37

104K 12.7K 1.8K
                                    

Halo, lama tidak jumpa.

Smg masih bisa enjoy this chapter ya!

***

Terkadang, hidup seperti lingkaran setan yang tiada habisnya. Gemma melakukan perbuatan yang memalukan, kemudian dia malu sendiri. Empat hari telah berlalu sejak kejadian dia mengamuk di kamar Diga, perempuan itu masih gemar merutuki dirinya sendiri.

Dia kenapa, sih? Pantas banyak yang menggosipinya sebagai orang aneh, toh dia menang aneh. Tiada angin tiada hujan, malah menangis sambil menjerit histeris layaknya kesurupan. Mana kejadiannya di kediaman orang tua mantan suaminya pula. Meskipun Mami mengatakan tidak apa-apa dan lebih mengkhawatirkan kondisi mental Gemma sampai membuatkan janji temu dengan psikolog keluarga, Gemma tetap merasa ingin menguburkan wajah ke gunung merapi jika mengingat perbuatan tidak patutnya.

Well, Gemma berani bersumpah kalau dia tidak pernah separah itu sebelumnya! Dia hanya... khilaf? Entah kata apa yang lebih tepat untuk mendeskripsikan kelakuannya itu.

Sore harinya, Gemma sempat menerima pesan dari nomor tidak dikenal yang ternyata dari Diga, toh Gemma masih memblokir nomor lamanya. Pria itu meminta maaf, menanyakan keadaannya, juga mengatakan kalau dia yang akan keluar dari rumah apabila itu yang bikin Gemma merasa tak nyaman.

Tidak satupun pesan dari Diga yang Gemma balas. Walau jujur saja, sebagian dari dirinya merasa bersalah terhadap mantan suaminya tersebut. Dia harus mengakui kalau reaksinya berlebihan, mungkin itu membuat Diga kebingungan. Gemma juga tidak memberikan penjelasan yang cukup. Jangankan Diga, Gemma saja bingung dengan dirinya sendiri. Kalaupun dia marah karena Diga meninggalkannya demi mengurusi Gianna, itu seharusnya bisa diselesaikan dengan mereka mengobrol dan mendengar penjelasan satu sama lain. Mungkin waktu itu Gianna memang dalam situasi terdesak dan membutuhkan Diga. Gemma tidak seharusnya menjadikan ini masalah yang serius sampai membuat Diga keluar dari rumah yang dia rawat dan bangun setelah sebelumnya berjanji tidak akan pernah mengusir pria itu dari sana. Juga tidak seharusnya dia menjadikan ini sebab dia mabuk-mabukan sampai sakit perut.

Gemma jadi tidak enak, tetapi juga yakin kalau keputusannya itu tidak salah. Dia dan Diga itu butuh jarak, mereka tidak seharusnya bertemu secara intens, mereka tidak seharusnya menjadi sedekat itu, mereka tidak boleh memberikan harapan untuk satu sama lainnya karena tidak mungkin bisa bersama.

Okay, stop it! Gemma bisa-bisa kembali pusing kalau memikirkan ini semua.

Hari ini, dia sudah jauh lebih baikkan, makanya memutuskan ke Bandung untuk menjenguk Papa. Gemma berangkat sendirian pagi-pagi buta menggunakan kereta karena tidak mau ditemani siapa-siapa. Bunda juga tidak jadi ikut karena Lola demam. Toh, dulu dia kuliah di Bandung. Jadi, bolak balik Jakarta-Bandung sendirian bukan hal baru baginya. Walau mengunjungi lapas dengan cat mayoritas oranye ini merupakan kali pertamanya.

Jantungnya berdegup cepat. Tangannya mengeluarkan keringat dingin seraya menunggu lumayan lama di ruang tunggu bersama tamu-tamu lain yang membawa rantang makanan ataupun tas kertas yang mungkin berisikan pakaian ganti dan semacamnya. Gemma tidak membawa apa-apa, hanya bawa badan dan pikiran penuh tanya.

Apakah papa merasa kecewa karena Gemma tidak pernah mengunjunginya? Apakah papa marah karena Gemma pengecut dan melarikan diri? Apakah papa menganggapnya durhaka setelah segala pengorbanan papa untuknya? Gemma terus melamun sampai seorang sipir perempuan memberitahu kalau sudah gilirannya untuk masuk di ruang jenguk yang disediakan lapas. Dengan langkah perlahannya setelah pintu terbuka, Gemma akhirnya menjumpai Papa di antara pengunjung dan terpidana lainnya.

Sudah dua tahun berlalu. Dan dua tahun bukanlah waktu yang singkat.

Gemma tertegun di dekat pintu saat mendapati sosok Papa yang tersenyum ke arahnya, senyum yang begitu cerah layaknya Gemma tidak pernah menyakitinya. Tubuh pria paruh baya itu ringkih, jauh lebih kurus dari yang terakhir Gemma ingat. Rambutnya juga memutih, banyak kerutan di wajahnya. Gemma kebanyakan bengong, tidak menyangka ternyata Papa sudah setua ini. Hingga pria yang mengenakan kemeja putih itu barjalan mendekatinya, lalu membawanya ke dalam pelukan lebih dulu.

Witty Ex-WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang