Jilid 32

183 4 0
                                    

Home

ADBM1

ADBM2

ADBM3

ADBM4

Logo ADBM Group

ADBM lanjutan

API DI BUKIT MENOREH

Entries RSS | Comments RSS

Kalender

February 2022MTWTFSS 12345678910111213141516171819202122232425262728 « Jan

Statistik Blog

7,883,104 kunjungan

Tulisan Terakhir

SEJENGKAL TANAH SETETES DARAH January 5, 2017

PEMBUKA October 20, 2011

Komentar

P. Satpam on KLMM-03P. Satpam on KLMM-03Ryan oke on STSD-34Ryan oke on STSD-32nugrohoyudi on KLMM-03Roys Suroyo on KLMM-03Ridwan34 on KLMM-03P. Satpam on KLMM-03P. Satpam on KLMM-03Ridwan34 on KLMM-03

Archives

January 2017

October 2011

STSD-32

kembali ke STSD-31 | lanjut ke STSD-33


Jika para CanMen berkenan memberikan tali asih suka rela, silahkan mengirimkan donasinya ke rekening mbah Putri: Bank Mandiri an SRI SUPRATINI NO REK: 141 001159 796 0 Mbah Man sangat berterima kasih atas partisipasi para CanMen, merupakan bentuk kepedulian para CanMen dalam mendukung Mbah Man untuk terus berkarya Bagi CanMen yang berkenan bisa info ke email:s_sudjatmiko@yahoo.com.au Matur suwun

-------------

Bagian 1

"GILA!" geram Ki Rangga dalam hati sambil sekilas melihat orang yang mengaku kambingnya sedang di makan ular itu lenyap dalam bayangan gerumbul dan semak belukar.

Namun Ki Rangga berjalan terus. Sejenak kemudian Senapati pasukan khusus Mataram yang berkedudukan di Menoreh itu sudah berhadap hadapan dengan keempat orang yang menunggunya.

"Selamat datang di Perdikan Menoreh, Ki Ageng," sapa Ki Rangga kemudian sambil tersenyum dan membungkuk hormat. Sebagaimana layaknya orang yang lebih muda memperlakukan orang yang lebih tua dan dihormati.

Terdengar Ki Ageng tertawa lunak. Katanya kemudian, "Terima kasih Ki Rangga. Namun perlu aku sampaikan bahwa kami bukan sekumpulan anak kemarin sore yang dengan begitu mudahnya dikelabuhi. Selain itu, menyambut kedatangan seorang tamu sebaiknya ujud asli Ki Rangga yang hadir sendiri agar tidak menyalahi suba sita dalam bebrayan agung. Kecuali jika Ki Rangga memang sengaja menunjukkan Pengeram-eram kepada kami semua, sebagaimana layaknya seorang pemilik topeng monyet yang menunjukkan monyetnya kepada kanak-kanak."

Ki Rangga tersenyum sambil melangkah lagi beberapa langkah ke depan. Sebelum dia menjawab, tiba-tiba dari arah belakang keempat orang itu terdengar suara gemerisik. Ketika mereka kemudian berpaling ke belakang, tampak ujud Ki Rangga yang lain sedang menyibak gerumbul dan melangkah mendekat.

"Permainan memuakkan!" geram orang yang berperawakan tinggi besar dan terlihat sangat berwibawa. Ki Rangga tidak akan pernah melupakan wajah itu, wajah dari orang yang mengaku trah Panembahan Senapati, Pangeran Ranapati.

"Guru," berkata Pangeran Ranapati kemudian sambil mulai melangkah, "Kita membuang buang waktu saja. Lebih baik segera kita tinggalkan tempat ini."

Namun sebelum Pangeran yang tinggi hati itu meneruskan langkahnya, tiba-tiba ujud Ki Rangga yang berdiri beberapa langkah di hadapannya telah mencabut sebatang rumput yang tumbuh di sebelahnya. Tanpa banyak mengerahkan tenaga, tampak batang rumput itu meluncur cepat bagaikan tatit yang melompat di udara dan menancap hampir setengahnya di tanah selangkah saja di hadapan Pangeran Ranapati.

SEJENGKAL TANAH SETETES DARAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang