" Tanyanya sedikit mengejek padaku
"Hmmm"
"Udah ngga usah mikir macem macem. Mama sama papa pasti bakal nerima Arik kok" katanya menenangkanku
"Aku cuma ngga pengen Arik sedih Jar. Jadi kalau misal besok mama papa mau marah ke aku. Jangan sampai Arik tahu ya. Aku ngga mau dia mikir kalo kehadiran dia ngga diharepin. Kaya kemarin"
Sontak dia arahkan pandangannya padaku. "Maaf ya. Aku udah egois banget" katanya penuh penyesalan.
Aku hanya menggelengkan kepala. Sudah tak terhitung kata maaf yang dia ucapkan sejak hari dimana Arik kecelakaan.
"Pokoknya apapun yang terjadi ke depannya nanti. Kamu tenang aja ya Ja. Ada aku. Aku ngga bakal ninggalin kalian" jelasnya sambil merengkuh tubuhku dan mencium puncak kepalaku lembut.
Semakin lama pelukan kami semakin mengerat. Kepalaku sudah sangat nyaman bersandar di dadanya. Elusan lembut tangannya di punggungku sangat menenangkan sekali. Bisa tidak kita begini saja terus?
Tuhan ternyata menjawab doaku dengan sangat cepat. Hape Fajar berdering tepat setelah aku berharap. Pelukan erat kami terburai. Fajar mengambil hapenya di atas meja. Ada nama pacarnya tertera di sana. Tuhan menamparku dengan kenyataan.
Sadar Senja Adriana, kalian hanya orang tua Arik. Bukan lagi pasangan yang saling mencintai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Are You Really The One (?)
Fanfiction"Ga nyangka gue kalo lu udah punya anak. Jadi janda pula" - Fajar Alfian, 24 tahun "Andai kamu tau, ini anak siapa. Pasti kamu ga akan bisa ngomong gitu" - Senja Adriana, 24 tahun "Kata ibu ayah Arik kerja di luar negeri. Masa sampai sekarang ga pul...