2. The Saddest Things

68 13 0
                                    

-- Tempat pemakaman --

Suasana duka menyelimuti tempat itu yang baru terdapat seorang jasad di kuburkan hari ini. Suara isak tangis juga masih terdengar dari para tamu yang hadir setelah prosesi selesai dilakukan. Berbagai karangan bunga turut mengisi kekosongan yang ada di dekat batu nisan karena rasa kehilangan mereka akan sosok yang dikenal selama ini. 

"Ibumu orang baik. Dia banyak membantuku selama ini. Ku harap kalian bisa melanjutkan hidup tanpa penyesalan sama sekali"

"Jina selalu menjadi rekan kerja yang baik untukku. Aku turut berduka atas kepergiannya"

"Dia sudah tenang. Sekarang waktunya bagimu untuk melanjutkan hidup bersama anakmu. Tetaplah kuat"

Berbagai ucapan para pelayat hanya masuk ke dalam telinga masing-masing dari dua pria yang ada. Junmyeon dan Ayahnya sama-sama hanya bisa terdiam sambil menanggapi singkat ucapan turut berduka dari mereka yang secara perlahan mulai meninggalkan area pemakaman. 

Kehilangan terberat di dalam hidupnya baru dirasakan Junmyeon sekarang. Dia kembali menangis setelah hanya ada mereka berdua saja di sana. Dia sesekali mendapat tepukan di area punggung dari sang Ayah yang selalu berusaha tegar di hadapannya. 

"Biarkan pihak polisi yang menanganinya. Mereka memiliki petugas terbaik di kota ini. Kita pasti akan menemukan pelakunya dalam waktu dekat"

Junmyeon semakin terisak saat mengingat kembali momen tadi malam. Semua masih terasa seperti mimpi baginya. Pagi ini,  dia baru mengetahui semua alasan mereka harus berpindah tempat tinggal dari Ayahnya. Dia merasa kehidupan ini tidak adil dan tidak memberikannya kesempatan untuk menjalani hidup dengan tenang seperti keluarga yang lain. 

"Aku akan menunggu di mobil..." Hanya itu ucapan sang Ayah sebelum meninggalkannya di sana. 

Junmyeon tidak kuat lagi menahan isak tangisnya dan mengeluarkan segala kesedihan yang sejak tadi tertahan tanpa jeda sama sekali. Dia membiarkan kedua matanya semakin membengkak hanya untuk menangisi kembali rasa penyesalan yang selalu mengisi hatinya sejak tadi. Dan hal itu rupanya juga dirasakan oleh sang Ayah yang sudah duduk di kursi pengemudi sebuah mobil. Pria paruh baya itu tampak menghapus air matanya saat Junmyeon hendak masuk ke dalam. 

"Apa kita perlu memakan sesuatu sebelum pulang ke rumah?"

Junmyeon terdiam. Pandangannya hanya tertuju ke arah jendela samping. Dan tidak ada percakapan yang terjadi di antara mereka berdua setelahnya. Bahkan selama satu minggu lebih, mereka jarang bertatap muka dan menanyakan kabar satu sama lain padahal masih menempati rumah yang sama. 

.

.

.

.

.

"Apa? Baiklah. Tolong segera hubungi aku saat mendapat kabar terbaru mengenai dirinya. Terima kasih banyak sebelumnya"

Untuk kesekian kalinya, Junmyeon mendapati sang Ayah baru saja mengakhiri panggilan dengan seseorang saat baru saja kembali dari luar rumah. 

"Makanlah ini. Aku membelinya tadi"

Junmyeon juga lagi-lagi harus menerima makanan cepat saji yang sama selama satu minggu dari Ayahnya. Bahkan bungkus makanan itu sudah menumpuk di tempat sampah dapur tanpa ada yang membuangnya sama sekali keluar. Area ruangan lain juga terlihat berantakan karena mereka berdua belum terbiasa dengan ketidakhadiran sosok seorang Ibu di sana. 

"Ayah, kau bisa memakannya. Aku akan keluar sebentar"

"Kemana kau akan pergi? Kemarilah.."

Junmyeon menurut dan mereka berdua sudah menempati area ruang tamu sekarang. 

The Last FlowerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang