Part 19

3.3K 308 0
                                    

Siang ini aku sudah berada di kerumunan orang orang yang mulai memadati Fajri Coffee. Kedai kopi usaha baru Fajar dan mas Rian ini sudah penuh dengan pengunjung yang kebanyakan perempuan. Yah maklum aja pasangan ini kan lagi hits banget di kalangan cewek cewek ya.

Aku sendiri aslinya tidak terlalu fokus dengan acara yang berlangsung. Pikiranku melayang di Jakarta. Aku mengkhawatirkan keadaan Arik yang sedang terbaring lemah di rumah sakit. Walaupun Kevin meyakinkanku bahwa Arik bakal baik baik saja dengannya, bahkan sedari tadi kevin rajin mengirimi aku foto dan video Arik yang sedang asik bermain dengannya. Nampaknya mereka sudah semakin akrab.

Selain diserbu oleh puluhan anak muda penggemar mereka, fajri coffee pun kedatangan teman dan keluarga. Keluarga dari Fajar khususnya mengingat kedai ini jaraknya cukup terjangkau dari tempat tinggal mereka. Sejak tadi aku berusaha bersembunyi diantara kerumunan pengunjung, berusaha menghindari keluarga Fajar terlebih orang tuanya. Bukan apa apa, aku hanya tidak ingin kembali mengingat yang dulu. Tidak, mereka tidak membenciku begitupun sebaliknya. Mereka sangat dekat dan menyayangiku dulu, hal yang memberatkanku  waktu berpisah dengan Fajar adalah aku tidak lagi bisa bersama keluarganya. Mereka sangat baik padaku, itulah mengapa aku tidak ingin bertemu mereka lagi sekarang. Aku takut jadi mengingat masa masa yang sudah ku kubur dalam dalam.

"Ini Neng Senja kan?" Tiba tiba ada seseorang menepuk bahuku pelan.

Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Orang yang sedari tadi tak ingin ku temui justru sekarang berhadapan denganku. Bapaknya Fajar masih mengenalku rupanya.

"Iya pak ini Senja. Bapak apa kabar?" Jawabku sesopan mungkin

"Masya allah neng senja. Udah lama ga ketemu. Alhamdulillah bapak baik neng. Kamu teh kemana aja? Lulus SMA langsung ga ada kabar"

"Ikut orang tua pindah ke Jakarta Pak. Ga sempet pamitan dulu" jelasku

"Sekarang jadi wartawan ya neng?" Tanyanya lagi karena melihatku membawa kamera dan sibuk meliput.

"Iya pak ini lagi ditugasin di PBSI jadi ikut ngeliput ke sini"

"Waahh alhamdulillah ya neng. Eh bentar bapak cari mama dulu. Pasti mama seneng ketemu kamu" katanya sambil berlalu menyibak kerumunan mencari keberadaan istrinya.

Tak lama kemudian muncullah kembali bapaknya Fajar menggandeng seorang wanita paruh baya yang langsung sumringah ketika melihatku.

Dipeluknya aku cukup lama "Senja, kemana aja atuh neng. Mama kangen"

"Ada ma ini di sini" jawabku bercanda

"Senja sekarang kerja di pelatnas ma, jadi wartawan. Ya kan neng" sahut bapak

"Wahh.. iya neng? Ketemu Fajar dong? Kebetulan banget. Mama titip Fajar ya neng. Bilangin ke dia, jangan pacaran terus fokus latihannya. Mama teh sebel liat dia jadi bucin" sontak aku tertawa lebar mama gaul juga tau bucin segala.

"Iya neng titip jagain Fajarnya ya neng. Sukur sukur kalian bisa kaya dulu lagi" lanjut mama

Yah mama.. gimana bisa jagain anaknya. Orang tiap liat aku aja udah kaya singa kelaparan ketemu mangsanya. Buas banget.

Sebenarnya aku sangat rindu dengan mereka. Dulu mereka sudah seperti orang tua ku sendiri. Sering sekali aku main ke rumah Fajar bahkan tak jarang Mama mengajakku jalan jalan hanya berdua saja. Beliau sangat menyayangiku seperti anaknya sendiri.

Setelah sekian waktu kita mengobrol ngalor ngidul membahas apa saja. Tiba tiba muncul lah Fajar.

"Dek, kok ga bilang kalo neng senja kerja di pelatnas?" Tanya mama padanya

"Lupa ma. Bentar aku mau pinjem Senjanya dulu ya ma" katanya sambil menarik tanganku kasar.

Dia membawaku ke lantai paling atas bangunan ini. Tempat yang relatif sepi dibanding lantai dua yang sudah penuh dengan pengunjung. Ada apalagi ini, mau bikin ribut apalagi ini orang.

"Lu ngapain sih harus muncul di depan orang tua gue. Mau cari muka?" Tanyanya ketus begitu sampe atas.

Ku sentakkan tanganku lepas dari genggamannya "Cari muka paan? Bapak sama mama noh yang ngenalin gue duluan. Masa gue mau diem aja disapa orang tua"

"Gara gara lu ya gue masih belum bisa bikin mereka suka sama Firly" bentaknya

Oh jadi hubungan dia dan Firly belum disetujui oleh kedua orang tuanya. Tapi mengapa harus aku yang disalahin. Memangnya aku tahu kalo orang tuanya tidak menyukai Firly.

"Jangan pernah muncul lagi di depan keluarga gue. Gausah sok baik lah lu di depan mereka" bentaknya

"Lu yang ga becus ngenalin cewek lu ke orang tua kenapa gue yang disalahin?? Semua aja lu salahin gue. Abis ini gue nafas juga salah di mata lu. Minggir gue mau lanjut kerja" tandasku dan berlalu meninggalkannya begitu saja.

Mungkin karena sudah terlalu sering aku mendapatkan perlakuan kasar darinya sekarang perasaanku tidak sesakit kemarin kemarin. Sudah kebal rupanya hatiku.

Are You Really The One (?)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang