Part 50

1.8K 162 38
                                    

Sudah 3 minggu lebih aku menyandang status sebagai pengangguran. Entah berapa banyak lamaran ku kirimkan ke perusahaan yang sedang membuka lowongan, namun hasilnya nihil. Mas Prama sesuai janjinya kala itu, dia beberapa kali memberiku info lowongan pekerjaan bahkan tak segan dia merekomendasikan kepada teman temannya. Namun siapa lah yang mau menerima orang yang sedang terlibat skandal dan beritanya ada dimana mana.

Waktu luang ku isi dengan menemani Arik dimanapun, kapan pun. Mengantar dan menjemputnya sekolah atau les. Menjadi partner dia bermain bola atau bulu tangkis, membacakan buku cerita sebelum tidur. Kali ini hampir 24 jam waktuku, semua untuk Arik. Hitung hitung menebus kesalahanku yang selama ini jarang bersamanya, terlalu sibuk berkutat dengan pekerjaan.

Hubungan dengan Fajar, begitulah. Tidak bisa dibilang baik juga namun jika dibilang buruk pun hubungan kami masih baik baik saja. Komunikasi kami masih cukup lancar, apalagi perihal Arik. Tentang rencana lamaran kami, Fajar memutuskan dan tentu saja ku sepakati untuk menunda dulu acara lamaran kami sampai situasi lebih kondusif. Yang entah kapan.

Siang ini aku tengah disibukkan dengan memasak sup ayam kesukaan Arik. Sudah 2 hari ini dia tidak masuk sekolah karena demam. Tidak seperti biasanya yang bahkan di saat sakit pun dia masih cerewet, kali ini dia lebih banyak diam dan termenung. Mungkin Arik rindu dengan ayahnya. Fajar tengah menerima skorsing, tidak boleh keluar dari pelatnas dengan alasan apapun. Sampai tiga bulan ke depan dan bisa diperpanjang sewaktu waktu. 

"Nak, makan dulu ya. Ibu bikinin sup ayam kesukaan Arik" ujarku sambil membawa nampan berisi semangkuk sup hangat ke kamarnya.

Arik dengan jidat tertempel plester penurun demam tengah asyik menyusun puzzle di atas kasur hanya mengangguk sedangkan pandangannya tak lepas dari kepingan puzzle yang berserakan.

"Sini ibu suapin aja. Arik sambil nerusin nyusun puzzle nya" Lalu Arik membenarkan posisi duduknya agar lebih nyaman.

"Nak.. ibu mau nanya boleh nggak?" Dan sekali lagi dia anggukan kepalanya tanpa mengeluarkan sepatah kata pun.

"Arik kenapa akhir akhir ini jadi pendiem, murung terus kerjaannya. Tiap kali ibu ajak ngomong Arik diem aja. Ibu ada salah sama Arik?"

Lagi lagi dia hanya terdiam.

"Ibu minta maaf, banyak banget salah ibu ke Arik. Tapi kalo Arik diem gini terus ke ibu, ibu jadi nggak tau salah ibu apa nak. Coba Arik bicara ke Ibu, apa yang lagi Arik rasain. Ibu sedih loh didiemin anak sendiri seperti ini"

Dia pun lalu beringsut mendekat padaku, merentangkan tangannya. Memberi pelukan erat pada tubuhku.

"Ibu nggak salah apa apa sama Arik. Justru Arik yang salah udah nyuekin ibu" nada suaranya memendam sesal.

"Terus kenapa Arik nyuekin ibu?"

Pelukannya di tubuhku semakin mengerat, ditengadahkan kepalanya menatapku kemudian kembali tertunduk.

"Arik sebel sama temen temen Arik" 

"Sebel kenapa nak?"

"Dion ngajakin temen temen yang lain buat nggak main sama aku bu. Kata Dion, Arik anak haram. Emang Arik kaya babi ya bu. Kok haram" jelasnya sambil terisak.

Remuk hatiku mendengar isak tangisnya. Ibu mana yang tidak hancur hatinya ketika mengetahui anaknya mengalami perundungan di sekolah.

"Terus Ezra juga bilang kalo ayah ibu Arik bukan orang baik baik bu. Kan Arik kesel. Ibu sama ayah itu yang terbaik. Kenapa dia bilang gitu bu. Sekarang Arik kalo di sekolah nggak ada temennya bu"

Are You Really The One (?)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang