Jilid 3

149 4 0
                                    

GAGAKSETA-2

MELESTARIKAN CERITA SILAT INDONESIA

STSD-03

SEJENGKAL TANAH SETETES DARAH

(Lanjutan TADBM)

karya mbah_man

Padepokan “Sekar Keluwih” Sidoarjo

STSD Jilid 3

Bagian 1

KETIKA Ki Rangga kemudian mendengar Ki Waskita terbatuk-batuk kecil, barulah Ki Rangga teringat akan pertanyaan Ki Waskita itu. Maka jawabnya kemudian, “Ki Waskita, pada awalnya memang ada niat untuk meninggalkan Ki Kebo Mengo dan kemudian mengejar Eyang Guru. Namun entah mengapa tiba-tiba saja terbersit di dalam hatiku untuk mengetrapkan aji kakang pembarep dan adi wuragil sekaligus. Dengan demikian aku berharap kedua ujud semuku akan dapat menghadapi lawan-lawanku secara terpisah,” Ki Rangga berhenti sejenak. Lanjutnya kemudian, “Namun yang terjadi kemudian justru telah membuat aku benar-benar tidak habis mengerti. Dengan mengetrapkan aji kakang pembarep dan adi wuragil, pengetrapanku terhadap aji pengangen-angen menjadi melemah dan akhirnya aku tersadar dari samadiku.”

Ki Waskita menarik nafas dalam-dalam sambil mengangguk-anggukkan kepalanya mendengar penjelasan Ki Rangga. Setelah terdiam beberapa saat, barulah dengan suara yang sangat sareh Ki Waksita pun berkata, “Ngger, memang tidak ada ilmu yang sempurna di atas bumi ini. Pada dasarnya aji kakang pembarep dan adi wuragil mempunyai sifat dan watak yang berbeda dengan aji pengangen-angen, walaupun keduanya bertumpu pada ujud semu yang sama,” Ki Waskita berhenti sejenak. Lanjutnya kemudian, “Aji kakang pembarep adi wuragil menuntut kehadiran wadagmu sedekat mungkin, bahkan menuntut wadagmu untuk ikut dalam setiap keberadaan ujud semu itu. Sedangkan aji pengangen-angen tidak menuntut akan kehadiran ujud wadagmu. Justru aji pengangen-angen akan meninggalkan wadagmu sejauh dapat engkau lakukan, menyeberangi lautan misalnya. Semua itu tergantung dari kekuatan pancaran ilmu dari sumbernya, yaitu  wadagmu sendiri.”

Sejenak Ki Rangga termenung. Berbagai tanggapan dan harapan sedang bergolak di dalam dadanya.

“Dalam sebuah kancah pertempuran pasukan segelar sepapan yang sebenarnya, aji pengangen-angen ini tidak dapat berdiri sendiri, tetapi membutuhkan bantuan orang lain,” berkata ki Waskita selanjutnya, “Kehadirannya mungkin akan sempat membingungkan lawan. Namun jika lawan sempat mengetahui kelemahannya dan menemukan tempat persembunyian ujud wadagnya, tentu akan sangat berbahaya. Demikian juga jika seseorang diminta secara khusus untuk menjaga wadagnya selama dia dalam puncak samadinya, siapakah yang dapat menjamin jika orang yang menjaganya itu tidak akan berkhianat?”

Ki Rangga masih berdiam diri dan belum menanggapi penjelasan Ki Waskita. Angan-angannya sedang menerawang entah ke mana.

“Ngger,” berkata Ki Waskita seterusnya begitu melihat Ki Rangga masih termangu-mangu, “Berbeda dengan aji kakang pembarep dan adi wuragil yang kehadirannya di medan pertempuran yang sebenarnya akan sangat berarti. Lawan akan memperhitungkan keberadaan bentuk semu itu karena engkau telah mampu memancarkan ilmumu melalui kedua ujud semu itu. Sehingga lawan akan mendapatkan perlawanan tiga kali lipat dari kekuatan yang sesungguhnya,” Ki Waskita berhenti sejenak sambil mencoba mengamati raut wajah Ki Rangga. Lanjutnya kemudian, “Jika angger ingin menggabungkan kedua aji itu, tentu diperlukan laku khusus yang tentu akan melibatkan persyaratan dari kedua cabang ilmu itu. Dengan demikian, apabila seseorang telah mampu menguasai gabungan kedua aji tersebut, dia akan benar-benar mampu menjaga wadagnya dengan salah satu bentuk semunya, sedangkan bentuk semu yang lain akan mampu bergerak ke tempat yang sangat jauh, sejauh angan-angan dari manusia itu sendiri.”

SEJENGKAL TANAH SETETES DARAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang