Home
ADBM1
ADBM2
ADBM3
ADBM4
Logo ADBM Group
ADBM lanjutan
API DI BUKIT MENOREH
Entries RSS | Comments RSS
Kalender
January 2022MTWTFSS 12345678910111213141516171819202122232425262728293031 « Jan
Statistik Blog
7,881,414 kunjungan
Tulisan Terakhir
SEJENGKAL TANAH SETETES DARAH January 5, 2017
PEMBUKA October 20, 2011
Komentar
P. Satpam on KLMM-03P. Satpam on KLMM-03Ryan oke on STSD-34Ryan oke on STSD-32nugrohoyudi on KLMM-03Roys Suroyo on KLMM-03Ridwan34 on KLMM-03P. Satpam on KLMM-03P. Satpam on KLMM-03Ridwan34 on KLMM-03
Archives
January 2017
October 2011
STSD-29
kembali ke STSD-28 | lanjut ke STSD-30
Bagian 1
“Tidak mungkin!” geram bayangan semu itu kemudian sambil mundur lagi selangkah, “Seseorang pasti sedang mempermainkan pikiranku!”
Berkali kali dicobanya menggeleng gelengkan kepala untuk mengusir ketiga ujud yang telah mencengkeram benaknya itu. Dua orang perempuan dengan mengenakan pakaian khusus dan seorang perempuan lagi yang berpakaian kebanyakan. Namun ujud ketiga perempuan itu tidak mau hilang dari pandangan matanya.
“Aneh,” kembali bayangan semu itu berkata dalam hati, “Apa sebenarnya yang telah terjadi? Biasanya dalam pengetrapan aji pengangen angen, aku seolah olah menjadi seorang dalang yang mampu mempermainkan beberapa wayang sekaligus sebagai perwujudan dari bayangan semuku, atau aku masih tetap mampu mengendalikan bayangan semuku dari tempat wadagku berada. Namun kini yang terjadi benar-benar mengherankan. Aku telah menjadi diriku sendiri dalam ujud bayangan semu ini.”
“Kakang!” tiba-tiba perempuan yang menyandang sepasang pedang di lambungnya itu melangkah mendekat. Bayangan semu itu pun tersentak. Sekarang dengan sangat jelasnya bayangan semu itu dapat mengenali wajahnya.
“Wangi!” desah bayangan semu itu tertegun tegun.
“Ya, kakang, ini aku,” jawab perempuan yang ternyata adalah Pandan Wangi dengan suara yang lembut. Sambil tersenyum tipis dan melangkah semakin dekat dia kemudian melanjutkan, “Ternyata engkau belum melupakan aku, kakang!”
“O, tidak mungkin, Wangi. Aku tidak mungkin akan melupakanmu!” jawab bayangan semu itu kemudian sambil merenggut secarik kain hitam yang menutupi wajahnya. Segera saja terlihat seraut wajah yang tidak asing lagi bagi ketiga perempuan itu, Ki Rangga Agung Sedayu.
“Bagaimana dengan aku kakang?” tiba-tiba perempuan kedua ternyata juga ikut melangkah mendekat. Seraut wajah yang tidak asing lagi bagi Ki Rangga dan yang untuk pertama kalinya menyentuh hati Ki Rangga di masa-masa muda dahulu pun terlihat dengan sangat jelas.
“Mirah!” desah Ki Rangga kemudian dengan suara bergetar, “Mengapa engkau ikut hadir di sini?”
“Jawab pertanyaanku terlebih dahulu kakang!” sergah perempuan kedua yang ternyata adalah Sekar Mirah, “Engkau masih mengenal aku sebagai istrimu dan sekaligus ibu dari anak laki-lakimu atau tidak?”