Fifty Four ~

79.2K 10.4K 2.6K
                                    

"Kabar orang tua asli gue gimana ya?"

Pikirannya melayang pada kehidupannya dulu. Menikmati hidup, mungkin bisa ia lakukan tapi karena masih memiliki ingatan saat menjadi Resa membuat nya sulit untuk menikmati kehidupan yang sekarang.

Ingatan nya sering bertubrukan, seakan isi otak nya terasa padat. Eca menghembuskan nafasnya berat, ia pun tersenyum kecut.

"Ah sial!" Sekarang Eca memikirkan perkataan Bunda tadi, orang tua dengan pemikiran kolot yang merasa bahwa keputusan orang tua adalah yang terbaik untuk sang anak.

Semacam keegoisan untuk kepentingan mereka namun di balik menjadi 'keputusan terbaik'. Eca meminum air dingin yang barusan ia beli di dalam minimarket, saat ini Eca duduk di bangku luar minimarket. Memandangi jalanan sepi, tidak ada satupun kendaraan yang lewat.

Hanya ada dedaunan yang tertiup angin berada di pinggiran jalan. Eca sesekali menggerutu kesal, ia benar-benar ingin berteriak.

"Ehemm..Aaaa."

Eca berdehem mempersiapkan tenggorokan nya untuk berteriak. Baru ingin teriak, mata nya menyipit kala melihat sosok orang yang tengah berjalan dengan tertatih-tatih.

Ardan, nama yang langsung terlintas di benak Eca. "Gue itung sampe tiga nih orang bakal jatuh," kata Eca yakin. " 1... 2... 3..."

Brukk

"Cocok jadi peramal kan gue," ucap nya bernada bangga. Eca bersandar santai di bangku nya ia hanya memandangi orang yang tergeletak tanpa berniat membantu.

Lima menit berlalu Ardan yang tergeletak  tidak ada menunjukan tanda-tanda akan bangkit, sedangkan Eca masih berdiam sambil memandangi ia sedang tidak ingin mencampuri urusan orang lain.

Tapi, jika di pikir-pikir lagi Jean saja yang berada di ambang kematian, Eca bisa menolong nya sampai ke rumah Dirga. Sekarang ada orang yang tepat depan Eca tergeletak di aspal, kenapa ia sangat malas untuk menolong nya. Padahal lebih mudah menolong Ardan dari pada menolong Jean saat itu.

Oke. Karena Eca memiliki rasa kemanusian yang tinggi ia pun berdiri dan berjalan mengarah pada Ardan. Sekira nya memang tidak ada orang, Eca membalikkan tubuh Ardan kemudian menuangkan air minum nya ke wajah Ardan yang lumayan tampan, sialan bisa-bisa nya Eca memikirkan hal itu.

Eca menggoyangkan tubuh Ardan dari secara pelan hingga kasar namun sang empu tidak sadar juga. Eca menekan hidung Ardan beberapa kali namun tidak juga berhasil, tidak mungkin kan Eca harus memberi nafas buatan.

Wewangian. Berarti Ardan harus mencium sesuatu yang harum, jadi Eca harus...

Hah

Berkali-kali Eca membuang nafas nya tepat di hidung Ardan. "Sialan, nyusahin banget sih!" gerutu Eca sambil menampar pipi Ardan.

Akhirnya Eca memencet hidung Ardan dengan waktu yang cukup lama, bahkan Eca harus menempelkan telinga nya agar bisa mendengar detak jantung Ardan.

"Masih hidup deh perasaan," pikir Eca.

Tangan Eca masih berada di hidung Ardan, perlahan tapi pasti tubuh Ardan sedikit menggeliat dia mulai mendapat kesadaran nya kembali. Ardan sedikit membuka mata nya, merasa ada ancaman dari sosok yang tidak di kenal.

Refleks Ardan langsung memiting leher Eca, "Ardan gila!" maki Eca. Wajah nya tenggelam di dada Ardan membuat Eca kesulitan bernafas.

Eca mencubit pinggang Ardan dengan kencang, membuat Ardan melepaskan Eca.

"Berbaik hati gue nolongin lo, malah di bales dengan air tuba," kata Eca menggerutu kesal.

Terbalik dengan ekspresi nya yang kesal, aneh nya Eca tetap menyodorkan tangan menjadi tumpuan agar membantu Ardan untuk berdiri. "Makasih," ucap Ardan.

WHATTT? Gue Antagonist?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang