Jilid 5 bag 3

120 5 0
                                    

GAGAKSETA-2

MELESTARIKAN CERITA SILAT INDONESIA

STSD-05

 Bagian 3

Untuk beberapa saat Jajar Kawung berpikir. Memang tidak menutup kemungkinan selir itu keluar dari biliknya untuk mencuri dengar pembicaraan mereka.

“Menik, kemungkinan itu memang ada,” jawab Jajar muda itu akhirnya, “Mungkin selir itu sebelumnya telah mendengar suara bergeremang yang tidak jelas dari dalam biliknya. Karena rasa penasaran, tidak menutup kemungkinan selir itu kemudian keluar bilik untuk mencari arah sumber suara yang didengarnya itu.”

“Dan ternyata dia mendengar rahasia rencana kita itu, kemudian melaporkannya kepada Pangeran Pati,” sahut Emban Menik dengan nada suara yang sangat cemas.

Berdesir tajam jantung Jajar Kawung. Namun dicobanya untuk tetap berpikir jernih. Maka katanya kemudian, “Menik, Pangeran Pati sangat sayang kepadamu. Bahkan ketika engkau aku lamar, Pangeran Pati sendiri yang berkenan menerimanya. Aku tidak yakin kalau Pangeran Pati akan mempercayai laporan selirnya itu.”

“Itu aku tahu Kakang,” desis Emban Menik dengan suara yang mulai merengek, “Tapi aku takut kakang. Jika memang benar rahasia kita ini sudah terbongkar, tentu kita akan tetap dihukum mati. Aku tidak mau mati kakang, aku tidak mau mati!”

Kali ini Emban Menik sudah tidak dapat menahan diri lagi dan mulai terisak-isak sambil mengguncang-guncang lengan calon suaminya itu.

Melihat suasana menjadi kisruh seperti itu, Jajar Kawung pun segera berpikir cepat. Katanya kemudian dengan sedikit berbisik, “Sudahlah Menik, jangan khawatir. Kita harus menghilangkan jejak. Sebelum Matahari terbit di ufuk timur, selir Pangeran Pati itu sudah harus lenyap dari muka bumi. Sehingga jika memang benar Pangeran Pati sudah mendapat laporan dan akan memanggil kita besuk pagi, tidak ada seorang pun yang dapat menjadi saksi.”

Emban Menik terkejut bukan alang kepalang mendengar rencana calon suaminya itu. Sejenak wajahnya menegang sambil memandang wajah Jajar Kawung dengan pandangan tidak percaya.

“Mengapa?” pertanyaan itu meluncur begitu saja dari bibirnya yang pucat dan bergetar.

“Harus, Menik. Itu harus kita lakukan jika kita sendiri ingin selamat dari tiang gantungan,” mantap terdengar suara Jajar Kawung.

“Nah,” berkata Jajar Kawung kemudian begitu melihat kekasihnya masih diam termangu-mangu, “Kembalilah ke bilikmu. Aku akan menyelesaikan selir itu dengan saudara-saudara seperguruanku. Kalau perlu guru sendiri akan turun tangan agar pekerjaan itu sebelum fajar terbit telah selesai.”

Emban Menik tidak dapat berkata-kata lagi. Wajahnya pucat dan dadanya menjadi sesak. Dia sungguh tidak mengira jika pada akhirnya jalan itu yang harus ditempuh.

“Kasihan Rara Anjani,” berkata Emban Menik dalam hati dengan jantung yang berdebaran, “Dia harus dikorbankan untuk sesuatu hal yang mungkin dia tidak begitu mengerti. Namun memang benar apa yang dikatakan kakang Jajar Kawung. Lebih baik mengorbankan orang lain dari pada kita sendiri yang menjadi korban.”

Berpikir sampai disitu Emban Menik menjadi sedikit tabah. Maka katanya kemudian, “Baiklah kakang. Aku akan kembali ke bilikku. Hati-hatilah dan jangan sampai rencana kita kali ini gagal. Nyawa taruhannya.”

Jajar Kawung tersenyum sambil menepuk mesra pipi gembil calon istrinya itu. Katanya kemudian, “Percayalah, kakangmu ini akan mengajakmu mukti wibawa. Bukan hanya menjadi istri seorang jajar juru taman, tetapi istri seorang Demang yang disuyuti oleh seluruh kawula Kademangan.”

SEJENGKAL TANAH SETETES DARAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang