Prolog

57 8 0
                                    

Menjalani kehidupan baru di tempat yang jauh dari tempat tinggal rupanya cukup sulit bagi Chorong. Kendala bahasa serta lingkungan sekitar juga menghambat perkembangannya untuk bisa beradaptasi dengan baik. Di tahun awalnya pindah, dia selalu menyempatkan waktu untuk berbagi cerita dengan sang kekasih yang sempat berat hati mengizinkannya pergi bahkan sampai beberapa hari berdebat panjang hanya untuk menentang keputusannya ini. 

"Itu merupakan keinginanmu sendiri. Kenapa kau harus mengeluh lagi seperti ini?"

Chorong mulai malas kalau kembali mendengar hal itu yang akan membuatnya menyesali keputusannya lagi. 

"Tidak bisakah kau memberiku semangat? Aku tidak ingin pulang ke sana di saat masih membutuhkan proses penyembuhan pada banyak kejadian buruk yang pernah ku alami kemarin"

"Baiklah, baiklah. Kau pasti bisa melakukannya. Aku harap prosesmu tidak membutuhkan waktu lama supaya bisa mendekapmu erat dan tidak berbicara di telepon lagi seperti ini"

"Apa kau sudah merindukanku?"

"Aku sudah merindukanmu sejak satu hari kau pergi. Dan kau akan memasuki tahun kedua di sana, apa kau tidak berencana untuk mengunjungi ku sebentar?"

"Tidak. Tiket pesawat terlalu mahal untukku dan aku belum mendapat pekerjaan tetap di sini"

"Aku bisa membiayaimu"

"Tidak. Meskipun kau memberiku semua isi dompetmu itu, aku tidak bisa menggunakannya sedikitpun, Kim Junmyeon"

"Aku merasa ragu dengan ucapanmu karena kau akan malu dengan dirimu sendiri kalau itu tidak terjadi"

"Tidak. Aku benar-benar berbicara dengan jujur"

"Aku mulai takut kau akan lebih mandiri ke depannya. Tidak bisakah kau mengandalkanku dalam sesuatu?"

Chorong tertawa kecil dan pembicaraan terus berlanjut sampai berjam-jam lamanya. 

Seiring berjalannya waktu, komunikasi mereka semakin merenggang. Intensitas waktu telepon juga berkurang karena kesibukan keduanya serta perbedaan waktu di dua tempat yang berbeda. Sampai pada suatu hari, kiriman buket bunga untuk yang kesekian kalinya tiba di kediaman Junmyeon. 

"Ayah, apa itu dari Bibi Chorong?" Tanya Jaehyun yang beranjak usia 16 tahun. 

"Entahlah. Tapi tidak ada orang lain lagi yang bisa mengirimnya ke sini"

"Biar ku lihat" Anak itu mengecek beberapa warna yang berbeda di sana sampai menemukan tag toko bunga dan langsung mengambilnya. Dia juga tidak melihat adanya tulisan tangan berupa nomor telepon di balik tag tadi karena sudah di lipat asal untuk dibuangnya nanti.

"Aku akan menyimpannya di kamar. Apa kau tidak mempunyai kegiatan di sekolah hari ini?" Junmyeon mengambil alih buket bunga itu. 

"Tidak, Ayah. Libur pertamaku di sekolah baru, tidak mempunyai kegiatan apapun"

"Kalau begitu, kita bisa ke makam Kakekmu bersama"

"Baiklah. Aku akan bersiap-siap sekarang.."

Interaksi singkat itu berakhir saat keduanya menuju ke kamar yang berbeda. Junmyeon segera menaruh buket itu ke dalam vas yang dia siapkan di sana. Bunga-bunga itu terlihat cerah dan masih membuatnya takjub akan pilihan wanita itu pada warna di tengah keterbatasan yang dimiliki. 

"Kenapa nomornya tidak aktif?" Dia sempat mencoba menghubungi nomor Chorong namun tidak berhasil. 

Dia pun menyudahi kegiatannya untuk segera keluar kamar lagi dan menunggu anaknya yang masih berada di kamar lain. 

.

.

.

.

.

"Dia mungkin sudah mempunyai kekasih baru dan melupakanmu" Ucap Joohyun saat mendengar keluhan dari sang mantan suami. 

"Apa maksudmu?"

"Satu tahun lebih tidak ada kabar dan itu sudah jelas menyatakan kalau dia merasa senang dengan kehidupannya di sana"

"Tidak mungkin. Chorong tidak akan mengkhianati ku sama sekali"

"Aku sudah lelah memperingatimu, Kim Junmyeon. Jadi hadapi sendiri kenyataanmu itu. Aku harus mengakhiri panggilan lebih dulu"

"Tunggu..." Junmyeon terlambat menahan sang mantan istri. Dia menurunkan ponsel sambil menghela nafasnya pelan. 

Pikirannya akan banyak hal selalu membebani dirinya sendiri sampai kesehatannya pun ikut menurun. Hari ini, dia hanya bisa berbaring di atas tempat tidur setelah memaksakan diri melakukan pekerjaan lebih lama selama beberapa hari kemarin. 

"Minumlah obat ini, Ayah" Jaehyun kembali masuk ke sana dengan obat dan segelas air hangat. 

"Apa kau belum menemukan namanya di media sosial manapun?"

"Belum. Sepertinya Bibi Chorong tidak membuat akun di berbagai media manapun, jadi sulit ku temukan namanya"

"Aku berharap bisa mendapat kabarnya lagi meskipun hanya sebentar saja"

"Minumlah ini terlebih dulu"

Junmyeon beranjak bangun di tengah rasa sakit kepalanya yang sangat menyiksa. Setelah menelan habis air di gelas, dia kembali menggumamkan kekhawatirannya pada keberadaan Chorong. 

"Bibi Chorong pasti baik-baik saja, Ayah. Kau tidak perlu khawatir"

Pria itu kembali berbaring dengan menghadapkan diri ke arah vas bunga di sana. Dia masih belum bisa berhenti mencemaskan kondisi wanita yang tidak diketahui keberadaannya itu. 

Hal yang sama rupanya juga dirasakan Chorong. Setelah mendapat konfirmasi penerimaan buket bunga kepada pelanggan satu tahun yang lalu, dia belum mendapat panggilan telepon dari seseorang yang diharapkannya. 

"Kau menatap ponselmu lagi seperti itu" 

Chorong mengangkat kepalanya dan menerima minuman hangat dari pria yang menghampirinya. 

"Terima kasih"

"Apa kau masih menunggu kabar darinya?"

"Iya.."

"Apa kau tidak bisa melupakannya? Mungkin saja dia sudah menikah dan memiliki anak lagi"

"Entahlah... Aku sedikit ragu akan hal itu tapi sempat memikirkan banyak kemungkinan yang sama sepertimu tadi. Dia tidak mungkin mengabaikanku tanpa kabar sama sekali. Setidaknya aku harus mengkonfirmasi hubungan kami berdua sebelum merelakannya bersama orang lain"

"Kau rupanya sudah banyak berubah"

"Apa maksudmu?"

"Awalnya kau merasa keberatan menerima perasaan pria itu, tapi sekarang kau justru terikat padanya sampai bisa mengkhawatirkannya seperti ini"

"Apa aku tidak di izinkan untuk merasakan hal yang sama seperti orang lain, Lee Changsub?"

"Aku hanya menyatakan pendapatku tanpa bermaksud menyinggungmu sama sekali"

"Aku tahu... Terima kasih atas minuman ini. Aku akan kembali membantu Ibumu"

"Baiklah" Pria itu menatap kepergian Chorong yang masuk ke dalam sebuah rumah. 

Dia juga mencicipi sedikit minuman di tangannya sambil memperhatikan ke arah deretan rumah lain yang berada di seberang kediamannya. 

"Tenang sekali di sini...." 






------ TO BE CONTINUED ------















The Last FlowerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang