Jilid 24

162 6 0
                                    

GAGAKSETA-2

MELESTARIKAN CERITA SILAT INDONESIA

STSD-24

SEJENGKAL TANAH SETETES DARAH

karya mbah_man

Padepokan “Sekar Keluwih” Sidoarjo

STSD Jilid 24


Bagian 1

DALAM pada itu malam masih menyisakan beberapa saat sebelum terbit fajar. Angin yang dingin sesekali bertiup cukup kencang sehingga membuat para peronda di gardu-gardu semakin merapatkan kain panjangnya untuk menyelimuti tubuh.

Di sebuah rumah di dalam kotaraja yang tidak begitu menarik perhatian, seseorang tampak keluar dari regol. Di belakangnya seseorang yang sudah beruban namun tampak berwibawa mengantarkannya sampai ke depan pintu regol.

“Usahakan rencana itu bisa terlaksana, Ki Lurah,” berkata orang yang terlihat berwibawa itu.

Orang yang dipanggil Ki Lurah itu mengangguk. Jawabnya kemudian, “Siap, Ki Tumenggung. Akan segera kami usahakan untuk mencari perempuan itu. Dengan iming-iming sejumlah uang dia pasti mau melakukannya.”

“Carilah perempuan di kedai-kedai yang biasa menjajakan perempuan-perempuan liar itu,” Ki Tumenggung berhenti sejenak. Lanjutnya, “Cari yang masih-muda dan menarik serta pandai bicara sehingga dapat mempengaruhi Ki Rangga. Namun jangan berlebihan. Ki Rangga pasti akan menjadi curiga karenanya.”

“Baik Ki Tumenggung. Nanti perempuan itu akan kami ajari bagaimana harus menarik simpati Ki Rangga,” Ki Lurah berhenti sejenak. Lanjutnya kemudian, “Semuanya akan kami persiapkan di gumuk dekat dengan pandang perdu sebelah barat kotaraja.”

“Mumpung masih ada waktu, Ki Lurah,” berkata Ki Tumenggung pada akhirnya.

“Baik Ki Tumenggung, aku mohon diri,” berkata Ki Lurah sambil membungkukkan badannya.

“Hati-hati Ki Lurah,” sahut Ki Tumenggung kemudian sambil memasuki regol dan menutup pintunya. Sementara Ki Lurah dengan tergesa gesa segera berlalu dari tempat itu.

Dalam pada itu di tepian kali Krasak, dua orang prajurit sandi yang sedang bertugas telah dikejutkan dengan kedatangan prajurit segelar sepapan dari arah Timur. Walaupun pasukan itu berusaha untuk bergerak dalam senyap dengan cara menyusuri sepanjang tepian kali Krasak, namun kedua prajurit sandi Mataram itu telah mampu melihat pergerakan mereka.

“Pasukan dari manakah?” bisik salah satu prajurit sandi itu sambil merapatkan tubuhnya pada sebuah batu besar di tepian. Jarak mereka memang masih cukup jauh, namun suara langkah prajurit segelar sepapan itu tidak dapat disembunyikan.

“Aku belum tahu,” sahut kawannya sambil berusaha maju beberapa langkah dengan cara bergeser di sela-sela batu-batu besar yang banyak berserakan di tepian.

“Marilah kita menyingkir ke tanggul sebelah selatan,” ajak salah satu prajurit sandi itu kemudian, “Jika mereka sampai di tempat ini dan kita belum menyingkir, aku tidak tahu apa yang akan mereka perbuat terhadap kita berdua.”

“Baiklah,” jawab kawannya sambil ikut beringsut meninggalkan tempat itu.

Demikianlah sambil bergeser ke atas tanggul sebelah selatan, kedua prajurit sandi itu tetap berusaha mengawasi pergerakan pasukan segelar sepapan itu.

SEJENGKAL TANAH SETETES DARAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang