Lanjutan momen part 12 (karena part 13nya flashback).
***
Memang apa salahnya sih kalau dia sok tahu?
Bukannya segera meminta maaf setelah sadar perkataan terakhirnya terhadap Diga sudah masuk kategori menyinggung, Gemma malah uring-uringan sambil terlentang di atas tempat tidur. Untuk ke sekian kalinya menghapus air mata yang tadi sempat berjatuhan sambil menyalah-nyalahkan Rama yang datang pagi-pagi hanya untuk menonjok Diga dengan dilatarbelakangi kesalahpahaman.
Kalau saja Rama tidak pernah menemuinya di Vietnam dan memaksanya untuk bekerjasama.
Well, ya, memang lebih mudah menyalahkan orang lain atas keputusan bodoh diri sendiri. Bagaimapun, Gemma yang memilih kembali dan muncul di hadapan Diga, kemudian mendapatkan kejadian-kejadian yang jauh dari ekpekstasinya. Kalau perdebatan sengitnya dengan Diga tadi tidak terjadi, mungkin Gemma tidak akan berpikir kalau dia sebenarnya berada dalam bahaya.
Meskipun membuatnya kesal, yang dikatakan Diga masuk akal, Rama mungkin menjebaknya dalam permainan keputusasaan demi mempertahankan Gianna. Gemma tidak bisa sembarangan menyuruh Diga melakukan apapun yang dia mau terhadap Gianna, karena itu tidak hanya membahayakan Diga saja, melainkan Gemma juga.
Sialan sekali kan Rama-Rama ini?
Di satu sisi, Gemma ingin mempercayai Diga sepenuhnya, pria itu terkadang bisa dipercaya. Namun di sisi lainnya, membayangkan Diga bertingkah seolah-olah lebih memilih melindunginya daripada menyelamatkan the-love-of-his-life-nya dari pernikahan toxic, apakah masuk akal?
Kayaknya segala overthinking ini harus berhenti di sini sebelum kepala Gemma betulan terbakar.
Tidak jadi tidur, perempuan itu memainkan handphone, teringat kalau sebelumnya dia dapat pesan dari Marco Ardiaz yang belum dia buka. Nama itu bukanlah sesuatu yang asing, Gemma tentu kenal Marco.
Dia bahkan mengenal pria itu sejak berumur tujuh tahun, sementara Marco lima tahun lebih tua.
Waktu itu, Gemma yang terbiasa menginap di rumah Nenek diminta Sang Nenek berkenalan dengan anak tetangga sebelah yang baru pindah. Bocah itu kelihatan seram, dan Gemma tidak suka.
Tahu apa kalimat pertama yang dikatakan Marco setelah Gemma menyapanya?
"Lo adalah bocah paling jelek yang pernah gue lihat."
Meskipun kata-katanya jahat dan menyakitkan, Gemma tidak menangis. Kata Nenek, anak laki-laki yang jauh lebih tua darinya itu sedang bersedih. Dan orang yang bersedih cenderung mengeluarkan kalimat tidak mengenakan di telinga orang lain, jadi tidak perlu didengarkan.
Gemma hanya memandangnya datar sambil memeluk boneka dipelukannya erat. "Aku juga gak punya ibu," ucapnya pelan sambil menatap ke arah bocah dengan badan lebih tinggi dan besar. Marco baru saja kehilangan ibunya untuk selamanya. "Tapi, gak apa-apa," lanjutnya pelan. "Gak apa-apa."
Sedetik kemudian, malah Marco yang menangis. Tangisnya kencang, histeris, juga berisik. Mana ingusnya keluar banyak, ilernya juga. Tentu saja tampangnya saat menangis jauh lebih jelek daripada Gemma. Untung Gemma bukan orang jahat yang tertawa di atas penderitaan orang lain, meskipun sudah kegelian untuk mentertawakan tampang anak itu, Gemma berhasil menahannya.
Tiap kali Gemma ke rumah nenek, dia pasti bertemu Marco. Tingkah pria itu ada-ada saja. Banyak gossip tidak mengenakan yang pernah Gemma dengar. Katanya, Marco itu anak penjahat, ibunya meninggal karena dibunuh musuh ayahnya. Sampai akhirnya bocah itu mulai jarang kelihatan, toh ternyata yang di sebelah rumah nenek itu rumah kerabatnya, bukan rumah aslinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Witty Ex-Wife
RomanceKetika mantan suami dan mantan istri memutuskan untuk tinggal serumah. It's not about the second chance. It's about unfinished love story. *** Sewaktu Gemma memutuskan untuk kembali ke rumah lamanya sebelum bercerai dikarenakan paksaan sang mantan k...