Part 36

3.4K 257 50
                                    

Waktu sudah menunjukkan pukul 6 sore ketika Mbak Wid mengajakku pulang.
Langit sudah tampak menggelap dari yang seharusnya. Sepertinya sebentar lagi akan turun hujan.
Masih banyak hal yang harus ku kerjakan hari ini. Memastikan beberapa artikelku sudah rampung sebelum aku bertolak ke Basel esok lusa. Aku pun mempersilahkan Mbak Wid pulang terlebih dahulu. Tanggung kalau harus pulang sekarang, kerjaanku belum selesai.

"Lu yakin ga mau balik sekarang Ja? Mendung udah gelap banget bentar lagi ujan. Yang lain juga udah pada pulang" tanya Mbak Wid seraya membereskan meja kerjanya.

"Nanggung mbak, paling sejam lagi juga kelar kerjaan gue. Lu balik duluan aja gak papa kok" sahutku dengan mata yang masih tetap fokus tertuju pada layar laptop.

"Yaudah gue balik dulu. Tar kalo kemaleman minta tolong anterin Kevin aja Ja atau Fajar juga boleh lah" godanya jail.

"Rese lu mbaaaakkkkk"

Yang ku kira kerjaanku akan selesai dalam satu jam ternyata molor lebih dari dua jam. Sehingga begitu aku keluar dari ruangan, suasana sudah sangat gelap dan sepi. Ditambah dengan hujan yang masih mengguyur membuat hawa menjadi sangat dingin.

Sejak setengah jam lalu aku duduk di sini, kursi panjang depan lobi pelatnas yang biasanya menjadi tempat berkumpulnya atlet pria dan wanita kali ini senyap. Semua penghuni pelatnas tampaknya lebih memilih meringkuk di kamarnya yang hangat. Aku yang sedari tadi mencoba memesan ojek online namun tidak ada yang mau mengambil orderanku, sudah mulai putus asa. Hari semakin malam dan aku sudah sangat lelah. Hujan tampaknya menjadi alasan mengapa tak satupun ojek yang bersedia mengambil orderanku.

"Belum pulang?" Suara seorang laki laki menegurku dari belakang. Suara yang sudah lama tidak ku dengar.

Aku menoleh, Fajar melangkah pelan mendekati kursi yang ku duduki. Duduk tepat di sampingku.

Aku menggeleng. Pertanyaan basa basi.

Senyap. Hanya rintik hujan yang berusaha memecah keheningan.

"Ngapain di sini sendirian?"

"Nunggu ojek ga ada yang nyantol" sahutku pelan.

Dan keheningan terjadi lagi.

Aku menelan ludah.

"Kok belum balik kamar?" Tanyaku berbasa basi

"Abis selesai latihan tambahan" jelasnya

"Oh.. Mas Jom mana?"

"Gue sendirian"

Mungkin ini saat yang tepat untukku memulai percakapan dengannya.

"Semangat ya Jar Kejuaraan Dunia nya, dapet medali ya tar" kataku memberi semangat padanya

Dia menoleh sesaat dan tersenyum getir "Lolos dari babak awal aja udah alhamdulillah gue mah. Lu tau sendiri belakangan gue kalah mulu di babak pertama"

"Jangan pesimis gitu napa ih, siapa tau rejeki lu ada di Basel tar. Semangat kek jadi orang"

"Gue mah maunya semangat terus Ja tapi orang orang pada bully gue, berasa sia sia banget perjuangan gue selama ini" ucapnya getir

"Yaaahh.. lu anggep pengorbanan gue dulu sia sia juga dong"

"Maksudnya?" Fajar menatapku bingung

"Lu lupa dulu mutusin gue karena mau fokus ngejar prestasi? Gilaa.. parah kalo ampe patah hati dan pengorbanan gue ngrelain lu pergi cuman lu sia sia in gitu Jar" ujarku sambil tertawa menggoda

Are You Really The One (?)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang