Bomi tertembak
Beruntung hanya dibagian kaki, namun meskipun begitu, Namjoon sudah menggila ingin menghajar Seokjin.
Dua orang berbadan besar, suruhan Seokjin segera menahan Namjoon. Tentu Seokjin sudah menyiapkan mereka, karena jelas Taehyung dan Jungkook saja tidak cukup, namun bukan berarti kedua pria itu tidak kuat, mereka lumayan kekar, hanya saja untuk situasi darurat seperti ini bodyguard lebih diperlukan untuk berjaga-jaga.
Seokjin ingin memainkan permainannya dengan baik, memperlihatkan pada Namjoon bahwa sesungguhnya ia lebih berkuasa.
Namjoon memberontak. "Bunuh aku saja, lepaskan Bomi."
"Seokjin-ah, Kim Seokjin!"
Seorang wanita berambut panjang yang tak lain adalah Chaeyeon, berlari dengan terengah, meneriakkan nama Seokjin seperti ada situasi yang darurat.
Seokjin menoleh heran, kearah Chaeyeon.
"Ada banyak mobil polisi menuju kemari, aku melihatnya dengan teropongku."
"Sial, kau tidak menuruti ucapan ku ya?!" Bentak Seokjin pada Namjoon.
"Kita harus segera pergi." Ucap Chaeyeon.
"Tidak." Tentu saja Seokjin menolak.
"Mereka datang bersama media, ada banyak mobil wartawan juga, jangan sampai reputasimu dihancurkan, tidak ada waktu."
Seokjin menendang perut kiri Namjoon karena kesal.
Namjoon terbatuk-batuk, tendangan yang cukup menyakitkan, namun tak membuatnya menyerah.
"Jika kau serahkan Bomi, semua selesai sampai disini, aku berjanji."
Seokjin mulai berpikir, reputasinya sedang dipertaruhkan jika ia memutuskan untuk tetap disini, atau pun membawa Bomi pergi, ia tidak ingin perusahaan ikut terbawa-bawa, cukup perusahaan Namjoon saja yang ia bikin bermasalah.
"Seokjin-ah, cepat!" Ucap Chaeyeon mendesak.
Seokjin setuju "Baik. Tae lepaskan gadis itu."
Pun Taehyung menurut saja. Ia menghempas Bomi yang sudah berlumuran darah itu ke lantai, Ia mempercayakan semuanya pada Seokjin, karena semua rencana ini Seokjin yang memimpin.
Bomi pingsan saat dihempas Taehyung ke lantai, sedari tadi ia berjuang melawan sakit yang bahkan tak pernah ia bayangkan, gadis itu hanya tau soal bermanja pada daddy-nya, jarinya masuk kedalam lubang mainan saja, ia menangis sampai berteriak, apalagi tertembak. Orang orang dewasa disini sangat kejam, atau justru wajar karena dendam yang teramat dalam?
"Bukan berarti aku memaafkanmu, Joon." Ucap Seokjin kemudian pergi dari sana bersama semua orang yang berpihak padanya.
Namjoon memeluk Bomi dengan erat, dia menangis, tangannya bergetar melihat begitu banyak darah mengalir dikaki Bomi.
Menyadari ada orang lain selain Bomi yang terluka, yaitu Kyura. Namjoon segera berdiri, ia menghampiri Kyura dan membuka berbagai ikatan tali dengan tangan kosong namun gagal.
Kyura menangis. "Ahjussi pergi saja, Bomi banyak mengeluarkan darah, tinggalkan saja aku disini, nanti saat ahjussi sudah dirumah sakit, baru ahjussi kesini lagi melepaskanku, atau suruh orang saja."
"Tidak! Bagaimana mungkin aku meninggalkanmu."
Kyura mengglengkan kepalanya. "Ahjussi, Bomi..."
"Diamlah Kyura!" Namjoon membentak gadis itu, ia tidak mungkin meninggalkannya sendirian hanya untuk menyelamatkan putrinya, jelas dia yang bertanggung jawab kenapa Kyura sampai berada dalam situasi seperti ini.
Mata Kyura menangkap sebuah logam bercahaya jauh dari arahnya, ia menyipitkan mata. "Ahjussi disana ada pisau." Ucap Kyura, ia ingat bahwa itu adalah pisau yang digunakan untuk mengiris tipis leher Bomi sebelumnya.
Namjoon bergerak cepat, ia meraih pisau itu dan melepaskan Kyura.
"ayo Kyura, kita pergi."
Sama seperti Seokjin yang tak memiliki waktu banyak hingga memutuskan pergi tadi, Namjoon juga begitu, ia menggendong tubuh ramping Bomi membawanya turun dari gedung, dengan Kyura yang ikut berlari dibelakangnya, ingin cepat sampai kerumah sakit apapun resikonya.
Selang beberapa menit, seruan lari yang menggema di gedung terbengkalai itu mulai terdengar, Namjoon sangat bersyukur.
Ada banyak polisi bersenjata dan tim medis yang berlari menghampirinya, dan yang paling Namjoon kenal adalah seorang wanita berpakaian formal bersama seorang pria ber jas berlari paling depan kearahnya, mereka Misoo dan Jimin.
"Namjoon hyung, gwaenchanha?" Tanya Jimin. Jelas jawabannya tidak, karena yang ditanya tampak berantakan.
Jimin segera meraih Bomi dari gendongan Namjoon, gantian menggendongnya.
"Kakinya tertembak." Ucap Namjoon khawatir.
"Kita akan membawanya kerumah sakit hyung, dia akan baik-baik saja."
***
Suasana lampu yang terang menghiasi sekeliling Namjoon yang sedang duduk sambil menumpu kepalanya pada tangan yang berada diatas lututnya, bingung, kaget, khawatir semuanya jadi satu, frustasi.
Bomi adalah yang utama, gadis itu seharusnya baik-baik saja karena beruntung tembakannya bukan di bagian lain, tapi tentu saja itu tak mengurangi kekhawatiran Namjoon, belum lagi tentang pembalasan dendam yang dimaksud Seokjin, juga keadaan perusahaan dalam beberapa waktu ini, kepalanya ingin pecah memikirkan semuanya.
Jimin menepuk pundak Namjoon, menguatkan, sekaligus memberi semangat.
"Terima kasih Jim, terima kasih sudah datang, dan... maafkan aku" Ucap Namjoon.
Jimin mengangguk, pria itu tersenyum manis. "Tidak masalah hyung, Aku akan selalu datang jika kau yang meminta, ayo kita mulai dari awal lagi, terima kasih karena kau menelponku sehingga aku bisa sedikit membalas budi baik kepadamu."
Misoo memperhatikan Namjoon, ia adalah orang yang paling tidak percaya bahwa Namjoon menelpon Jimin ketika Jimin pertama kali mengatakan kepadanya dirumah sebelumnya, ia menunggu jawaban Namjoon, ya atau tidak, tapi pria itu hanya diam seolah setuju pada apa yang Jimin katakan.
Pertanyaan kembali memenuhi kepala Misoo yang sejujurnya sudah muak menyimpan begitu banyak. Kenapa Namjoon bisa tiba-tiba terpikir ke Jimin? Semuanya bisa saja mungkin karena Namjoon sudah tau bukan Jimin yang berkhianat, melainkan Taehyung. Ahh--Sudahlah anggap saja benar, Namjoon menelpon Jimin.
"Hyung, aku pamit sebentar ya, ada urusan penting yang harus ku kerjakan, tidak apa kan ku tinggal?" Ucap Jimin, tersenyum lembut.
Namjoon mengangguk. "Baik, Jim. It's okay"
Pun Jimin kembali tersenyum, ia memegang bahu Misoo sebelum membalikkan badan, tipikal pria yang benar-benar lembut, seperti yang biasa Misoo kenal. Jujur dulu ia juga hampir tidak percaya kalau Jimin adalah pengkhianat, karena memang Jimin selembut itu. Ia kaget saat pertama kali mendengar bahwa nama Jimin yang muncul.
Namjoon menoleh kearah Misoo yang masih memperhatikan punggung Jimin yang perlahan menjauh.
"Kim Misoo." Panggil Namjoon, kali ini memanggil dengan nama, tidak ada embel-embel profesionalitas seperti biasa, karena Namjoon sudah lelah.
"Ha?" Misoo menoleh cepat, ia segera mengoreksi sahutannya. "Nee, sajangnim."
Namjoon tersenyum. "Terima kasih sudah menelpon Jimin, dan membawa polisi datang."
Raut wajah Misoo mendadak berubah, kembali kebingungan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Wild Feeling | KNJ
FanfictionDua pebisnis dari perusahaan elektronik terkemuka di Korea Selatan saling bersaing untuk menjatuhkan, memiliki tampang diatas rata-rata namun kisah masa lalunya begitu menyedihkan. Yang satu menyimpan dendam besar, dan yang satunya lagi adalah korba...