Jilid 12 bag 1

140 2 0
                                    

GAGAKSETA-2

MELESTARIKAN CERITA SILAT INDONESIA

STSD-12

SEJENGKAL TANAH SETETES DARAH

(Lanjutan TADBM)

karya mbah_man

Padepokan “Sekar Keluwih” Sidoarjo

STSD Jilid 12

Bagian 1

AMPUN Kanjeng Sunan,” jawab Ki Rangga kemudian, “Bukan maksud hamba untuk meragukan kemurahan Yang Maha Agung. Kadang kita tidak menginginkan atau tidak pernah terpikirkan oleh kita untuk mendapatkan sesuatu itu. Namun mengapa Yang Maha Agung justru memberikannya kepada kita?”

Sejenak Kanjeng Sunan termenung mendengar pertanyaan Ki Rangga. Namun akhirnya Kanjeng Sunan pun menjawab, “Ki Rangga, semua yang gumelar di atas jagad raya ini adalah diciptakan dengan tujuan. Tidak ada yang sia-sia dari semua ciptaanNya itu. Tujuan diciptakannya alam dan seluruh isinya ini adalah sebagai cobaan bagi orang-orang yang mempercayai keberadaanNya. Tidak henti-hentinya kita ini selalu dalam cobaanNya, namun jika kita sabar dan selalu berjalan menurut petunjukNya serta berpasrah diri, kita akan selalu dalam pertolonganNya.”

Untuk beberapa saat Ki Rangga termenung. Lamunannya terombang-ambing ke masa lalu. Ke masa-masa untuk pertama kalinya Ki Rangga bertemu dengan Anjani.

“Pada awalnya sama sekali tidak terbesit niatku untuk membawa Anjani ke Menoreh,” berkata Ki Rangga dalam hati sambil matanya menatap langit-langit bilik yang terbuat dari anyaman bambu sederhana, “Tujuanku menjadikan Anjani sebagai taruhan hanyalah untuk membakar kemarahan kedua gurunya. Dengan demikian sebelum turun ke arena perang tanding, mereka telah tersulut kemarahannya sehingga penalarannya akan menjadi buram. Perhitungan-perhitungannya akan dipenuhi nafsu amarah sehingga menjadi wor suh dan tumpang tindih dalam mengetrapkan ilmu mereka.”

Namun ternyata pada saat itu yang terjadi kemudian adalah sebaliknya. Justru Anjani, perempuan muda yang kecantikannya mengalahkan putri-putri keraton itu merasa mendapatkan jalan untuk bisa terlepas dan terbebas dari cengkeraman kekejaman kedua gurunya.

“Seandainya aku mengetahui kedudukan Anjani terhadap kedua gurunya pada waktu itu,” kembali Ki Rangga melanjutkan lamunannya, “Tentu aku tidak akan gegabah mengajukannya sebagai persyaratan perang tanding itu.”

Semakin memikirkan persoalannya dengan Anjani, tampak Ki Rangga semakin gelisah. Tanpa sadar bibirnya berdesah perlahan sambil sepasang matanya tetap lekat menatap langit-langit bilik. Ingatannya kembali ke beberapa saat yang lalu sebelum mereka berlima berangkat ke gunung Tidar.

“Pangeran Pati telah menjatuhkan titah,” desah Ki Rangga dalam hati tanpa menyadari bahwa kegelisahannya itu sedang diperhatikan oleh Kanjeng Sunan, “Aku sama sekali tidak pernah menduga apalagi berangan-angan untuk mendapatkan seorang Putri Triman.”

Masih terbayang jelas dalam ingatan Ki Rangga ketika dia mendapat perintah menghadap Pangeran Pati di ndalem Kapangeranan malam itu juga.

“Penerimaan Putri Triman itu nantinya akan digelar bersamaan dengan wisuda kenaikan pangkat seorang prajurit yang berpangkat Rangga. Atas jasa-jasanya selama ini dalam menegakkan panji-panji Mataram, dia akan dianugrahi pangkat menjadi Tumenggung dengan gelar Tumenggung Ranakusuma,”

Demikian titah Pangeran Pati pada saat itu. Betapa sekujur tubuh Ki Rangga saat itu terasa sangat dingin bagaikan diguyur banyu sewindu. Bahkan seluruh persendiannya bagaikan terlepas satu-persatu. Ki Rangga benar-benar tidak menduga bahwa dirinya akan sinengkakake ing ngaluhur mendapat anugrah diwisuda menjadi seorang Tumenggung. Namun yang paling mendebarkan dari semua peristiwa yang rencananya akan dilaksanakan beberapa bulan ke depan itu adalah hadiah Putri Triman itu.

SEJENGKAL TANAH SETETES DARAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang