Jilid 31 bag 2

126 4 0
                                    

Home

ADBM1

ADBM2

ADBM3

ADBM4

Logo ADBM Group

ADBM lanjutan

API DI BUKIT MENOREH

Entries RSS | Comments RSS

Kalender

February 2022MTWTFSS 12345678910111213141516171819202122232425262728 « Jan    

Statistik Blog

7,885,013 kunjungan

Tulisan Terakhir

SEJENGKAL TANAH SETETES DARAH January 5, 2017

PEMBUKA October 20, 2011

Komentar

P. Satpam on KLMM-03P. Satpam on KLMM-03Ryan oke on STSD-34Ryan oke on STSD-32nugrohoyudi on KLMM-03Roys Suroyo on KLMM-03Ridwan34 on KLMM-03P. Satpam on KLMM-03P. Satpam on KLMM-03Ridwan34 on KLMM-03

Archives

January 2017

October 2011

STSD-31

Bagian 2

“Ah,” desah Pandan Wangi dengan suara sedikit bergetar sambil menundukkan kepalanya dalam-dalam. Sementara beberapa orang terdengar bergeremang sambil mengarahkan pandangan mata mereka kepada satu satunya puteri Ki Gede Menoreh itu.

“Wangi,” berkata ayahnya kemudian dengan suara sareh, “Apa yang disampaikan oleh Pangeran Pati itu adalah titah. Sebaiknya engkau patuhi apa yang telah dititahkan oleh Pangeran Pati.”

“Maaf, Ki Gede,” cepat-cepat Ki Rangga menyela, “Apa yang disampaikan oleh Pangeran Pati itu hanya sebatas saran. Semuanya dikembalikan kepada Pandan Wangi sendiri.”

Segera saja terdengar tarikan nafas lega dari orang-orang yang hadir di ruang tengah itu. Raut wajah Pandan Wangi yang semula sedikit menegang itu pun kemudian berangsur angsur kembali seperti semula.

“Baiklah,” berkata Ki Gede Menoreh kemudian sambil tersenyum untuk menghilangkan kesan ketegangan yang sempat terjadi di antara mereka, “Aku kira Pandan Wangi memerlukan waktu untuk menimbang nimbang dan Ki Rangga juga tidak tergesa gesa untuk segera berangkat,” Ki Gede berhenti sejenak. Lanjutnya kemudian, “Sekarang permasalahan yang ingin aku sampaikan kepada Ki Rangga adalah munculnya sebuah perguruan baru di tanah perdikan Menoreh ini.”

“Perguruan baru?” ulang Ki Rangga dengan raut wajah sedikit keheranan.

“Benar Ki Rangga,” sahut Ki Gede kemudian, “Sebuah perguruan yang menamakan dirinya sebagaimana nama orang yang mendirikannya yaitu Ki Tumenggung Wirapati.”

“Ki Tumenggung Wirapati?” ulang Ki Rangga sambil mengerutkan keningnya dalam-dalam. Ki Rangga yang mempunyai ingatan sangat kuat itu pun segera teringat nama Ki Tumenggung Wirapati.

“Rasa rasanya aku pernah mendengar nama itu,” desis Ki Rangga kemudian sambil berusaha mengumpulkan ingatannya, “Namun secara pribadi aku memang kurang mengenalnya karena Ki Tumenggung Wirapati itu aku dengar bertugas terakhir di pesisir utara.”

Orang-orang yang berada di ruangan itu pun terangguk angguk. Untuk beberapa saat suasana menjadi sunyi. Masing-masing terbuai lamunan yang tidak berkesudahan.

SEJENGKAL TANAH SETETES DARAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang