Part 23

3.5K 326 24
                                    

Bulan Ramadhan masih memasuki hari hari awal namun pengunjung mall sudah membludak seramai ini. Apalagi menjelang waktu berbuka, restoran dan food court terlihat sudah penuh sesak oleh orang orang yang menanti adzan magrib.

Hari ini aku memang sedang mengajak Arik ke sebuah mall di bilangan Jakarta Timur. Demi memenuhi janjiku untuk membelikan dia buku cerita baru. Karena bukunya sudah habis dibaca semua sama dia. Lagian beberapa hari kedepan aku sudah harus bertolak ke China untuk meliput Sudirman Cup. Jadi hari inilah waktu yang tepat untuk mengajaknya.

"Bu.. Arik mau beli spiderman lagi boleh ga? Satuu aja yang murah deh" rayunya begitu kita keluar dari toko buku.

"Arik bukannya habis dibeliin mainan sama Om Kevin kan? Masih bagus itu nak"

"Tapi kan dia belum punya temen bu. Kasian tar sendirian dia" anak ini ya banyak banget akalnya

"Arik tadi kesini niatnya mau ngapain? Beli buku cerita kan? Bukan beli mainan" aku masih tetap pada pendirianku.

"Tapi kan bu.. mumpung udah di sini. Bisa sekalian bu. Arik beli yang diskon aja bu. Biar duit ibu ga habis" ini dia pinter ngerayu diajarin siapa sih

"Nak.. spiderman Arik udah banyak banget kan. Masa masih kurang aja"

"Yah bu.. padahal kan spiderman itu tar nemenin Arik kalo ibu lagi kerja ke luar negeri"

Bagus sekali nak rayuanmu. Sekarang pake bahas ibunya yang suka ke luar negeri segala kan ibu jadi luluh "yaudah beli satu aja ya"

Merasa usaha merayu ibunya berhasil, anak yang belum genap berusia lima tahun itu pun lari menuju toko mainan dengan hati yang riang.

Begitu memasuki toko mainan, dia pun langsung menuju pada rak dimana banyak sekali super hero, spiderman salah satunya. Sekitar lima belas menit dia mengelilingi toko mainan akhirnya pilihannya tertuju pada sebuah robot spiderman.

"Ibu.. yang ini aja boleh?" Tanyanya sambil menunjukkannya padaku.

Aku mengambil mainan tersebut dari tangannya, melihat label harga. Masih terjangkau dengan dompetku. Aku pun mengiyakan apa yang dia mau.

Dengan girangnya Arik pun menuju ke kasir untuk membayar mainan incarannya tersebut. Aku hanya bisa menggelengkan kepala melihat ulah anak semata wayangku itu.

"Ibu.. buruan nanti keburu magrib" ujarnya setengah berlari keluar dari toko mainan.

Tak berapa lama ku lihat dari meja kasir dia sedang berbincang akrab dengan seseorang. Entah siapa. Aku yang baru saja menyelesaikan pembayaran segera bergegas menyusul Arik keluar dari toko mainan. Tampak seorang pria sedang berjongkok mensejajarkan tingginya dengan anakku, memudahkan mereka mengobrol.

"Ibuu..." teriak Arik dan tepat setelahnya pria itu menoleh.

"Hai Ja.. borong apaan?" Sapanya basa basi

"Eh fajar.." jawabku kaku

Iya dia Fajar, sendirian saja tampaknya karena aku tidak menemukan anak anak yang lain di sekitaran mall ini.

"Abis belanja apaan?" Tanyanya lagi

"Tuh janjinya mau beli buku doang taunya minta mainan juga. Lu ngapain? Yang lain mana?" jawabku mencoba sesantai mungkin

"Sendirian aja gue, Arik mau mainan lagi ga?" Tawarnya pada Arik

Segera ku tolak tawaran darinya "Eh jangan Jar. Gausah. Udah beli dia"

"Gausah Om. Arik udah punya spiderman. Tar kalo dia butuh temen aja ya" tolak Arik dengan polosnya. Memicu gelak tawa kita berdua.

"Ibu.. ayo cari makan. Keburu magrib. Arik udah lemes" serunya padaku

"Mau makan apa nak?" Tawarku padanya

"Mekdi aja bu. Boleh ga? Om Fajar doyan mekdi ga? Makan bareng bareng yok" ajaknya pada Fajar.

Ini aku harus bagaimana. Masa mau menyanggah ajakan dari Arik ke Fajar. Tapi kalo misal Fajar mau terus bagaimana? Kita bakal makan bareng bertiga? Haduhh..

"Nak jangan mekdi dong. Yang lain aja. Masa seharian ga makan Arik bukanya pake mekdi sih" aku berusaha menolaknya

"Yah ibu.. tapi Arik maunya mekdi. Om Fajar pasti mau juga ya kan om?" Kali ini dia berusaha mencari dukungan dari Fajar.

"Yaudah sih Ja turutin aja. Kasian ih" dan dukungan penuh sudah didapat.

"Om fajar ikut buka bareng kita yaa..." tanpa menunggu jawaban dari yang bersangkutan, dia langsung menggandeng tangan Fajar menuju Mekdi.
Sedangkan aku hanya bisa berjalan mengikuti mereka dengan hati dan pikiran yang tak tentu.
.
.
.
.
Dan disinilah kita bertiga sekarang. Terdampar dalam jubelan orang orang yang mengantri untuk berbuka puasa. Magrib kurang setengah jam lagi dan Mekdi sudah penuh sesak.

"Lu di sini aja biar gue yang antri" tiba tiba Fajar berinisiatif.

"Ikut dong om" seru Arik sambil berlari menyusul Fajar yang sudah berada pada antrian.

Entah apa yang ku rasakan sekarang. Ada rasa hangat menjalar di dada. Melihat Arik akhirnya bisa bertemu dengan ayahnya, walopun memang mereka saling tak menyadari. Apakah Fajar akan bersikap sama jika dia tau kenyataan bahwa Arik adalah darah dagingnya? Apakah Fajar akan percaya jika aku mengatakan hal ini sekarang? Tuhan hambamu ini gamang.

Setelah mengantre beberapa saat akhirnya mereka berdua kembali dengan nampan penuh makanan. Ini mereka mau buka puasa apa mau bikin syukuran sih, banyak banget yang dibeli.

"Banyak banget sih Jar. Ga abis pasti nanti" tegurku ketika mereka sampai

"Gue laper banget Ja" jawabnya sambil nyengir

"Berapa semua Jar, gue ganti ya" tanyaku sambil mengeluarkan dompet dari tas

"Gausah Ja. Gratis ini buat gue. Kan gue dapet gratis makan mekdi setaun"

"Iya bu. Om Fajar keren. Tadi cuman ngeluarin kartu terus gratis semua. Arik juga mau bu" timpal Arik antusias

"Makanya Arik yang pinter sekolahnya. Jangan males malesan. Tar pas gede bisa deh kaya om Fajar" sahutku sambil mengelus kepalanya lembut

Tak lama kemudian waktu berbuka telah tiba. Kami pun khusyuk menikmati makanan yang telah dipesan. Arik lahap sekali memakan potongan paha ayam yang memang menjadi favoritnya.

"Bu.. besok makan bareng om Fajar lagi ya" celetuk Arik yang membuatku terkesiap.

"Yah.. om Fajar kan sibuk nak" jawabku halus

"Arik ga pernah ngerasain makan bareng ayah bu. Tiap hari makan sama yangkung aja. Kalo makan bareng ayah mungkin kaya gini ya bu rasanya?" Tanyanya polos

Pertanyaan yang sangat berat untuk ku jawab. Apa ini saat yang tepat untuk menjelaskan semuanya.

"Iyaa besok makan bareng Om Fajar lagi deh. Tapi janji yaa puasanya full" jawab Fajar menengahi. Yang langsung direspon dengan anggukan semangat dari Arik.

"Makasih ya Jar" sahutku pelan

Dan setelahnya tak ada lagi percakapan yang terjadi. Kami terlalu sibuk menyantap menu buka puasa. Tanpa ku sadari ternyata aku selapar itu, hidanganku sudah habis tak bersisa. Begitu juga dengan nasi dan ayam punya Arik. Apalagi Fajar, kesempatan besar dia bisa leluasa makan fast food seperti ini.

"Arik pulang yuk. Keburu magribnya abis tar" ajakku setelah semua makanan kami tandas

"Lu pulang naik apa Ja?" Tanya Fajar

"Biasa Jar ojek onlen. Tadi ke sini kan juga ngojek gue" jawabku

"Yaudah bareng aja yuk" ajaknya tiba tiba

Ini beneran Fajar? Fajar Alfian yang sehari hari selalu ketus dan kasar padaku? Kenapa hari ini dia bisa berubah sebaik ini.

"Malah bengong. Ayolah. Lagian ojek  pasti susah dapetnya jam segini. Mereka juga pada buka dulu kali Ja. Yuk keburu ga kebagian magrib. Ayok Arik"

Lagi lagi aku hanya bisa mengikuti mereka dengan perasaan gamang. Entah apa maksud Tuhan dengan semua ini.

Are You Really The One (?)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang