36

100K 11.8K 743
                                    




HI, lama tak jumpa. Masih suasana lebaran kan ya? Minal Aidin Wal Fa Idzin mohon maaf lahir dan batin.

Terima kasih sudah mengikuti sejauh inil, terutama bagi yang rajin vote and comments, your apreciation really matters to me.

Enjoy!

***

Semuanya terjadi begitu saja. Gemma tidak paham dengan dirinya sendiri karena beberapa saat setelah Diga menahannya, dia malah menangis. Bukan sekadar tangis biasa, melainkan rengekan yang bikin suaranya serak. Lumayan histeris. Reaksinya berlebihan, Diga bahkan langsung melepaskan tangannya dan memundurkan langkah, matanya menatap penuh tanya. Namun tangis perempuan itu malah makin menjadi di tengah tubuhnya yang mulai bergetar. Semakin dia cegah, semuanya malah semakin parah.

What the hell is wrong with herself?

Gemma tidak terlalu fokus dengan sekelilingnya. Di detik berikutnya, dia menyadari kalau pintu kamar Diga sudah terbuka. Ada Mami yang mengenakan stelan blazer rapi berdiri tidak jauh darinya, terlihat khawatir, juga dua orang ART yang datang bersama Mami. Kamar ini menjadi ramai dalam seketika, membuatnya menjadi tontonan hingga Mami meminta Mbak Da dan satu ART lainnya yang berada di ruangan ini keluar kemudian menutup pintu. Terisa Gemma, Mami dan Diga di ruangan yang kini sudah tertutup kembali tersebut.

"Gemma, what's wrong?" tanya Mami dengan dahi berkerut.

Mami setatapan dengan Diga beberapa saat sebelum melangkah mendekati Gemma, membuat Gemma sontak memundurkan kakinya. Namun, perempuan paruh baya itu tetap memaksa. Tanpa meminta persetujuan, Mami membawa Gemma ke dalam pelukannya. Pelukan yang awalnya Gemma tolak. Pelukan yang awalnya membuat teriakan perempuan itu makin kuat. Dia berani-beraninya meminta perempuan itu melepaskannya dengan suara memekik.

Napasnya memburu dengan dada yang jelas naik turun. Dia tidak mau mempertanyakan bagaimana bentuk wajahnya. Mami harus menaruhkan seluruh tenaganya agar Gemma berhenti memberontak. Untungnya tidak lama setelahn itu, Gemma mulai tenang di dalam pelukan Mami. Mami juga membelai rambut basahnya dan mengusap-usap punggungnya. Pelukan itu hebat sekali, ya. Perlahan namun pasti, sesuatu dalam diri Gemma yang kacau terasa lebih baik.

Mata perempuan itu menatap ke arah lainnya.

"What have you done to her?" Mami menuduh Diga setelah kondisi Gemma mulai kondusif. Berbeda dengan perlakuannya pada Gemma, perempuan itu menatap tajam Diga yang dibelakangi Gemma, layaknya anak bungsunya itu telah melakukan hal keji yang bikin malu keluarga. Namun Diga malah tetap diam saja, pria yang awalnya memperhatikan Gemma dalam pelukan Mami itu kini memilih menatap lantai.

"What the hell is going on, Rediga?"

Diga hanya membasahi bibirnya. Rautnya murung, membuat Mami berkali lipat lebih khawatir.

Berhasil mengatur napas pendeknya, di situlah Gemma sadar kalau dia sangat drama dan memalukan, dia sendiri tidak paham kenapa bisa-bisanya berkelakuan seperti ini dan sejuah ini. Dia tidak bisa mengontrol dirinya dalam beberapa waktu, seperti sesuatu yang tidak bisa dia kendalikan tengah mengambil alih. Entah ini betulan hanya sekadar hormon menstruasi, atau dia butuh penanganan psikiater. Yang kedua lebih masuk akal.

"Rediga?" Suara Mami menukik, masih meminta penjelasan, sementara tatapan Diga mendadak kosong.

Gemma menggeleng, memberitahu kalau ini bukan salah Diga, dianya saja yang terlalu drama di kala mulutnya belum sanggup berkata-kata.

"Sweetheart, you are not okay and that's okay." Begitu kata Mami, masih mengusap-usap punggungnya. Suara perempuan itu lembut sekali sampai-sampai Gemma yang tadinya menghapus paksa air matanya, kini kembali terisak. Tangannya tanpa sadar malah memeluk balik Mami. Dia menyedihkan sekali, ya?

Witty Ex-WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang