GAGAKSETA-2
MELESTARIKAN CERITA SILAT INDONESIA
STSD-04
SEJENGKAL TANAH SETETES DARAH
(Lanjutan TADBM)
karya mbah_man
Padepokan “Sekar Keluwih” Sidoarjo
STSD Jilid 4
Bagian 1
SELESAI berkata demikian, dengan langkah satu-satu Raden Surengpati pun kemudian melangkah semakin dekat. Sementara Ratri benar-benar bagaikan melihat seekor serigala lapar dengan sepasang mata merah menyala serta gigi-gigi runcing menyeringai mengerikan.
Ada sebersit penyesalan yang menyelinap di dalam hati anak perempuan satu-satunya Ki Gede Matesih itu. Jika dia sedikit bersabar menunggu kedatangan mbok Pariyem, mungkin Raden Surengpati akan bersikap lain.
“Raden,” berkata Ratri kemudian mencoba untuk mengalihkan perhatian Raden Surengpati, “Menurut berita yang aku dengar, kelima orang yang bermalam di banjar padukuhan Klangon itu telah lolos.”
“Persetan dengan segala macam tetek bengek itu!” geram Raden Surengpati, “Aku sudah tidak peduli lagi kepada mereka. Yang ada sekarang ini adalah antara engkau dan aku!”
Selesai berkata demikian, Raden Surengpati maju selangkah lebih dekat. Penalarannya benar-benar telah gelap. Di dalam benaknya hanya ada satu keinginan, menguasai Ratri dengan sepenuhnya kalau perlu dengan paksaan.
Namun putri Matesih itu belum menyerah. Dengan menguatkan hatinya, Ratri pun akhirnya berkata dengan nada sedikit memelas, “Raden, kasihanilah aku. Aku harus cepat kembali, dan Raden pun tentu mempunyai kepentingan lain yang tidak dapat ditunda -tunda. Ijinkanlah aku pergi, Raden.”
Suara Ratri yang terdengar memelas itu di telinga Raden Surengpati bagaikan sebuah rengekan manja dari seorang gadis yang haus akan cinta. Darah di sekujur tubuhnya pun bagaikan mendidih dan kemudian menggelegak menelusuri segenap urat-urat nadinya.
“Ratri,” terdengar suara Raden Surengpati yang bergetar hebat menahan gejolak yang sudah menghanguskan jantungnya, “Engkau begitu cantik dan menawan. Aku tidak akan melewatkan kesempatan untuk menikmati tubuhmu sejengkal demi sejengkal. Percayalah, aku tidak akan menyakitimu walau hanya seujung rambutmu. Engkau akan kubawa ke alam keindahan dan kenikmatan yang belum pernah terbayangkan dalam seumur hidupmu.”
Mulut Ratri benar-benar sudah terkunci, tidak mampu lagi untuk berkata-kata maupun berteriak. Kengerian yang sangat telah menjalar ke sekujur tubuhnya sehingga tubuhnya telah kaku seperti sebuah tonggak kayu. Bahkan hanya untuk menggerakkan ujung ibu jari kakinya pun dia sudah tidak mampu lagi.
Ketika salah satu tangan Raden Surengpati yang kekar itu kemudian merengkuh pundaknya, hanya terdengar sebuah jeritan kecil dari mulutnya yang mungil. Sejenak kemudian segalanya terlihat gelap dalam rongga matanya dan Ratri pun jatuh pingsan dalam pelukan Raden Surengpati.
Melihat mangsanya ternyata telah jatuh pingsan, Raden Surengpati pun bagaikan menjadi kalap. Dengan kedua tangan yang gemetar menahan nafsu yang bergejolak, dicobanya untuk membuka pakaian bagian atas putri Matesih itu.
Namun belum sempat dia melakukannya, tiba-tiba telinganya mendengar suara seseorang bergumam tidak seberapa jauh di depannya.
Ketika Raden Surengpati kemudian mengangkat wajahnya, tampak seorang anak muda dengan wajah yang merah padam berdiri beberapa langkah saja di hadapannya dengan kaki renggang dan kedua tangan bersilang di depan dada.