28

102K 14K 3K
                                    

Gemma pernah berbincang dengan Eyang--neneknya Diga--orang yang sama yang menghadiahkan rumah beserta tanah di khawasan super strategis untuk Gemma Ketika dia menikah dengan Diga. Kata Eyang, Diga merupakan cucunya yang paling sabar dan paling baik. Yang berarti, Diga dianggap lebih sabar dari manusia berhati malaikat seperti Danu. Makanya, Eyang sayang sekali terhadap Diga dan meminta Gemma menjaga Diga sebaik-baiknya.

Awalnya, Gemma percaya-percaya saja dengan penilaian Eyang, sampai Gemma melihat bagaimana Diga menonjok Marco tanpa alasan, Gemma jadi sangsi. Kayaknya, pencitraan Diga di depan Eyang terlalu hebat sampai Eyang beranggapan demikian padahal kenyataannya justru sebaliknya.

Gemma merasa kesal, marah, kecewa bercampur aduk jadi satu. Diga tidak tahu bagaimana pengorbanan Gemma agar Marco yang emosian tidak coba-coba menghajarnya. Eh, malah Diga yang menghajar Marco lebih dulu, tanpa alasan yang jelas pula. Lokasi kejadian di tengah keramaian membuat adegan pukul memukul itu bisa segera dihentikan, belum ada yang pingsan,  dilarikan ke rumah sakit ataupun mati.

Wajar kan kalau Gemma sengaja mendiami Diga di sepanjang jalan meskipun pria itu beberapa kali mengajaknya berbicara? Boro-boro mengucapkan terima kasih karena Diga yang membelikannya tiket pulang, atau berbunga-bunga karena pria itu menjemputnya di airport masih mengenakan pakaian kerja padahal jarak kantornya ke airport itu jauh, belum lagi macetnya.

"Gem, marah?" Diga bertanya pelan ketika mereka baru tiba di rumah.

Sementara Gemma menghentikan langkah, menghembuskan napas frustasinya, dan berbalik menghadap Diga.

Silent treatment memang terkadang menyenangkan, sayangnya, Gemma tidak bisa begini berlama-lama. Dia lebih suka marah-marah.

"Jadi, apa alasan kamu memukul Marco kayak gitu Ketika dia gak punya salah apa-apa sama kamu?" makinya sambil mendongak, dia memelototi Diga. Walaupun sempat terintimidasi mendapati pembawaan Diga yang tidak biasa, Gemma tetap memutuskan untuk cari gara-gara demi melampiaskan kekesalannya.

"I don't like him," balas Diga kalem.

"Oh, kalau gak suka seseorang, kamu merasa berhak buat mukul seenaknya, begitu? "Kenapa kamu jadi emosian begini sih? Kamu tau gaMarco itu siapa? Kamu juga lupa kamu siapa? Kalau video kamu ribut di airport tadi kesebar, kebayang gak efeknya buat Papi kamu?" Gemma menjeda kalimatnya, mau napas dulu karena capek juga marah-marah.

"Aku juga dipukul," belanya sekaligus mengingatkan Gemma. "Dia juga punya salah sama aku."

Gemma mencibir, matanya masih memberi gambaran kesal. Kalau mendapati Diga di gigit nyamuk saja biasanya Gemma pusing, kini perempuan itu kelihatan tidak berperasaan. "Terus, apa salah dia sampai kamu mukul duluan?"

"He provoked me," ungkap Diga, suaranya mulai parau. Ini Gemma nggak takut disundut rokok apa? Pria itu menegak salivanya kesusahan, tampak menahan luka, bahkan matanya mengabaikan tatapan Gemma. "Dia juga berusaha buat memiliki kamu."

"Apasih Diga? Kamu nggak masuk akal! Kamu---"

"Maaf," ucapnya kemudian.

Gemma membasahi bibirnya, setidaknya Diga mencoba mengalah.

"Minta maaf dulu sama Marco."

Hening beberapa saat.

"Kenapa kamu terus belain dia?"

"Aku nggak belain siapa-siapa."

"Kamu selalu belain dia." Diga berucap pelan. "Saat di restoran waktu itu, di Bali, terus hari ini. Kamu selalu belain dia. Kamu selalu menyuruh aku buat meminta maaf duluan, you didn't even care when he talked shit about me first. Pernah kamu nyuruh dia minta maaf?" suara Diga terlalu rendah, membuat Gemma nyaris menahan napasnya.

Witty Ex-WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang