43

98.6K 9.8K 569
                                    




"You are lucky because I am not in good condition."

Begitu ucap Diga setelah mereka selesai melakukannya. Napas Gemma menderu lambat, memperlihatkan kalau dia benar-benar kelelahan. Meskipun dia tidak memberikan respon apapun terhadap perkataan Diga barusan, Gemma mengakui kalau hal tersebut benar adanya.

Barangkali Gemma sudah betulan hancur berantahkan kalau Diga dalam keadaan sehat sepenuhnya. Ah, masa iya separah itu? Yang jelas, Diga seperti memberinya pelajaran kalau Gemma sebaiknya tidak mencari gara-gara dengannya, pria itu juga memastikan Gemma uang awalnya tidak berpikir mencari gara-gara dan melakukan hal yang salah tahu apa kesalahannya.

Merasa sudah kelamaan mengumpulkan tenaga, Gemma menggerakan tubuh lemas dan lembabnya. Berniat turun dari single bed yang terasa begitu sempit karena ada dua orang di atasnya, kemudian menggunakan baju secepatnya sebelum ada orang lain yang masuk. Rentetan kejadian barusan betulan definisi uji nyali, mereka beruntung karena tidak ada yang tiba-tiba masuk dan menangkap basah perbuatan sinting mereka, bisa-bisa mereka digugat rumah sakit bahkan masuk penjara.

Baru saja mau duduk, Diga malah lebih dulu menarik tubuhnya, memaksanya kembali berbaring, alhasil Gemma merasa panik sekaligus khawatir kalau ini belum juga berakhir. Gemma berusaha melepaskan pelukan tangan Diga dari belakang, membuat Gemma merasakan hangat dada pria itu pada punggungnya yang telanjang.

"Ga, aku mau pake baju," ucapnya pelan, agak memberontak. Pemberontakannya terhenti ketika dia merasa Diga menarik selimut untuk menutupi tubuh tanpa busana keduanya. Tidak hanya sampai disitu, Diga juga beberapa kali mengecup puncak kepalanya lembut yang bikin Gemma ingin segera berbalik kemudian menenggelamkan kepala di dadanya dan memeluknya juga.

"I miss you," begitu bisik Diga. "You don't miss me, ya?"

"I miss you too, tapi kan..." Suara Gemma tercekat merasakan pelukan dari belakang Diga yang benar-benar bikin jantungnya berdetak cepat, tapi terasa begitu nyaman.

"Gem..."

"..."

"Kamu betulan menjauh gara-gara itu? Gara-gara soal anak?"

Gemma tidak memberikan jawaban. Rasanya dia ingin berbohong dengan mengatakan kalau bukan itu alasannya walau jelas, itu merupakan alasan terbesarnya.

"Kenapa kamu gak pernah nanya pendapat aku?"

Dikarenakan Gemma diam saja, Diga kembali mengeluarkan perkatannya. Suaranya masih rendah dan serak, bikin Gemma geli karena merasakan napasnya di telinga dan leher yang bikin perempuan itu merinding.

"Well, I don't think everyone who gets married should have kids," gumam Diga kemudian. Suaranya terdengar benar-benar menyenangkan telinga.

"..."

"People can get married and choose not having kids... and people can get married and accept that they can't have kids."

"..."

"And I am okay with wathever it is."

"You are not realistic," balas Gemma kuat, nyaris membentak. "You love children, dont you?"

"It doesn't mean I gotta have mine." Suara Diga masih terdengar lembut. "To be honest, aku gak pernah berpikir kalau aku harus punya anak. Lagipula, punya anak itu banyak jalannya. Zaman udah canggih, atau gak harus biological juga, kan?"

Tangan Diga yang tadinya berada di bagian bawah leher Gemma, kini turun menyentuh perutnya.

"Jadi, kalau misal nanti ini gak jadi, kamu jangan sedih. Kita bisa coba lagi, kan emang harus sabar, Gem," ucapnya dengan nada suara yang hati-hati layaknya dia berusaha menjaga perasaan Gemma, sayangnya justru ini yang bikin Gemma mau menangis sejadi-jadinya. "But isn't it better if we try again after we get married? Kamu juga gak perlu merasa terbebani."

Witty Ex-WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang