23. Struggling

43 9 0
                                    

-- Malam hari --

Kekacauan terjadi di sebuah tempat tinggal yang di huni banyak pria berpakaian gelap. Mereka tampak saling berpencar untuk menemukan satu-satunya wanita yang menempati kamar di sana. Beberapa mobil yang tadinya terparkir rapih mulai pergi satu per satu untuk mengejar wanita itu yang pasti sudah melarikan diri entah dari kapan. 

"Aku sempat menghadangnya tadi. Tapi dia memegang senjata api dan menembakkannya ke arahku beberapa kali" Seorang pria yang mempunyai luka goresan di wajah tampak berbicara dengan pria yang lebih tua darinya. 

"Itu bisa terjadi. Beruntung tempat ini jauh dari jalan besar dan rumah warga, jadi suara kencang seperti itu tidak akan menimbulkan kecurigaan dari orang-orang di luar sana"

"Tapi, apa semuanya akan baik-baik saja, Ayah?"

"Apa yang kau khawatirkan?"

"Ku pikir, kita harus mengejarnya sampai bisa mendapatkannya kembali"

"Kita sudah berusaha keras untuk menjaganya di dekat kita selama ini, Yonghwa. Lebih baik kita biarkan wanita itu pergi dan menyelesaikan masalahnya dengan caranya sendiri. Sementara kita harus segera pergi ke pelabuhan dan meninggalkan kota ini dalam waktu yang lama"

"Kemana kita akan pergi kali ini, Ayah?"

"Entahlah. Aku sudah sangat tua untuk bisa bepergian jauh. Dan mungkin ini terakhir kalinya aku akan menggunakan waktu dengan baik sebagai pemimpin kelompok sebelum menyerahkannya kepada orang lain. Persiapkan mobil sekarang. Dan panggil yang lainnya untuk segera berkumpul"

"Apa kau akan menyerahkan kelompok ini padaku, Ayah?"

Pria bertopi yang hendak beranjak dari sana sejenak mengurungkan niat setelah mendengar rasa penasaran dari anaknya ini. 

"Entahlah. Tapi aku harus memikirkan lagi mengenai hal itu nanti"

Pria yang lebih muda hanya menatap kepergian sang Ayah dalam diam. Kemudian dia juga ikut beranjak ke arah lain untuk mengikuti perintah Ayahnya tadi namun dengan segala perasaan yang tidak bisa ditebak. Dalam diam, dia mempersiapkan sebuah senjata api di kantong jaket yang dikenakannya dan berpikir untuk menggunakannya sebagai alat pembunuh kalau sampai keputusan sang Ayah tidak sesuai dengan harapannya nanti. 

Sementara itu di tempat lain, Chorong masih terlihat berjalan pincang di sana karena entah sudah seberapa jauh dia melangkah, belum juga menemukan jalan besar yang biasa dilalui kendaraan di sana. Dia sempat terkena beberapa pukulan dari orang-orang yang menahannya di kediaman tadi. Dia cukup berani dengan mencari celah kosong saat berjalan ke arah toilet. Meskipun harus bersusah payah melewati banyak pria bertubuh lebih tinggi darinya tapi akhirnya dia bisa keluar dari tempat tadi dan sedang berusaha mencari pertolongan di dekat sana. 

"Aish.... Bagaimana ini?" Wanita itu harus berhenti melangkah karena sudah terlalu lelah untuk berjalan. 

Dia sesekali memperhatikan area luas seperti lapangan itu yang tidak ada ujungnya karena masih merasa waspada dengan para pria tadi. Selagi mengatur nafas dan memperbaiki sepatunya yang hampir robek di salah satu sisinya, dia mendengar suara klakson kendaraan dari sana. 

"A-apa ada yang mendekat?"

Chorong memperhatikan sekelilingnya yang sepi. Lalu klakson itu terdengar lagi sekarang. Rupanya ada dataran lebih tinggi yang tidak diketahuinya. Dia pun melanjutkan perjalanan ke sana sampai bisa menemukan jalan beraspal yang dilewati beberapa kendaraan. 

"Mobil..... Mobil...." Wanita itu di tengah lelahnya yang masih terasa harus berdiri di pinggir jalan untuk mencari kendaraan yang bisa ditumpanginya. 

The Last FlowerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang