37. Deep Talk

46 9 1
                                    

-- Siang hari --

Dengan kondisi kedua telapak tangannya yang terbungkus perban, Chorong tetap melakukan banyak kegiatan saat tiba di rumah. Dia bahkan bisa memasak dan mempersiapkan makan siang bukan untuk dirinya saja hari ini. Setelah semuanya selesai, pintu utama terdengar terketuk dari luar. Itu pertanda akan ada obrolan panjang bersama dua tamu yang sudah datang ke rumahnya ini. 

"Apa aku datang terlalu awal?" Tanya Junmyeon saat pintu di depannya sudah terbuka. 

"Tidak, masuklah..."

Pria itu segera melewati sang tuan rumah yang sepertinya masih memperhatikan kondisi area luar dengan seksama. 

"Dimana anakmu?"

"Jaehyun ku tinggal di penginapan"

"Apa?"

"Dia sepertinya kelelahan karena bangun terlalu pagi tadi. Jadi dia langsung tertidur setelah makan siang di sana sebentar"

"Apa dia baik-baik saja kau tinggal sendiri seperti itu?"

"Dia bukan anak kecil lagi dan usianya akan beranjak 10 tahun. Aku sudah menitipkan anak itu pada petugas penginapan. Jadi dia akan aman di sana"

"Kau terlalu mudah mempercayai seseorang sampai berani mengambil resiko yang besar" Ucap Chorong sambil menutup rapat pintu. 

"Apa maksudmu?"

"Jadi, kau sudah makan siang tadi?"

"Iya, tapi hanya sedikit. Kenapa kau bertanya?"

"Aku sudah menyiapkan makan siang untukmu dan juga Jaehyun"

"Apa?"

Chorong berjalan lebih dulu ke ruang makan dan di ikuti oleh tamunya itu. 

"Ada apa dengan tanganmu? Apa luka bakar kemarin semakin parah?"

"Duduklah" Chorong tidak ingin menanggapi pertanyaan tadi.

"Wah.. Apa kau memasak semua ini sendiri?"

Wanita itu kembali tidak menjawab dan memilih untuk langsung menempati salah satu kursi. Junmyeon juga hanya bisa mengikutinya supaya bisa dengan cepat memulai pembicaraan. Namun pria itu tidak sempat melihat adanya buket bunga dimanapun sejak tadi. 

"Dimana kau menyimpan bunganya?" Tanya Junmyeon sambil memperhatikan area dapur yang menyatu dengan ruang makan itu. 

"Apa?"

"Buket bunga yang ku kirim selama satu minggu kemarin. Dimana kau menyimpannya?"

"Jadi itu ulahmu yang mengirim bunga tanpa nama?"

"Iya"

"Kenapa kau melakukannya?"

"Karena kau menyukai bunga"

"Apa?"

"Dan aku sudah menyisipkan pesan ku di bunga terakhir yang ku kirim. Apa kau tidak membacanya?"

"Pesan apa yang kau maksud itu?"

"Tidak perlu ku ucapkan lagi karena kita berdua sudah bertemu kembali seperti ini. Tapi, dimana bunga-bunga itu kau simpan?"

Chorong terdiam sejenak sambil menatap makanan di depannya.
"Aku membuangnya"

"Apa?"

"Bunga-bunga itu cepat layu dan aku tidak mempunyai vas atau pot bunga di sini. Jadi harus ku singkirkan sebelum aroma tidak sedap memenuhi seisi rumah ini"

"Apa kau tidak bisa membiarkannya mengering begitu saja? Aku akan sangat berterima kasih kalau kau tetap menyimpannya meskipun warnanya sudah memudar"

"Aku tidak bisa melihat warna. Untuk apa selalu ku simpan bunga busuk itu?"

The Last FlowerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang