Part 12

3.6K 326 12
                                    

Ini hari pertamaku berada di Swiss. Pesawat baru saja mendarat dua jam yang lalu namun aku dan tim belum sempat istirahat karena harus ke arena untuk menjajal lapangan. Pertandingan akan berlangsung mulai esok hari. Jadi hari ini adalah kesempatan tim Indonesia untuk berlatih.

Badanku rasanya seperti ayam geprek, seremuk itu. Aku yang masih awam dalam dunia perbulutangkisan ini dipaksa untuk mengikuti alur kegiatan mereka yang super padat. Bayangkan saja setelah dari Inggris langsung terbang ke swiss, baru mendarat tadi pagi terus sekarang sudah harus berlatih dan besok sudah siap untuk bertanding. Aku sendiri takjub dengan stamina para atlet ini. Mereka terlihat santai saja dengan jadwal pertandingan yang sangat rapat ini.

Ku lihat mbak wid sudah ada di arena lapangan dengan atlet yang lain. Ada fajar juga.

"Nah ini orangnya yang lu cari Jay" tiba tiba mbak wid berteriak begitu melihatku. Sontak membuat semua yang ada di situ menoleh.

"Ada apa sih mbak" kataku malu

Sambil menunjuk ke Fajar "Tuh ada yang nyariin lu. Kangen katanya"

Mohon maaf, gimana gimana? Kangen? Boleh tertawa ga sih? Seorang Fajar Alfian mana mungkin kangen sama aku. Mustahil.

Aku pun menghampiri Fajar karena hendak menyerahkan jaketnya yang kemarin sempat dia pinjamkan padaku. Namun sebelum sempat menyerahkan paper bag berisi jaket ini tiba tiba hapeku bergetar tanda ada panggilan masuk. Dan yang menelfon adalah Kevin. Karena tidak enak dengan Fajar dan yang lain aku pun sedikit menyingkir dari mereka untuk menerima panggilan dari Kevin.

"Paan vin?"

"Bilang halo kek, met pagi met siang. Ngegas aja nih orang" sungutnya kesal

"Selamat pagi bapak kevin sanjaya ada yang bisa saya bantu?" Sarkasku yang menghasilkan gelak tawa di ujung panggilan.

"Ja lu lagi ama Rian ga? Gue daritadi telfonin dia ga diangkat"

"Mas Jom lagi jajal lapangan vin. Ada apa? Tar gue sampein" kataku

"Ga ada apa apa Ja. Yaudah. Lu lagi apa? Dah makan?" Tanyanya berentetan

"Belum makan vin. Gue pengen nasi uduk depan pelatnas. Beliin gih gojekin ke sini"

"Yang ada sampe sana jadi beras lagi tuh nasi. Lu mah ada ada aja. Buruan balik makanya tar gue traktir nasi uduk sekenyang lu"

"Masih dua minggu lagi gue. Gila badan udah remuk banget" keluhku

"Yang sabar. Emang gitu jadwal turnamen. Padet banget. Ini kalo bukan karna koh sinyo recovery pasca cedera juga paling gue rapet juga jadwalnya. Lu yang semangat. Tar gue bilang sama dokter deh buat ngasih lu vitamin juga. Biar ga tumbang"

Perhatian juga ya ini orang. Dari semua teman baruku di pelatnas, kevin bisa ku sebut sebagai teman terdekatku. Dia selalu perhatian. Apakah perhatiannya ada maksud lain? Entahlah

"Yaudah gue balik kerja lagi ya vin. Bye.."  ku tutup telfon dan aku pun kembali ke arena latihan.

Mencari keberadaan Rian karena tadi Kevin mencarinya. Namun sejauh mata memandang ternyata sosok yang ku cari tidak ada. Kemana lagi ya nih orang. Yang ada tinggal partnernya, Fajar sedang ngobrol dengan Jojo dan mbak wid. Ah iyaa aku belum sempat mengembalikan jaketnya kan. Langkahku pun mendekat ke arah mereka.

"Jar ini mantelnya. Udah dicuci kok. Makasih ya" sambil ku sodorkan paperbag berisi mantelnya

"Lain kali tau kondisi badan biar ga ngrepotin orang" katanya sambil meraih paperbag kasar

Fajar sudah kembali lagi menjadi fajar yang kasar. Kenapa dia bisa begitu cepat berubah ya. Ku pikir kejadian di depan taman hotel kemarin adalah bentuk gencatan senjata bagi kita berdua. Taunya dia masih sama. Menyebalkan.

"Iya maaf udah ngrepotin lu. Makasih udah mau gue repotin" sahutku lirih

"Lu bisa ga sih biasa aja jadi orang. Jangan caper mulu. Ada Kevin sok sok pingsan caper ke kevin. Sekarang ga ada dia lu mau caper ke gue? Ga bisa Ja. Ga mempan"

Ini orang mulutnya ngunyah cabe rawit apa ya. Pedes amat kalo ngomong. Tolong air mata jangan turun dulu. Jangan terlihat lemah di depan mahluk brengsek ini.

"Jar gue udah minta maaf ke lu ya. Gue ga pernah ada niatan caper ke lu. Maaf kalo sakitnya gue justru bikin lu ngrasa kerepotan" jawabku dengan suara serak menahan tangis.

"Omongan lu kejam amat sih Jar" kali ini mbak wid ikut berkomentar

Dan aku pun lalu berlari keluar arena. Mencari tempat yang aman untuk menumpahkan semua air mata. Mengapa dia bisa sekejam itu padaku.

"Loh Eja.. kenapa?" Entah darimana asalnya tiba tiba mas Rian sudah berada di sini duduk di sebelahku.

Aku masih tidak sanggup menjawab. Hanya suara isakan yang mampu ku keluarkan. Dan air mata yang ku tumpahkan.

"Fajar ya?" Tanyanya sambil mengelus punggungku mencoba menenangkan.

"Udah gausah dipikirin Ja. Dia gitu karena dia lagi nyoba denial sama hatinya"

Entah apa maksud dari omongan mas Rian barusan. Aku sudah cukup lelah menghadapinya. Dia terlalu kasar padaku.
.
.
.
Yang aku tidak sadari adalah ada sepasang mata sedang memandangku tajam dengan sorot mata sinis.

"Kemarin Kevin, sekarang Rian. Dasar murahan" gumamnya

Are You Really The One (?)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang