Setibanya di pemberhentian pertama di Jakarta, hari sudah mulai gelap. Gemma mendapati Marco sudah menunggu di samping mobil BMW-nya sambil merokok. Pria itu segera membuang rokoknya ke aspal untuk dimatikan ketika melihat Gemma turun dari bus sambil membawa totebag besarnya. Pria itu tersenyum sambil membuka kacamata hitamnya.
"Haaaaai sayaaaang," Marco membambil ancang-ancang untuk segera memeluknya ketika perempuan itu mendekat.
Sementara Gemma malah lebih dulu berjongkok, memungut puntung rokok Marco dan membuangnya ke kotak sampah.
"Kotak sampahnya gak jauh lho," ketusnya.
"Peluk dulu dong, Babe. Gak kangen apa?"
Gemma tidak menjawab. Dia mau segera naik ke mobil Marco, tapi niatnya dicegah oleh Marco yang masih bersikeras mengajaknya berpelukan. "Marco, udah dong!"
Bukannya berhenti, pria itu malah mencium puncak kepala Gemma. Perlakuan tiba-tiba pria itu nyaris membuat Gemma reflek mendorongnya. Namun, tidak jadi karena dia melihat Diga yang turun dari bus. Mereka sempat setatapan sebentar hingga akhirnya Gemma buang muka, dan belagak pura-pura tidak kenal.
Sementara Marco memandang Diga sinis.
"Sayang, kok ada si bangsat itu sih? Kamu gak selingkuh, kan?" tanya Marco pura-pura kaget. Padahal Gemma sudah chating-an sepanjang jalan untuk membahas persoalan Diga yang satu bus dengannya, makanya dia minta tolong Marco untuk menjemputnya.
Tujuannya bukan untuk menyakiti Diga sih, lagipula Gemma tidak sepercaya diri itu kalau dia punya power untuk menyakiti Diga. Tujuannya hanya ingin memberitahu Diga kalau dia serius dengan Marco, biar Diga tidak menganggapnya bercandaan lagi. Sekaligus memastikan kalaupun Marco bersedia menjemputnya, pria itu dilarang menyentuh Diga barang satu senti saja atau berbicara apapun dengan Diga.
Gemma menarik tangan Marco untuk segera masuk ke mobil, sebelum pacar pura-puranya ini melanggar kesepakatan mereka. Sedangkan Marco sesekali melirik ke belakang, jaga-jaga kalau Diga tidak mendadak tantrum dan menyerangnya lagi tiba-tiba. Untungnya, semuanya berjalan aman.
"Lo kok nyium jidat gue, sih?" Gemma protes saat keduanya sudah masuk mobil.
"Orang pacaran itu seharusnya ciuman bibir!"
"Tetep aja gak boleh gitu. Lo seharusnya gue gampar, tau!"
"Eh, biar mantan kamu itu sadar kalau hubungan kita serius. Sakit jiwa ya itu orang, bisa-bisanya ngikutin kamu sampai ke Bandung!"
"Dia gak ngikutin, dia emang ada janji temu sama Papa."
"Itu mah alesan doang."
Gemma cemberut. Dia melipat kedua tangannya di depan dada, memperhatikan jalanan ibu kota menjelang magrib.
Melihat bibir Gemma yang manyun, Marco sesekali melirik ke arahnya. "Kapan potong rambut? Kok gak bilang-bilang sih?"
"Ngapain harus bilang?"
"Kan aku pacar kamu."
"Emang pacaran kalau potong rambut harus bilang?"
"Iya!"
"Ribet ya pacaran sama lo."
"Itu karena aku perhatian."
"Dih."
"Tapi, cantik kok," ucap Marco genit. Sempat-sempatnya mengacak-acak puncak kepala Gemma. "Daripada rambut jamet kemaren."
"Sialan!" Gemma nyaris mencakar bahu Marco, tapi ditundanya karena Marco sedang menyetir. Pria itu malah tertawa renyah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Witty Ex-Wife
RomanceKetika mantan suami dan mantan istri memutuskan untuk tinggal serumah. It's not about the second chance. It's about unfinished love story. *** Sewaktu Gemma memutuskan untuk kembali ke rumah lamanya sebelum bercerai dikarenakan paksaan sang mantan k...